Chapter. 1

1414 Words
"Arlan...pokoknya Ibu ngga mau tahu ya...Hari ini juga ceraikan istrimu yang mandul itu...!! Ibu ngga mau menampung wanita yang tak bisa memberikan keluarga kita cucu..!!" Pekik Marni. Amarahnya memuncak saat tahu jika hasil pemeriksaan Dokter kandungan menyatakan Sandrina mandul. Itu artinya , Marni tak akan bisa memiliki cucu penerus keluarga. "Bu...tenang dulu...semua itu masih prediksi dokter..belum tentu itu benar Bu...lagian di luar sana masih banyak pasangan yang belum juga dikaruniai anak. Bahkan ada yang sampai belasan tahun Bu. Tolong...jangan menyudutkan istriku Bu..!" Ucap Arlan dengan nada memelas pada sang Ibu agar mau mengerti dengan keadaan dirinya dan sang istri. Sandrina yang mendengar ucapan sang suami yang mencoba membela dirinya di hadapan ibu mertua merasa sedikit lega. Setidaknya sang suami tak memojokkan dirinya seperti apa yang dilakukan Ibu mertuanya. "Tapi ibu ingin segera memiliki cucu Arlan...! sudah dua tahun lebih kalian menikah tapi tanda-tanda kehamilan dari Sandrina belum terlihat. Apalagi sudah jelas kata dokter jika istrimu itu berkemungkinan mandul. Untuk kamu pertahankan hah...!!" Cibir Marni yang menatap sinis ke arah Sandrina yang sedang terisak di samping Arlan. "Bu...hentikan semua ini..!!! apa ibu tidak merasa iba pada menantu kita yang sedang mendapat ujian yang berat seperti ini..?? justru Ibu harus merangkul dan membantunya agar bisa melalui semua ini, bukan malah menyudutkannya..!!" Ucap Wijaya Bramanto menengahi perdebatan antara Istri dan juga putranya. Ia yang baru saja tiba dari Kantor terkejut mendengar keributan di ruang keluarga. "Udahlah...Ayah...Ayah itu ngga usah ikut campur deh....ini urusan Ibu..Yah..!!" Ucap Marni yang tak mau mendengar perkataan Wijaya. "Bu...Ayah benar...seharusnya kita semua mensuport Sandrina agar Ia bisa melalui semua ini dengan baik. Mungkin dengan dukungan keluarga bisa membuka rejeki dan kesempatan untuk kami bisa memiliki anak Bu.." Arlan masih mencoba memelas dan memohon pada sang Ibu agar mau mengerti. "Baik...! jika itu yang kalian inginkan. Tapi...Ibu punya syarat untuk Sandrina." Mendengar namanya, sandrina pun mendongakkan wajahnya yang sedari tadi menunduk, menatap ke arah sang Ibu mertua. "Dengar baik-baik Sandrina...Ibu akan memberimu kesempatan setahun...Jika dalam waktu setahun itu kau belum juga hamil...maka ibu minta tinggalkan Arlan. Dan biarkan Ia menikah dengan wanita pilihan Ibu.." Ucapnya dengan mencemooh ke arah Sandrina. "Bu...." "Baik Bu..." Ucap Sandrina memotong perkataan Arlan. "Sayang... ngga!!! kamu jangan termakan omongan Ibu..Aku tak akan mau berpisah denganmu Sandrina. Tidak ada wanita lain selain kamu. Dan apa ini Sandrina..? kau mau mengorbankan pernikahan dan cinta kita hanya karena keinginan ibu yang ingin memiliki cucu?? Tidak Sandrina. Apapun kondisimu aku tetap menerima dirimu..Kumohon..jangan Sandrina." Arlan yang tak terima jika Sandrina mengikuti ucapan sang Ibu untuk meninggalkan dirinya pun angkat bicara. "Mas...maaf...Aku hanya ingin Mas bahagia. Tolong Mas, dukung aku..ayo kita berjuang bersama... dan jika memang Tuhan berkata lain..maka Mas harus bisa belajar melupakan aku jika syarat yang Ibu berikan tak mampu aku penuhi." Enam Bulan Kemudian "Selamat ya San.. akhirnya perjuangan kamu selama tiga tahun ini membuahkan hasil." Terang Dokter Syifa dengan wajah sumringah saat dirinya baru saja selesai membaca hasil pemeriksaan kandungan Sandrina. Sandrina yang masih belum memahami maksud ucapan Dokter Syifa yang sudah Ia anggap Kakak itu pun terlihat mengerutkan keningnya. "Maksud Mba??" Melihat reaksi Sandrina yang sepertinya belum mencerna ucapannya, membuat Dokter Syifa tersenyum. Ia kemudian berdiri dari duduknya yang saat ini berhadapan langsung dengan sandrina, lalu beranjak dan mendekati Sandrina. Ditariknya sebuah kursi lalu Ia tempatkan tepat di sisi Sandrina duduk saat ini. Tersenyum kembali, Ia pun mengusap kedua tangan wanita yang sudah tiga tahun enam bulan belakang ini menjadi pasiennya. Bukan hanya itu, Dokter Syifa pun sudah menganggap Sandrina seperti adiknya sendiri. "San...kau sudah ku anggap sebagai adikku sendiri. Dan kau tahu? Aku begitu bahagia saat tahu jika adikku ini akhirnya mendapatkan apa yang Ia impikan selama ini. Ia akan akan menjadi seorang Ibu..." Ucapnya masih dengan senyum yang terpatri di wajah cantiknya. Mendengar kata demi kata yang Dokter Syifa ucapkan, membuat Sandrina semakin penasaran. Ada apa ini? apa maksud ucapan Dokter Syifa? "Mba...please deh...jangan buat Sandrina penasaran lho Mba..!! kabar apa sih???" Ucapnya membuat Dokter Syifa tertawa kecil kemudian memeluk tubuh Sandrina penuh sayang. "Selamat ya San....kamu akhirnya Hamil.." Bisik Dokter Syifa pada Sandrina. Deg! Mendengar ucapan Dokter Syifa, tubuh Sandrina membeku hingga tak terasa bulir bening pun jatuh membasahi pipinya. Merasa tak ada reaksi dari Sandrina, Dokter Syifa pun penasaran dan mengurai pelukan mereka. Dan alangkah terkejutnya Ia saat melihat wajah Sandrina yang sudah basah dengan air mata. "Hei...hei... what's wrong San...? hmmm? kenapa sedih??? Ngga seneng dengan kabarnya??" Tanya dokter Syifa pada Sandrina yang dijawab gelengan kepala oleh wanita cantik itu. "Teruus...???" Tanya Dokter Syifa lagi. "Mba...Mba ngga lagi ngeprank aku kan??? Mba hanya mau nyenengin aku aja kan Mba...Mba Sandrina mohon... bercandanya jangan kaya gini Mba...!" Tanya Sandrina yang sepertinya masih terkejut dan menyangkal akan berita yang Dokter Syifa sampaikan padanya. Bukannya menjawab, Dokter Syifa justru tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha....Putri Sandrina sayang.....kamu tu lucu banget deh..." Ucapnya mencubit gemas pipi Sandrina. " Ngapain coba Dokter Syifa, S.Pog ini ngeprank kamu! hmmm?? kurang kerjaan banget deh...ih..!!" Sandrina semakin tergugu mendengar ucapan Dokter Syifa. Kali ini hatinya mulai menerima jika apa yang Dokter Syifa katakan bukanlah sebuah prank. "Jadi???" "Kamu 'H A M I L' Putri Sandrina. dan selamat, kamu dapat bonus dari Tuhan. Dua kantung bayi sekaligus.." Ucap Dokter Syifa dengan penuh tekanan yang keyakinan. Tanpa berpikir panjang, Sandrina langsung menghambur ke pelukan Dokter Syifa dengan tangis yang tak lagi tertahankan. "Hu...hu....hu....hu...hu...Ya Tuhan terimakasih sudah memberi aku hadiah ini. Hu...hu ..hu.. terimakasih Mba Syifa. Mba selalu ada buat aku...Aku...aku...aku sangat bahagia Mba...!! "Ia...ia...ia... sama-sama sayang...aku tahu perjuanganmu San. Dan aku turut bahagia dengan kabar ini....!!" "Makasih ya Mba....Sandrina sayang deh sama Mba Syifa..." "Cieeeee...jadi kalau ngga ada kabar kaya gini, kamu ngga sayang sama Aku?? hmmm??" Goda Dokter Syifa membuat Sandrina semakin mengeratkan pelukannya. "Dengar...sampaikan kabar ini pada si Nenek sihir itu ya! Biar dia ngga ngoceh Mulu dan mengatai kamu dengan kata-kata kasar lagi...!" Ucap Dokter Syifa memberi gelar nenek sihir pada Marni, mertua Sandrina. yang di jawab anggukan olehnya. Ya! Dokter Syifa memang sudah sangat tahu tentang bagaimana kehidupan Sandrina selama menjadi pasiennya. Bagaimana Sandrina diperlakukan layaknya babu oleh sang mertua. Bagaimana Sandrina dihina dan dikatai Mandul. Bahkan Sandrina harus rela diceraikan jika wanita cantik itu tak kunjung hamil. Dari situlah akhirnya keduanya menjadi dekat hingga Dokter Syifa sudah menganggap Sandrina adiknya sendiri. Sandrina yang yatim piatu dan Syifa yang hidup sendiri, akhirnya membuat keduanya dekat dan nyambung saat saling bertukar pendapat. "Pasti Mas Arlan bahagia banget deh Mba...Bahkan Tuhan sangat bermurah hati memberi hadiah ini lebih cepat dari perjanjian itu.." Ucap Sandrina dengan wajah bahagia. Sebab, dengan kehamilannya saat ini, Ibu mertuanya itu tidak akan memaksa dirinya lagi untuk berpisah dengan Arlan. Suaminya. "Iya dong...suami kamu pasti bahagia. Karena ini yang kalian tunggu selama ini kan?? Dan sekali lagi selamat ya sayang...jangan banyak pikiran, banyak istirahat dan jangan stress. Oke.!" "Siap Bu Dokter" Ucap Sandrina sembari memberi hormat pada Dokter Syifa. "Oh ya? aku heran kenapa sih mereka ngga ngajak kamu pergi ke luar kota bareng.?? "Sebenarnya ini perjalanan kerja Mas Arlan Mba. Dan kebetulan Ayah dan Ibu ingin liburan. Jadilah mereka berangkat bareng. Dan Aku...yaaaahhh...seperti biasanya menunggu di rumah.." "Hahhhh...kamu yang sabar ya Dek...Oh ya, Kapan keluarga suamimu dan suamimu kembali dari kota B..??" "Sepertinya hari ini Mba..." Setelah perbincangan cukup panjang, akhirnya keduanya memutuskan untuk berpisah. Sebab Sandrina harus pulang sebelum mertuanya itu kembali dari luar kota. Sedangkan Dokter Syifa harus ke ruang operasi untuk membantu ibu yang akan melakukan persalinan. " Jaga diri baik-baik...ingat kamu lagi hamil kembar! kalau ada apa-apa langsung hubungi Mbak ya, Dek!!" "Iya Mbak...kalau gitu..Sandrina pamit ya..! "Hati-hati.." "Baik Mbak.." Keduanya pun berpisah ke tujuan masing-masing. Tak terasa taksi yang membawa Sandrina dari rumah sakit akhirnya mengantarkan dirinya kembali ke rumah sang suami. Setelah membayar ongkos, Sandrina melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Sang Mertua. Saat memasuki ruang keluarga, Sandrina dikejutkan dengan sebuah penampakan yang membuat hatinya sakit. Di Sana terlihat Arlan, suaminya sedang digandeng mesra oleh seorang wanita cantik. Mereka duduk berdampingan. Sedangkan ditempat lainnya ada Ayah dan Ibu mertua Sandrina. Selain itu ada pula dua orang paru baya yang penampilannya sungguh mewah. Sandrina yakin jika mereka adalah kedua orang tua wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan suaminya. "Mas..!! apa-apaan ini??" Suara Sandrina menggelegar membuyarkan percakapan orang-orang yang saat ini dihadapannya. Melihat Sandrina, mata Arlan terbelalak. Ia mencoba untuk melepaskan diri dari sang wanita, namun wanita itu malah tak mengijinkan dirinya dan justru semakin memeluknya. "Sayang...ini...ini..." "Kalian sudah bercerai. Ini surat cerainya. Dan sekarang pergi dari rumah ini...!!" Dengan lantangnya Bu Marni berucap dan melemparkan sebuah map tepat dihadapan Sandrina. Duaarrr!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD