prolog

939 Words
May your choices reflect your hopes not your fears – Nelson Mandela.   Kimmyra duduk merenung di dekat jendela kamarnya. Baginya, malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Ia merenung memikirkan permintaan Papanya tadi. Angin malam berhembus menusuk tulang, seolah mendukung kegalauan Kimmyra. Papanya meminta Kimmyra untuk menikah. Menikah? Tentu saja kata-kata itu bergaung jelas di kepala Kimmy. Siapa wanita yang tidak ingin menikah? Memiliki suami tampan, bertanggung jawab, dan menyayanginya. Semua itu bahkan menjadi salah satu cita-cita yang ingin ia capai. Mungkin jika tidak terlalu tampan ia masih bisa menerima laki-laki itu. Kimmy hanya membutuhkan laki-laki yang bertanggung jawab dan mencintainya. Terlebih pekerjaannya sebagai Wedding Organizer, tentu saja banyak pernikahan yang telah ia tangani dan membuatnya iri lalu ingin cepat menyusul. Tapi sayangnya ia masih belum memiliki pasangan yang pas. Alasan itu juga yang ia berikan pada Papanya. Lagipula, memilih calon suami bukan seperti membeli sabun atau sampo di supermarket, kan? Bahkan membeli sabun dan sampo saja harus tepat supaya cocok. Dengan mudah Papanya memilihkan calon untuknya. Kimmy bahkan tidak mengenal calon yang Papanya pilihkan. Papanya hanya memberikan gambaran fisik jika lelaki itu tampan, baik, kaya, bertanggung jawab, dan lelaki itu adalah anak sahabat Papa sendiri. Kimmy merasa Papanya sudah merancang semua dengan baik dan rapi, seakan Kimmy akan menerima semua. Lalu dengan tegas Papanya bilang, laki-laki itu akan menjadikan Kimmy istri kedua. Hah, istri kedua? Yang benar saja. Dari mana laki-laki bisa dibilang baik ketika ia berusaha memiliki istri kedua? Kimmy tau, banyak laki-laki di luar sana memiliki istri banyak, tapi Kimmy tidak ingin masuk ke dalam daftar yang menjadi istri kedua. Dengan tegas Kimmy menolak usulan Papanya itu lalu pergi ke kamar. Ya inilah yang Kimmy lakukan, hanya duduk termenung di sebelah jendela kamarnya yang berada di lantai dua rumah ini. Kimmy mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia yakin itu pasti Papa atau Mamanya. Kimmy diam di tempat dan tidak berniat membuka pintu, karena ia juga yakin Papa atau Mamanya pasti akan membuka pintu kamarnya. Keyakinan Kimmy terbukti ketika Papanya muncul dari balik pintu dan melangkah masuk. Papa berdehem dan duduk di pinggir ranjang Kimmy. "Kim," panggil Papa. "Papa mau ngomong sebentar." Kimmy dengan malas mendekat ke arah Papanya dan duduk di sebelahnya. "Kim nggak mau kalau Papa masih mau bahas itu. Kim masih bisa cari laki-laki yang hanya mau menjadikan Kim istri pertama dan mencintai Kim tanpa terbagi." "Papa minta maaf untuk itu, Sayang. Papa hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Menurut Papa, Nak Aby cocok untuk kamu." "Pa, Papa nggak buta, kan? Dia udah punya istri dan Papa bilang itu yang terbaik? Papa nggak mikirin perasaan istri pertamanya? Lagipula, kenapa nggak Kak Ingka aja yang Papa jodohin kalau dia baik? Kak Ingka lebih tua dari Kim dan belum menikah." "Ingka sudah ada calon dan Papa nggak mau ngerusak kebahagian kakak kamu." Kimmy tersenyum sinis. "Bukan itu alasan Papa. Alasan yang tepat adalah karena Kak Ingka anak kandung Papa dan aku bukan!" "Nggak ada hubungannya dengan semua itu, Kim!" Suara Papa mulai meninggi. Kimmy berdiri dan berbicara dengan emosi dengan Papanya. "Oke, sekarang Papa mau aku nikah? Kalau itu bisa ngebuat aku nggak hutang budi sama Papa, aku bakal nikah! Bilang ke laki-laki itu aku setuju. Puas, Pa? Sekarang Papa bisa keluar dan tinggalin Kim. Kim nggak mau semakin emosi dan kita malah bertengkar." Dengan wajah marah dan kesal Kimmy melihat ke arah Papanya yang keluar dari kamarnya. Papa memang bukan ayah kandung Kimmy. Bahkan Mamanya juga. Mama Kimmy adalah adik dari Mama Kak Ingka. Mama sudah meninggal semenjak Kimmy berumur delapan tahun. Sedangkan Papanya, ia tidak pernah mengenal Papanya sama sekali meskipun umur Kimmy sudah mencapai duapuluh empat tahun. Dulu sewaktu Mamanya masih hidup, ia pernah bertanya siapa ayanya, dan dengan singkat Mamanya bilang, Papanya orang kaya yang tidak menginginkan keberadaannya, cukup sampai situ. Semenjak itu Kimmy tidak pernah bertanya lagi, bahkan tidak bertanya pada Mama dan Papanya yang sekarang. Memang selama ini Papa dan Mamanya tidak pernah membedakan dirinya dan Ingka. Namun entah kenapa hari ini ia merasakan dibedakan. Dan alasan Papanya itu membuat dirinya semakin sakit hati. Kimmy berusaha menjadi anak yang baik dan penurut untuk mereka, meskipun terkadang Kimmy suka berbuat onar di sekolah sampai Papa dipanggil kepala sekolah. Bagi Kimmy, mereka adalah hal yang tidak bisa digantikan. Bahkan, Kimmy kuliah sambil bekerja agar ia tidak membebani Papanya. Meskipun Papa bukan orang yang kekurangan, justru memanjakan Kimmy dengan fasilitas yang pantas. Sebagai ucapan terima kasih, Kimmy akan melakukan apa saja untuk membuat Papa dan Mamanya bahagia. Tapi Kimmy tidak menyangka, ternyata hal yang membuat Papanya bahagia adalah mengharuskan dirinya menikah dan menjadi istri kedua. Jika bisa, Kimmy ingin berteriak, “Lebih baik hidup sendiri dan menjadi perawan tua dibanding harus menjadi istri kedua!” Kimmy benar-benar tidak sanggup untuk melukai hati istri pertama laki-laki itu. Perempuan mana sih yang sanggup melihat suaminya menikah lagi? Ketika masih berpacaran saja tidak mampu untuk dijadikan pacar kedua, apa lagi setelah menjadi istri? Kimmy yakin ia tidak mampu untuk tidak cemburu dengan istri pertamanya. Bagi Kimmy, menikah adalah hal sakral dan ia tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai bahan mainan. Ia hanya ingin menikah satu kali dan lelaki yang ia nikahi harus bertanggung jawab atas janjinya. Kimmy hanya ingin setia pada lelaki yang akan menjadi suaminya, kesetiaannya seperti tulang belulang yang berada di dalam tubuhnya yang tidak akan berpaling pada tubuh lain. Ia ingin menjadikan suaminya itu tumpuan hidupnya dan tempat berpulang ke dalam pelukan. Menikah tanpa dasar cinta bukan ide yang bagus untuknya. Kimmy menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya. Diam-diam ia merasa menyesal karena telah menyetujui permintaan Papanya. Harusnya ia tidak memutuskan sesuatu ketika hatinya sedang dipenuhi emosi. Jika sudah begini apa yang harus ia lakukan? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD