Hod 38, Syal Buatan Ibu di Bawah Lemari

1966 Words
Sungguh ajaib. Seperti sulap saja, Zidan terbangun dengan sangat segar keesokan paginya. Qisya dan Emran sangat senang melihat Zidan malah bermain-main dengan perawat yang membersihkan badannya. Dokter Ardoni datang untuk memeriksa kondisi Zidan. Dia turut gembira melihat pasien kecilnya yang tampak seperti tidak pernah demam saja sebelumnya. “Bagaimana kalau kita bicara di ruangan saya, Pak, bu?” “Baik, dok,” Qisya dan Emran mengikuti dokter tersebut ke ruangan sebelah kamar inap Zidan. “Silahan duduk, Pak, Bu.” Qisya dan Emran duduk, sementara dokter Ardoni juga duduk di kursinya. “Ada apa, ya dok?” tanya Qisya yang kembali cemas. “Bu, saya lihat sepertinya Zidan masih belum fasih bicara, ya?” Qisya mengangguk. “Iya, dok. Anak saya pernah mengalami demam yang sangat tinggi saat usia 3 tahun. Itu yang menyebabkannya jadi terlambat bicara.” Dokter Ardoni mengangguk. “Zidan sudah sekolah?” “Belum dok.” “Mungkin sudah saatnya Zidan sekolah, bu. Di rumah saja, biar bisa sambil main. Panggil saja guru yang ahli di bidangnya untuk mendampingi Zidan. Saya percaya, dalam beberapa bulan saja, anak Ibu pasti akan bisa bicara dengan lancar.” “Iyakah?” Qisya tampak antusias. “Baiklah dok. Segera saya akan rencanakan untuk memanggil guru ke rumah. Terima kasih banyak atas saran dan perhatiannya dok.” “Sama-sama, bu.” Saat Dokter tengah berbicara dengan Qisya, Emran melihat seorang wanita paruh baya yang duduk menatap ke arah dokter tersebut. Pria itu mengetahui kalau wanita yang dilihatnya bukanlah seorang manusia, melainkan arwah. ‘Kenapa dia terus melihat ke arah dokter?’ pikir Emran sembari ikut melirik ke arah dokter yang masih sibuk. Saat netranya kembali menemui sosok arwah wanita tua, ternyata ia juga tengah menatap ke arah Emran. Mereka saling bertatapan dalam beberapa detik, hingga arwah itu menyadari bahwa Emran bisa melihatnya. “Tolong aku!” ucap arwah tersebut. Emran menatapnya lekat, namun ia tak berbicara untuk membalasnya. “Aku minta tolong padamu. Tolong beritahu Dokter tentang hadiah syal yang sudah aku rajut. Kotak hadiahnya ada di bawah lemari. Itu adalah hadiah ulang tahun untuknya. Sayangnya, aku meninggal lebih dulu sebelum hari ulang tahunnya tiba,” imbuh sang arwah. Tatapan Emran seketika beralih ke area bawah lemari. Pasti bagian tersebut memang jarang di cek. Pantas saja jika sang dokter tidak pernah menemukan keberadaan hadiah dari mendiang sang ibu. Emran menganggukkan kepalanya sebagai bentuk jawaban sanggup atas permintaan tolong arwah tersebut. Meskipun ia belum tahu cara apa yang akan ditempuhnya agar sang dokter bisa mengetahui keberadaan kotak hadiah tersebut. Mustahil rasanya jika langsung bicara secara jujur. Pasti akan menimbulkan suatu masalah yang tidak ingin Emran hadapi. “Aku harus mencari cara, hmm tapi apa ya?” gumam Emran sembari berpikir keras. *** Emran terlihat diam tetapi tidak dengan otaknya yang terus berputar memikirkan cara yang tepat. ‘Apa mungkin aku harus menjatuhkan sesuatu ke dalam sana agar dokter membantu untuk mengambilnya? Tapi apa yang harus aku jatuhkan?’ batin Emran. Ekor mata Emran tak sengaja melirik tangannya yang tersemat cincin pernikahan di jari manisnya. Benda kecil yang melingkar itu merupakan barang yang berharga. Melintas sebuah ide yang cemerlang di otaknya secara mendadak. Jika sampai jatuh ke bawah lemari, pasti dokter tidak hanya tinggal diam. Segera Emran melancarkan aksinya. Ia berpura-pura menggaruk jarinya karena gatal hingga membuat cincin yang berada di tangannya terlepas dan menggelinding jatuh ke bawah lemari. “Ya ampun, cincinku!” pekik Emran yang membuat pandangan Dokter dan Qisya teralih padanya. “Ada apa, Pak?” tanya sang Dokter. “Dok, maaf cincin saya terlepas dan jatuh ke bawah lemari,” jelas Emran dengan ekspresi khawatir. “Oh, tidak apa-apa, Pak. Biar saya bantu untuk mengambilnya,” balas sang Dokter sambil tersenyum. Kening Qisya mengernyit menatap sang suami. Menurutnya, apa yang terjadi kali ini terlihat aneh. Bagaimana bisa Emran melepaskan cincinnya secara tiba-tiba hingga sampai membuatnya menggelinding ke bawah lemari? Biasanya Emran tak pernah melakukan hal konyol semacam itu. Sungguh tidak masuk akal. ‘Mas Emran sedang merencanakan apa memangnya? Mana mungkin sengaja melepas cincin pernikahan kalau tidak ada tujuannya,’ pikir Qisya dalam hati. Dokter langsung membantu Emran untuk menggeser lemari hingga cincin pria itu sudah terlihat keberadaannya. Emran segera mengambil kembali cincinnya. “Terima kasih, Dok!” “Iya, sama-sama,” Pandangan Dokter teralih ke sebuah kotak kado yang berhasil menarik perhatiannya. “Hmm, kotak apa ini?” gumamnya sembari mengambil kotak yang telah berdebu tersebut. Emran termangu menatap ke arah sang dokter yang tengah membersihkan debu yang menyelimuti kotak kado. Apa yang dikatakan oleh arwah wanita tua ternyata memang benar adanya. Dokter membuka penutup kotak kado dan mendapati isi di dalamnya yaitu sebuah syal rajut yang dibuat oleh ibunya. Air matanya seketika menitik sembari memegang hadiah istimewa yang belum sempat diberikan untuknya itu. “Ibu, terima kasih banyak telah membuatkan ini untukku,” ucapnya sembari memeluk syal tersebut. Jika seandainya sang ibu masih ada di dunia, pasti ia akan langsung memeluknya. Qisya dan Emran saling bertatapan. Sorot mata perempuan itu terlihat begitu bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi Emran tak memberi penjelasan sedikit pun pada Qisya di sana. Dokter menatap Emran dengan mata yang berkaca-kaca. Ia begitu bersyukur bisa menemukan hadiah yang diberikan oleh ibunya. “Terima kasih banyak, Pak. Secara tidak sengaja anda membantu saya menemukan hadiah dari mendiang ibu saya,” ucap Dokter dengan suara yang parau. Ia membersihkan sisa air mata dengan punggung tangannya. Emran tersenyum sembari mengangguk samar. “Iya, sama-sama, Dok.” Pandangan Emran beralih ke arah arwah wanita tua yang terus menatapnya. “Terima kasih,” ucap sang arwah kepada Emran. Berselang beberapa detik saja, arwah wanita tua telah menghilang bersamaan dengan cahaya matahari. *** Qisya mengusap lembut kening Zidan hingga bocah empat tahun itu tertidur pulas. Ia menyelimuti sang putra dan beranjak pergi dari atas ranjang dengan perlahan agar jangan sampai Zidan terbangun. Qisya mendudukkan tubuhnya di samping Emran yang tengah asyik menatap layar ponselnya. “Mas!” ucap Qisya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Emran. “Iya, Sya?” Emran menyingkirkan ponsel dari hadapannya. Fokusnya beralih pada Qisya yang kini berada di dekatnya. “Tadi Mas Emran hanya pura-pura ya? Maksudku, soal cincin yang kamu jatuhkan ke bawah lemari,” tebak Qisya dengan netra yang menatap lekat Emran. Mengamati sepenuhnya ekspresi Emran agar jangan sampai suaminya menipunya. “Iya, aku memang hanya pura-pura saja,” sahut Emran. “Pantas saja. Tadi aku heran kenapa kok tiba-tiba cincinnya dilepas, aneh sekali.” “Saat kita berada di sana, aku melihat arwah wanita tua yang ternyata merupakan ibu dari dokter. Arwah itu bilang kalau dia ingin aku memberitahu tentang kotak kado yang berisi syal rajut di bawah lemari. Makanya aku sengaja menjatuhkan cincinku,” jelas Emran. “Oh, syukurlah arwah itu bisa bertemu dengan Mas Emran,” tanggap Qisya sembari menghela napasnya lega. *** Hari kedua berada di kota Surabaya, sehabis pulang seminar, Qisya mengajak Emran dan Zidan untuk wisata kuliner. Mereka datang ke pusat jajanan dan menemui berbagai jenis makanan serta restoran. “Zidan mau makan apa?” tanya Qisya pada sang putra yang berada di gendongan suaminya. Zidan memutar pandangannya dengan bingung. Serasa ia ingin makan semuanya. “Ma u se mua,” jawab Zidan yang membuat kedua orang tuanya tergelak. Qisya menggelitik perut Zidan. Balita itu tertawa geli mendapati tingkah ibunya. “Apakah perut kecil ini bisa menampung semuanya?” ujar Qisya sambil terus mendusel perut Zidan hingga semakin menciptakan rasa geli yang teramat sangat pada balita tersebut. “Iya, Zi dan bi sa se mua,” jawabnya setelah Qisya menghentikan perbuatannya. Emran mengedarkan pandangannya ke arah sekelilingnya. Lautan manusia tampak memenuhi setiap restoran pada siang ini. Tetapi, terdapat satu warung yang berhasil menarik perhatiannya. Sebuah warung yang bersih dan bagus, tetapi tidak ada satu pun orang yang berkenan mampir di sana. Sebenarnya, apa yang terjadi? Mata Emran memicing menatap warung tersebut. Dapat ia rasakan kalau ada hal yang ganjil yang membuat warung itu enggan didatangi oleh pengunjung. “Astaga, jahat sekali!” gumam Emran terkesiap. “Sya!” Emran menepuk bahu Qisya yang sedang bingung memilih jajanan mana yang akan dibeli. Qisya memutar lehernya dan menatap Emran dengan mata yang membeliak. “Iya, Mas? Ada apa? Kita jadinya jajan di mana?” responnya beruntun. “Kau lihat warung yang ada di sebelah sana?” tanya Emran yang langsung mengalihkan tatapannya ke sana. “Iya, aku melihatnya, Mas. Di sana sangat sepi ya,” sahutnya dengan wajah menampakkan rasa kasihan. “Iya, di sana sepi karena ada yang menutup jalan rezeki warung itu,” ujar Emran. Qisya terbelalak. Ia menatap sang suami seperti tak percaya. “Hah? Kok bisa, Mas?” “Iya, sepertinya ada orang yang sengaja melakukan itu karena persaingan bisnis mungkin,” sahut Emran sembari mengedikkan bahunya. “Kalau begitu bagaimana kalau kita yang makan di sana? Dan Mas Emran juga harus memikirkan cara agar warung itu kembali mendapatkan rezekinya,” usul Qisya. “Ide yang bagus, Sya. Baiklah, kita akan makan ke sana dan aku akan memikirkan caranya pelan-pelan.” Sesampainya di sana, mereka langsung disambut oleh pemilik warung yang begitu ramah. “Selamat datang,” ucapnya memberi sambutan. Emran dan Qisya memberi senyuman sebagai balasan atas sambutan hangat mereka. Pemilik warung tersebut adalah sepasang suami istri yang masih muda. Sudah satu minggu warung mereka tidak pernah didatangi oleh pengunjung. *** Kedatangan keluarga Emran tampak seperti secercah harapan bagi mereka. Hampir saja pemilik warung menyerah karena tidak pernah ada satu pun orang yang tertarik untuk mampir ke sana. Sementara di sisi lain, mereka terus melihat betapa ramainya warung-warung yang berada di sekitar mereka. Padahal, kejadian ini tidak pernah mereka alami sebelumnya. “Kami pesan nasi goreng 3, yang satu jangan pedas ya karena untuk anak kami,” ucap Qisya. “Baik, ditunggu ya,” respon pemilik warung yang begitu girang atas pesanan mereka. Emran mengedarkan pandangannya menelaah seisi ruangan. Berharap ia dapat menemukan penyebab dibalik rezeki warung yang telah ditutup. Sebuah lukisan hidangan yang sangat bagus terpajang di dinding. Lukisan ini memakai frame yang terbuat dari kotak triplek. Emran memicingkan matanya mengamati dengan seksama lukisan tersebut. Sebab lukisan hidangan itu begitu menarik perhatiannya. Seperti ada sesuatu yang janggal di balik keindahannya. “Hmm, apa itu? Seperti ada sesuatu di balik frame lukisan itu,” gumam Emran berspekulasi. Terlihat sebuah benda yang tersimpan di balik frame. Emran mengarahkan tatapannya pada suami istri yang masih sibuk menyiapkan pesanan. Berselang tidak lama, pesanan nasi goreng telah tiba di meja mereka. “Bolehkah saya bicara tentang apa yang saya lihat di sini?” Ucap Emran memulai obrolan. Pemilik warung menghentikan langkah kakinya dan berbalik badan menatap Emran. “Iya Tuan, ada apa ya?” responnya dengan kening yang mengernyit. Satu ketakutan yang berada di hatinya adalah komplain dari pelanggan. “Ada yang sudah menutup rezeki dari warung kalian sehingga membuat keadaannya menjadi sepi. Orang-orang tidak bisa melihat warung kalian sama sekali,” ucap Emran yang membuat pemilik warung terperanjat. Sepasang suami istri itu saling bertatapan satu sama lain. Kemudian pandangan mereka kembali mengarah pada Emran yang kini bangkit dari duduknya. “Hah? Jadi itu yang menyebabkan warung kami sepi?” tanya pemilik warung yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Emran. “Tuan, bisakah kau menolong kami?” pinta sang pemilik warung sambil menangkupkan tangannya memohon dengan penuh harap. Jari telunjuk Emran mengarah ke lukisan hidangan yang tergantung di dinding. “Aku merasa, ada sesuatu yang tersembunyi di balik frame lukisan itu. Kalian bisa mengeceknya,” ucapnya memberi arahan. Tanpa berpikir lebih lama, si pemilik laki-laki langsung menurunkan lukisan tersebut. Mereka membuka frame yang terbuat dari triplek tersebut dengan jantung yang berdegup kencang. Merasa penasaran dengan apa yang Emran katakan. “Astaga! Apa ini?!” Setelah frame terbuka, mereka semua terkesiap saat mendapati isi di dalamnya. Terdapat sebuah bungkusan kain yang berisikan rambut, beras, bunga, cutter, dan benda-benda lainnya yang terkenal digunakan di dalam ilmu hitam. Bungkusan itulah yang selama ini berhasil menghilangkan warung dari pandangan orang-orang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD