Hod 1, Kecelakaan

1511 Words
Tak ada yang aneh ketika Emran Danial menghabiskan menit terakhirnya pagi ini di ruang kerjanya yang lumayan besar. Dia sudah mengecek semua anggota yang satu shift dengannya. Juga seluruh cctv yang terpasang. Semuanya aman dan terkendali, sama seperti malam-malam sebelumnya. Dia juga sudah menghabiskan satu termos kopi seduhan Qisya, istri tercintanya, meski di ruangannya sebenarnya ada beberapa jenis kopi kemasan yang tersusun rapi di dalam lemari. Bukan hanya kopi. Macam-macam teh juga selalu tersedia dan tak pernah kehabisan. Termasuk gula putih dan gula aren. Tetapi entah mengapa perasaan Emran pagi ini agak berbeda. Ada sedikit kekhawatiran meresap masuk ke jiwanya. Apa karena ponsel Qisya tidak aktif? Usai salat subuh, Emran mencoba menghubungi Qisya kembali, setelah berkemas. Ranselnya sudah bertengger di belakangnya. Siap untuk berangkat pulang. Tetapi ponsel Qisya masih tidak aktif. Apa ponsel istrinya sedang kehabisan baterai? Mungkin sedang dicharge. Biasanya Qisya memang mematikan ponselnya jika sedang mengisi daya. Emran menghela napas. Tentu saja itu alasannya. Qisya aman-aman saja di rumah. Lingkungan rumah mereka selama ini aman dan nyaman. Ada sekuriti yang berjaga di tiap jalan masuk. Tidak akan ada sembarang orang diizinkan memasuki areal perumahan. Perasaan itu membuat Emran tenang. Tiba-tiba air phone di ruang kerjanya berdering. Buru-buru diangkatnya karena hanya ada dua kemungkinan mengapa alat komunikasi itu berdering. Atasannya memanggil atau ada masalah. “Pak, bisa tolong ke lantai dua? Ada pelanggan mabuk yang mengamuk!” terdengar suara seorang wanita terbata-bata. Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Emran meletakkan ranselnya ke meja dan langsung memburu tangga menuju lantai dua. Salah satu pintu ruangan khusus karaoke keluarga tampak terbuka dan memperdengarkan suara-suara tak lazim. Suara teriakan dan bentakan. “Panggil dia! Aku ingin kalian memanggilnya! Kalau tidak, aku akan tetap di sini dan tak segan-segan melukai siapa pun yang mencoba melawanku! Kalian paham?” teriak suara seorang laki-laki berasal dari dalam kamar tersebut. Emran mencapai pintu dan melihat pemandangan yang tidak biasanya. Seorang pria bertubuh besar tampak berdiri dan mengacung-acungkan pisau. Pria itu hanya mengenakan celana panjang dan kaos dalam saja, sementara kemejanya terhampar di lantai. Mukanya yang bulat tampak memerah, demikian juga kedua bola matanya, dan dengan kondisi rambut acak-acakan. Jelas sekali pria itu sedang mabuk berat. Sementara ruangan tersebut sudah kacau balau. Gelas dan botol-botol berpecahan, sementara sofa dan meja semuanya terbalik. Layar monitor tv plasma besar yang ditanam di dinding pecah. Di lantai tampak olehnya Verry, anak buahnya, terduduk sambil memegangi pahanya yang terluka dan mengeluarkan banyak darah. Beberapa pria yang mungkin teman si pemabuk meringkuk di sudut ruangan, tidak berani bergerak. Dua orang gadis karaoke saling berpegangan tangan karena ketakutan, di belakang para lelaki tersebut. Emran mundur sampai ke balik dinding kamar dan segera menelepon polisi dan ambulan. Peraturan mengharuskannya melakukan tindakan pencegahan sesegera mungkin, karena bahaya yang akan ditimbulkan oleh seorang yang memiliki senjata tajam, bisa saja sangat berbahaya jika dihadapi sendiri. Usai menelepon, Emran melangkah perlahan ke ambang pintu tanpa melakukan gerakan yang mengejutkan. “Hei, siapa lo? Cukup di situ saja! Atau gue lukai cewek-cewek itu!” ancam pria besar tersebut sambil mengacungkan pisaunya ke arah dua cewek karaoke yang sedang ketakutan. Pria besar yang sedang mabuk itu langsung menghalangi Emran masuk dengan tubuhnya yang besar. Meski sempoyongan, tampaknya pria itu masih mampu mengendalikan dirinya. “Sabar, Pak. Tolong bersabar,” tahan Emran cepat sambil menghentikan langkahnya. Dilihatnya Verry tampak kesakitan. Darah segarnya sudah menggenang di lantai. Mungkin tadi Verry sempat berkelahi dan berakhir dengan luka yang mungkin cukup parah di kakinya. “Saya Emran Danial, kepala sekuriti di café ini. Saya hanya ingin memeriksa kondisi anak buah saya. Tampaknya dia terluka parah. Izinkan saya masuk, oke?” “Tidak! Panggilkan dulu dia! Baru lo boleh masuk!” bentak pria besar tersebut kembali mengacungkan pisaunya untuk mengancam Emran. “Dia … siapa, Pak?” “Siska! Panggilkan Siska atau gue akan mengamuk lagi seperti tadi!” “Siska siapa, Pak? Bisa berikan nomor teleponnya biar saya telepon dan memintanya datang kemari?” “Siska! Dia mantan istri gue! Sudah berkali-kali gue nelepon, tapi nomornya tidak aktif! Dia pasti sudah mengganti nomor hapenya ….” “Kalau nomornya sudah diganti, bagaimana cara kita memanggilnya, Pak?” “Gue gak mau tahu! Lo cari Siska sampai dapat, baru gue lepasin mereka semua!” Emran memutar otak. Dia harus mencoba mengulur-ulur waktu sampai polisi datang. “Sabar, Pak! Gini saja, apa Bapak punya ponsel? Mungkin di ponsel itu ada nomor teman-temannya?” “Gue sudah menelepon temannya. Tapi gak dijawab!” ujar pria tersebut dengan nada kasar karena marah. “Sama saja semuanya seperti Siska. Dasar perempuan murahan! Sudahlah! Jangan buang-buang waktu! Cari Siska dan bawa ke sini. Dia harus menjawab ku. Jika tidak, aku akan di sini saja sampai kiamat!” Emran mendesis kesal. Dia bisa saja menerobos masuk dan mencoba merampas pisau di tangan pria besar itu. Dengan ilmu bela diri yang dimilikinya, dia yakin mampu menumbangkan pria besar di dalam ruangan tersebut. Namun Emran terikat dengan undang-undang yang berlaku di departemennya. Bahwa dia atau anak buahnya tidak boleh melakukan tindakan gegabah yang kemungkinan besar akan menyebabkan kecelakaan lebih parah dari kondisi semula. Tindakan gegabah bisa membuat diri sendiri atau orang lain terluka. Mungkin saja tadi Verry mencoba menghentikan pria itu. Dan hasilnya, anak muda itu malah terluka parah. Emran tak boleh memperburuk kondisi yang sudah terlihat buruk itu. Ada dua staf wanita cafe dan sekelompok pelanggan yang dipertaruhkan keselamatannya. “Hoi! Buruan cari Siska! Atau gue obrak-abrik tempat ini!” “Baik, Pak. Baik. Saya akan segera mencari Siska. Tapi tolong bebasin gadis-gadis itu dulu, bagaimana? Kasihan mereka pasti sangat ketakutan.” “Enak saja! Lo kira gue bodoh?” Emran mendesis kesal. Dia menghindar ke balik dinding luar kamar. Saat yang sama, dilihatnya Irfan Huzair, sang owner café keluar dari dalam lift. Langkahnya panjang mencapai Emran. “Ada apa ini?” Emran langsung menceritakan situasi yang sedang mereka hadapi. “Dasar orang gila! Pantas saja istrinya meninggalkannya!” gerutu Irfan marah. Saat yang sama, tampak beberapa orang berseragam polisi datang melalui tangga. Salah seorang memperkenalkan diri sebagai Iptu Hendrawan. Dia yang memimpin kelompok bersenjata lengkap tersebut. Setelah Emran menjelaskan situasi di dalam ruangan, kelompok kecil yang terdiri atas empat orang tersebut menyerbu masuk tanpa memberi aba-aba. Situasi sontak mencekam ketika Iptu Hendrawan berteriak meminta si pria besar menyerah. Terdengar suara teriakan para wanita dan bara-barang berjatuhan seperti sedang dilanda angin topan. Emran melihat si besar berusaha melawan dengan mengambil salah satu gadis untuk menjadi sanderanya. Tetapi Iptu Hendrawan bereaksi lebih cepat. Dia melompat dan mendarat tepat ke punggung si besar dan keduanya jatuh di atas meja kaca hingga menyebabkan suara benda pecah yang amat keras. Tak sampai lima menit, polisi membawa si besar keluar dengan tangan di borgol di belakang. Beberapa petugas medis datang menyusul dan langsung mengevakuasi Verry ke rumah sakit. Para sandera yang terdiri beberapa pelanggan dan dua gadis karaoke diminta ikut untuk memberikan keterangan. Dan akhirnya semua berakhir dengan aman. Irfan tersenyum dan menepuk pundak Emran. “Thanks, Bro! Lo sudah bertindak sebagaimana mestinya dengan langsung menelepon polisi dan ambulans dan gak sok-sokan menjadi pahlawan.” Emran mengangguk lega. “Makasih, Bang.” Irfan mengangguk. “Lo udah ganti shift, kan? Pulanglah. Istri lo pasti udah nungguin.” “Baik, Bang. Sampai jumpa besok. Assalammualaikum!” Emran menundukkan kepala untuk memberi hormat. Irfan membalas dengan menepuk lengan Emran sekilas. Jam baru menunjukkan pukul lima pagi, ketika Emran memacu motor besarnya menuju jalan besar. Belum banyak kendaraan yang memenuhi jalan utama kota Jakarta. Baru satu dua berikut angkutan kota dan pemotor juga. Matahari belum keluar dari persembunyiannya. Udara pagi masih terasa dingin, meski jaket Emran sudah cukup tebal dan helm nya tertutup rapat. Biasanya, perjalanan menuju rumah hanya sekitar setengah jam lebih sedikit saja kalau lalu lintas masih selancar sekarang. Beberapa menit lagi, dia akan sampai rumah dan bertemu dengan wanita yang sangat dicintainya selama tiga tahu belakangan ini. Emran melirik ke belakang melalui kaca spion motornya saat ia merasa ada cahaya terang berada di belakangnya. Ada sebuah mobil pick up yang tampaknya berjarak terlalu dekat dengan motornya. Emran memutuskan lebih melajukan motornya untuk menjaga jarak. Tetapi anehnya, mobil yang di belakang ikut mempercepat laju kendaraannya hingga kembali tepat di belakang Emran. ‘Apa-apaan?!’ gerutu Emran kembali memacu motornya. Tapi lagi-lagi mobil di belakangnya ikut melaju cepat hingga kembali tepat di belakangnya. Emran merasa terganggu. Dia curiga pengemudi mobil itu sengaja melakukannya. Mungkin ingin mengganggu perjalanannya. Tapi kenapa? Ada masalah apa pengemudi itu sampai harus mengganggunya? Beberapa meter di depan, ada sebuah persimpangan. Emran memutuskan mengambil jalan lain untuk memastikan kalau dia memang sedang diikuti. Ternyata, saat Emran membelok, mobil di belakangnya tidak mengikuti dan berjalan lurus saja. Perasaan lega menjalar memasuki jiwanya. Tetapi beberapa saat kemudian, Emran merasa ada cahaya terang melaju kencang ke arahnya. Emran langsung mengambil jalan lebih ke sisi kiri. Namun Sayang, mobil di depannya tampak memacu kecepatan dengan maksimal dan dalam waktu sedetik sudah berada tepat di hadapannya. Emran tak dapat lagi menghindar ketika bamper depan mobil pick up di hadapannya menghantam motornya dengan sangat kuat. Benturan tersebut membuat tubuhnya terpental ke udara. Dan ia masih sempat berteriak sebelum jatuh menghantam aspal dengan sangat keras. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD