Hod 7, Hanya Gerakan Refleks

1177 Words
Qisya memandang dengan bola mata membesar. "Apa? Jangan bercanda, Mas!" "Serius, Sya! Memang hanya sekilas. Tapi aku yakin sekali sempat melihat tangan suamimu bergerak. Maksudku jarinya. Juga kelopak matanya," Irfan berusaha meyakinkan adik sepupunya atas apa yang baru dilihatnya. Lagi pula, untuk apa dia berbohong dalam kondisi seperti sekarang ini? Hanya akan menambah kesedihan adiknya saja, kan? Selucu-lucunya humor yang bisa disampaikannya kepada Qisya, gak mungkin juga tentang suami adiknya yang saat ini sedang dalam kondisi tak sadarkan diri, kan? Qisya langsung mendekat dan menyapa Emran. Membelai rambutnya sambil memanggil dengan lembut. "Mas ... apa kamu mendengarku, Mas? Mas Emran? Mas?" Irfan tak mau ketinggalan Dia menepuk pelan lengan adik iparnya. "Bro, kau tadi terbangun dan menggerakkan jarimu, kan?" Qisya memandang Irfan dengan mata digenangi air. "Bro, kalau kau tadi benar telah bangun, coba gerakkan kembali jarimu, Bro!" Irfan menepuk-nepuk pipi adik iparnya tersebut. "Emran! Kalau kau mendengarku, tolong gerakkan jarimu. Oke?" Harapan Irfan dan Qisya tidak terwujud. Emran masih dalam kondisi yang sama seperti sebulan yang lalu. Diam tak bergerak. Hanya dadanya naik turun seiring tarikan napas. "Mungkin kita harus menyampaikan apa yang kulihat tadi ke dokter, Sya." Qisya langsung memencet bel di samping ranjang. Seorang perawat masuk beberapa saat setelah mendapat panggilan tersebut. "Aku melihat jari dan kelopak mata adikku bergerak, Sus," demikian Irfan langsung menjawab pertanyaan perawat wanita tersebut. Sang perawat memeriksa Emran sesaat. "Mungkin hanya gerakan tak disengaja saja, Pak. Tetapi untuk lebih pastinya, saya akan memanggil dokter Wisnu." Perawat tadi segera keluar ruangan, sementara Qisya dan Irfan menunggu dengan sabar. Tak lama, dokter yang menangani Emran masuk disusul perawat tadi. Irfan kembali menjelaskan apa yang dilihatnya. Lalu dr. Wisnu memeriksa kondisi Emran dengan seksama. Dari mata, pernapasan dan semuanya. "Bagaimana, dok? Apakah mungkin itu tanda-tanda suamiku akan siuman?" tanya Qisya tak sabar. "Saya tidak bisa mengatakan kalau itu sebuah respon, Bu," jawab dr. Wisnu. "Maksud dokter?" "Sering terjadi sebuah gerakan refleks pada pasien koma, Bu. Sama seperti ketika kita tertidur. Kita juga pernah melakukan gerakan yang tidak kita sengaja. Refleks dari bawah alam sadar kita." Qisya terduduk lemah. Barusan harapannya meninggi, berpikir kalau suaminya mulai menunjukkan respon kesadaran. Tapi jawaban dokter membuatnya melemah. Irfan memegang bahu Qisya, berusaha menghiburnya. "Kau jangan kecewa seperti itu, Sya. Aku yakin sekali Emran pasti akan segera sadar. Bukankah begitu, dok?" Dr. Wisnu mengangguk pasti. "Benar, Pak. Bu. Melihat dari perkembangan kesehatan Pak Emran, saya percaya pasien akan segera siuman. Teruslah melakukan apa yang selama ini Ibu lakukan terhadap pasien. Mengajak bicara, membacakan buku dan lainnya. Hal itu sangat berpengaruh baik pada pasien. Kita berharap aja yang terbaik untuk pasien. Semoga dalam waktu dekat ini, pasien akan siuman." Qisya mengangguk. Walau hatinya sedih, namun dia tahu, dia harus sabar. Lebih sabar dan berbesar hati. Tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Qisya percaya Allah akan menyebutkan suaminya. Emran adalah pria yang taat dan rajin mendekatkan diri pada sang pencipta. Allah pasti sangat menyayanginya dan akan memberinya kesembuhan. Qisya tak pernah lepas bersujud memohon kesembuhan bagi ayah dari anak semata wayangnya tersebut. Sebuah panggilan telepon membuat Irfan harus kembali ke cafe. "Jika ada kesempatan, besok aku akan datang lagi," ucapnya sebelum meninggalkan ruangan. "Mungkin ada yang kau inginkan? Biar aku akan membawakannya besok." "Tidak ada." "Masa kau tak menginginkan sesuatu?" "Ohya, ada. Aku ingin sesekali kau membawa pacarmu ke sini!" Irfan terbatuk mendengar permintaan yang sungguh tak disangkanya tersebut. "Apa? Pacar?" "Iya, kau tak salah dengar." "Permintaan yang tak masuk akal!" Irfan tertawa geli. "Kau tahu aku belum punya pacar." "Makanya, cari!" Sekali lagi Irfan tertawa. "Kau pikir seperti mencari sendal yang hilang sebelah, gitu?" "Dunia sudah mau kiamat, tapi kau masih saja betah menjomblo!" "Dunia masih lama kiamat!" "Jadi kau memutuskan untuk bermalas-malasan sambil menikmati kesendirianmu?" sindir Qisya cepat. "Atau kau masih belum bisa move on dari yang lama?" Irfan diam sejenak. Dia memikirkan sesuatu. Sebuah wajah dan serentetan peristiwa melintas sejenak, membuat wajahnya berubah keruh. "Aku sudah move on, adikku!" "Kudengar kau punya manajer baru. Seorang wanita." Irfan mengernyitkan keningnya. "Pasti Dion yang bilang, ya?" "Rani, tepatnya." "Yah, sama aja itu. Rani pasti tahu dari Dion juga!" "Katanya cantik." Irfan mengangguk."Memang cantik." "Tetapi?" "Tapi bukan tipeku." Qisya mengibaskan tangannya. "Kalau begitu, jelas kau masih belum bisa melupakan yang terakhir?" Qisya melihat kakak sepupunya tersebut menghela napas berat. "Apa kau tidak tahu, seorang CEO jomblo lebih tinggi nilainya dari yang sudah berpasangan?" "Kau seolah ingin melelang dirimu saja." Irfan tergelak. "Kau tenang saja, adikku. Tentulah suatu hari aku akan mencari pasangan hidup yang mau menua denganku." "Jangan terlalu lama, Mas. Barusan pas tadi kau menyisir rambutmu, aku sudah melihat uban!" Sekali lagi Irfan tergelak. Menit berikutnya dia sudah keluar dengan langkahnya yang lebar. Qisya membalikkan badan. Melihat ke arah tempat tidur. Dan betapa terkejutnya dia melihat mata kanan suaminya terbuka lebar! * Qisya duduk di kursi di samping ranjang, sambil memperhatikan dr. Wisnu memeriksa kondisi Emran secara keseluruhan. Hatinya mengembang lebar melihat suaminya mampu duduk di tempat tidur selama pemeriksaan. Tadi, saat melihat mata kanan suaminya terbuka, sementara yang sebelah kiri masih diperban, buru-buru dia keluar dan menjerit memanggil dokter. Irfan yang sudah berada di depan lift, langsung berlari mendatangi Qisya begitu mendengar jeritan sepupunya tersebut. di dalam bayangan, telah terjadi sesuatu yang berbahaya, hingga dia lebih memilih kembali dari pada melanjutkan perjalanan ke cafe ya. Namun begitu menyaksikan adik iparnya siuman, perasaannnya menjadi lega. Dokter sedang memeriksa seluruh inci tubuh Emran. Saat yang sama, kedua orang tua Qisya juga langsung datang begitu Qisya menelepon. Dion ingin datang, sayangnya dia sedang mendapat shift malam. Rani dan anak-anak juga terpaksa sabar menunggu besok pagi jika ingin datang. Usai pemeriksaan, Emran mengaku sangat lelah dan mengantuk. Dengan lemah, tangannya menggenggam jemari Qisya. Memandang dengan kerinduan yang mendalam. "Itu normal, Pak. Bagus jika Bapak ingin tidur, sementara saya ingin menyampaikan beberapa hal kepada Bu Qisya." "Iya, Mas. Tidak apa-apa. Tidurlah kembali. Aku tidak akan kemana-mana seperti selama ini." Emran mengangguk dan sedikit tersenyum. Beberapa saat setelah Perawat membaringkannya kembali, dan melepas beberapa selang dari tubuh Emran, pria itu langsung tertidur, seakan sudah sekian lama tidak tidur. "Bagaimana, dok?" tagih Qisya cepat. Saat itu, orang tua Qisya juga sudah datang. Irfan ingin tetap di di sana sayangnya ponselnya kembali berdering dan dia benar-benar harus kembali ke cafe. "Secara keseluruhan, kondisi Pak Emran sangat bagus. Pasien tidak lagi memerlukan mesin pemompa oksigen dan beberapa alat lainnya." "Alhamdulillah," ucap Qisya bersamaan dengan kedua orang tuanya. "Saya yakin sekali, kesehatan pasien sangat berkembang pesat atas perawatan Bu Qisya juga," sambung dr. Wisnu tersenyum. "Besok dokter spesialis mata akan melakukan serangkaian tes untuk mengetahui seberapa besar kerusakannya. Semoga saja apa yang kita takutkan selama ini, tidak terjadi." Sekali lagi Qisya berucap syukur suaminya telah kembali kepadanya. Tidak ada yang perlu dicemaskan pada tubuh Emran. Dalam beberapa hari jika Emran ingin turun dari tempat tidur, sudah diperbolehkan. Mengingat sebelumnya ada keretakan pada tulang kering Emran, suaminya itu pasti akan memerlukan waktu untuk bisa kembali berjalan normal. Yang kini menjadi ketakutan Qisya adalah mata kiri suaminya. Semoga saja besok usai dites, mata itu bisa kembali normal. 'Tolong jangan sampai buta, ya Allah,' doa Qisya dalam hati. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD