Chapter 16 – Gun and a Silhouette

841 Words
Aku selalu merasa skeptis tentang film-film detektif yang melibatkan seorang aktor yang menyelinap masuk ke sebuah tempat asing. Maksudku, aku pikir itu tidak realistis. Secara diam-diam menyusup ke suatu tempat tentu saja tidak akan jadi semudah itu. Terutama jika tempat tersebut penuh dengan orang-orang yang ingin membunuhmu. Namun, agaknya Ashley telah berhasil menunjukkanku hal yang mampu membuatku bungkam. Sepanjang perjalanan, kami memang sempat menyaksikan beberapa polisi berkeliaran di dalam gedung. Namun, entah bagaimana Ashley melakukannya, kami berhasil lolos dengan trik-trik yang sejatinya terdengar bodoh: merangkak di bawah meja yang tertutupi kain; melepas sepatu saat kami harus berlari agar tidak menimbulkan suara; hingga yang paling konyol adalah menahan napas saat kami hanya dipisahkan oleh dinding dari para guru atau penjaga. Kami menyelinap masuk melalui rute memutar yang sudah Ashley hafal di luar kepala. Kami berempat sibuk melepaskan sepatu dan kaus kaki kami karena kata Ashley setelah ini kami harus berlari. Suara pantofel kami yang beradu dengan lantai jelas akan membuat suara yang gaduh—kami tidak ingin hal itu terjadi. Baru saja hendak menikung di sebuah perempatan koridor kelas, tiba-tiba saja Ashley—yang ada di paling depan karena dia memimpin—mengangkat tangannya ke udara, pertanda bagiku, Hilary, dan Carlotta untuk berhenti. Nyaris seperti gerakkan yang otomatis, kami seketika membeku dalam posisi merengguh. “Ada yang aneh,” ujar Ashley lirih. Ini pertama kalinya dia angkat bicara setelah ucapan terakhirnya di taman asrama tadi. Sebelumnya dia hanya berkomunikasi dengan bahasa tubuh. “Ada apa?” tanya Hilary yang ada di balik punggung Ashley. “Tidak seharusnya lampu di koridor ini dimatikan,” jawab Ashley. “Tidak sebelum pukul 12 malam lewat.” “Dan itu artinya?” Carlotta bicara. “Aku tidak tahu. Ini belum pernah terjadi sebelumnya.” Kedua mata Ashley dengan liar menyusuri seluruh penjuru koridor di hadapan kami. Aku pun memutuskan untuk mengikuti ke mana arah tatapan Ashley, dan aku menemukan deret koridor gelap yang hanya disinari cahaya bulan yang menyusup melalui ventilasi udara dari pintu-pintu kelas di kanan dan kirinya. Aku sama sekali tidak bisa melihat apa yang ada di ujung sana. Terlalu gelap. Dan ketidaktahuan itu membuatku takut. “Apa jangan-jangan ini ada hubunganya dengan penyekapan yang kau maksud tadi?” celetukku pada akhirnya, selagi menyikut lengan Hilary. Selagi memerhatikan koridor yang hendak kami lalui, Hilary menggeleng. “Aku tidak yakin,” balasnya. “Apa pun itu,” ujar Ashley, “kita harus tetap maju sebelum ada yang melihat kita.” “Kau yakin?” tanya Hilary skeptikal. “Kita tidak punya pilihan lain, bukan begitu?” kata Ashley. Kami semua bungkam. Bahkan Hilary yang biasanya selalu mempunyai ide-ide gila, kini tidak sanggup mengatakan apa pun dan lebih memilih untuk mengulum lidah. “Ikuti aku,” kata Ashley memecah hening. “Perhatikan aba-aba yang kuberi.” Setelah mengatakan hal tersebut, gadis itu langsung berbelok secepat kilat ke koridor yang ada di sebelah kanan kami. Aku, Hilary, dan Carlotta sibuk menjengukkan kepala untuk mengikuti pergerakkan Ashley. Kusaksikan gadis itu kini dengan berhati-hati merungguh dan merangkak tanpa suara. Tak butuh waktu lama baginya untuk mencapai area ujung koridor yang tidak mendapat penerangan. Untuk sesaat sosoknya ditelan angin malam. Namun, perlahan-lahan kegelapan lorong tersebut terkikis oleh sekelebat cahaya yang berasal dari ujung sana. Kami pun menangkap siluet Ashley yang ternyata tengah menempelkan punggungnya sendiri ke dinding. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan, wajahnya penuh teror. Kami semua tahu apa yang sedang terjadi. Ada seseorang di ujung koridor. Dengan gerakkan yang gesit, tetapi tidak menimbulkan suara, Ashley langsung berlari kembali ke arah kami. Namun, ia melampaui tempat kami berada dan menuju salah satu pintu kelas yang ada di salah satu koridor lain. Gadis itu merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan sekumpulan kunci yang diikat dengan seutas tali. Dengan keyakinan penuh, Ashley memasukkan salah satu kunci ke dalam lubang pintu lantas mendorong pintu tersebut hingga terbuka. Ia kemudian mengayunkan tangannya ke udara, pertanda bagi kami untuk mengikutinya. Cekatan, kususul Ashley seakan hidupku bergantung padanya—atau kurasa memang begitu adanya. Begitu kami semua sudah berada di dalam, Ashley mencoba untuk mengunci pintu rapat-rapat, tetapi cahaya yang terus bergerak mendekat di lorong itu membuat Hilary menarik lengan Ashley untuk segera bersembunyi. Suara langkah kaki sosok tanpa nama tersebut mulai menginterupsi senyapnya malam, membuat rasa kalut merayapi setiap jengkal tubuhku hingga aku pun mau tidak mau bergetar ketakutan. Aku dan Hilary segera menyembunyikan diri di bawah meja. Carlotta sudah menghilang di balik lemari. Sedangkan Ashley, yang tak sempat berlari untuk mencari tempat persembunyian, kini terjebak di balik pintu kelas dalam posisi berdiri. Ia tidak bisa menutup pintu di depannya. Sosok itu sudah berada di koridor tempat kelas ini berada. Dari posisiku yang bersembunyi di bawah meja yang dekat dengan pintu, dapat kusaksikan lorong yang tadinya gelap sedikit demi sedikit terang oleh sebuah cahaya. Sinar redup dari ujung lorong itu perlahan-lahan mendekat. Suara langkah kaki dari sosok tanpa nama tersebut terdengar begitu nyaring dalam sunyinya malam. Untuk sesaat kami berhenti bergerak. Hilary—yang bersembunyi di sampingku—menyadari jika aku hampir menangis. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk membungkam mulutku agar aku tidak bersuara. Orang itu sudah ada di depan pintu kelas. Dapat kulihat rona wajah Hilary meBellas begitu ia menyadari apa yang sedari tadi kuperhatikan. Tanpa kusadari air mata sudah luruh dari pelupukku, sedangkan cahaya itu semakin mendekat. Langkah kakinya terdengar begitu berat dan perlahan. Hingga pada suatu titik, aku melihat sekelebat bayangan hitam yang tercipta di dinding koridor. Kujumpai siluet pria yang sedang membawa senter di tangan kanannnya dan pistol di tangan kirinya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD