PART 3 - PERKENALAN ANTAR DIVISI

1098 Words
Beruntung saat Kinanti sampai di kantin, kedua temannya masih asyik makan siang. Jadi ia masih bisa bergabung. Perutnya yang semula terasa lapar mendadak tidak bernafsu sama sekali. Pikirannya tertuju ke dua orang yang ia temui tadi. Setelah setahun lamanya. Apakah dunia memang sesempit itu? Kinanti menyuap dengan malas menu dihadapannya. Nasi sepaket ayam panggang yang biasa ia telan dengan lahap menjadi hambar. Lena dan Tika saling berpandangan. Tidak biasanya Kinanti terdiam, biasanya dia akan cerewet mengomentari menu hari ini. Entah itu menu Lena yang membosankan atau mengomentari minuman Tika yang terasa manis. Tapi kini Kinanti justru terlihat seperti orang yang sedang tidak nafsu makan. Padahal tadi ia hanya makan dua buah lemper pemberian Lena. Harusnya kan ia lahap makan siang ini. “Kinan, lo kenapa?” tanya Tika. “Hah, gak apa-apa kok.” “Eh orang divisi lima baru pada mau makan siang tuh.” Lena semangat empat lima. Tika ikutan melirik ke arah yang Lena katakan. Beberapa orang dengan penampilan rapi memasuki kantin. Terlihat bukan pegawai sembarangan. “Hmmm iya ya. Tampangnya pada oke. Sayang udah ada buntut.” “Mereka pasangan serasi banget ya. Yang cowoknya ganteng dan yang ceweknya cantik banget lagi. Perawatan banget itu mah. Mukanya saja seger mengkilat gitu. Gak kebayang lalat nemplok pasti kepeleset,” tutur Tika. “Tapi yang satu lagi belum tuh. Yang pake kacamata,” ujar Lena. “Siapa tahu udah, orang model kaya gitu bohong aja belum ada gandengannya. Secara gantengannya maximal.” “Iya ya, kali aja ceweknya gak dari kantor sini. Siapa tahu dah punya bini dirumah.” “Yah namanya cowok mana kelihatan punya bini ama gaknya, beda ama kita. Kalau dah punya laki biasa mekar dah badan.” “Kalian ribut amat sih,” celetuk Kinanti. “Makanya lihat dong kebelakang. Anugrah Tuhan tuh, kapan lagi liat cowok impian kaya mereka.” Lena tak patah arang meminta Kinanti menoleh kebelakang. Namun mau dipaksa pun Kinanti tak akan sudi menoleh kebelakang. “Hari ini semua dilantai tiga selalu bicara kepala bagian divisi lima. Lihat deh gimana cewek bagian marketing berusaha deketin meja mereka,” tunjuk Tika dengan isyarat mata. Memang tampak beberapa orang berlalu larang di depan meja yang kini di isi orang divisi lima. “Iya ya pada sok lewat depan mereka, ngarep banget diberi senyuman.” “Eh Len, ini perasaaan gue apa bukan ya. Itu yang pake kacamata sering mandang kemari deh.” “Ah masa sih.” Lena tak percaya. “Iya coba deh lo perhatikan.” “Iya sih dia mandang kemari, apa lihat gue kali ya.” Lena makin percaya diri. “Huh ge-er lho.” “Boleh kali gw ngarep mah. Pan gw jomblo. Gak kasihan apa lo ama gw. Tapi beneran deh yang pake kacamata sering mandang kemari.” Lena langsung memperbaiki duduknya. Langsung pasang mode kemayu. “Mungkin gak ya dia naksir gue.” Tika yang sedang menelan air digelas, menyemburkan minumnya. “Astaga Tika.” Lena langsung membersihkan meja yang terkena semburan. “Lo tuh demen amat sih ngelawak Len. Jangan terlalu mimpi deh lo.” “Ya ampun Tika. Dengar ya, lihat tuh cowok sering mandang kemari, ya kali dia lagi curi-curi pandang ke gue. Kan gak mungkin ama lo. Mau dikemanain tuh babang Agus.” “Pokoknya kalau tuh siganteng bisa jatuh ke pelukan Lena, kalian berdua gw traktir deh. Tinggal pilih mau makan di resto mana. Gw jabanin.” Tika memutar bola matanya mendengar perkataan temannya yang memiliki kepercayaan diri tingkat dewa itu. “Tuh orang makan apa ya, jadi ganteng gitu. Belum lagi badannya. Pelukable banget deh kayanya. Beuh gak kebayang ya ada dalam pelukannya.” Lena terkikik sendiri. “Gantengan mana orang divisi lima sama Josh?” tanya Kinanti sambil menyeruput minuman dihadapannya. Lama-lama pengang telinganya mendengar dua temannya ini membahas orang divisi lima. “Iya deh nyerah-nyerah. Lo bandingannya ama orang bule gitu,” gerutu Lena. Tika hanya tersenyum. “Balik kantor yuk, gue sudah kenyang.” Lalu Kinanti bangkit dan keluar dari kantin. Ia sama sekali tidak memperhatikan jika dua pasang mata dari arah belakang memperhatikannya. Dua pasang mata milik kepala bagian divisi lantai lima. ***** Kinanti baru saja menelan sisa krupuk yang masih ada dimulutnya, saat pintu ruangan kantornya terbuka. Jika biasa yang masuk hanya Mba Mia seorang, kali ini pengecualian. Mba Mia masuk di ikuti tiga orang dibelakangnya. Yang sejak tadi pagi ramai dibicarakan divisi keuangan dan divisi marketing. Siapa lagi jika bukan penghuni divisi baru, penghuni lantai lima. “Minta perhatiannya sebentar ya.” Mia sang kepala bagian bicara di depan pintu ruangan. Kinanti, Lena dan Tika menghentikan pekerjaanya dan memandang ke arah Mia, seniornya. “Nah anak-anak perkenalkan ini kepala bagian divisi dilantai lima ya, perkenalkan.” “Ini ibu Ambar, Pak Haidar dan Pak Althaf.” “Dan ini staff saya semuanya. Ini Lena, Tika dan Kinanti.” Kinanti mengangguk hormat pada ketiga tamu yang dibawa Mba Mia. “Mereka ini yang akan menghitung rincian cost untuk pembiayan proyek ke depan. Jika Ibu Ambar atau Pak Haidar dan Pak Althaf membutuhkan bantuan, bisa tanya saya atau hubungi salah satu staff saya.” Kinanti menunduk, pandangannya tak sedikitpun mau ia angkat. Toh ini hanya perkenalan antara pegawai dengan jabatan tinggi dan pegawai rendahankan? Sementara salah satu dari tiga orang pegawai divisi lima yang berkaca mata yang ternyata bernama Althaf tak henti menatap ke arah Kinanti, begitupun dengan lelaki yang bernama Haidar. “Oke kalau begitu, kita keliling ke tempat lainnya Mba Mia.” Perempuan cantik bernama Ambar menunjuk pintu keluar yang langsung di ikuti oleh Mia dan lelaki bernama Hiadar. Sementara Althaf sebelum keluar masih sempat menoleh ke arah Kinanti. Namun yang ditatap seolah tak mau tau, tetap menekuni pekerjaanya. ***** “Gilaaaa gantengnya Pak Althaf,” seru Lena sambil memegang kedua pipinya. “Sayang gue udah punya tunangan,” keluh Tika. “Memangnya kalau lo belum punya tunangan, tuh bang Althaf bakal naksir lo gitu?” tanya Lena setengah bergidik. Tika nih sudah ada Bang Agus di Bekasi masih stalking cowok ganteng dimari. “Kinan, lo kok diem aja sih?” tanya Tika aneh. Seharian ini temannya yang satu ini kesambet mahluk gagu kali ya. “Trus gue harus ngomong apa?” Kinanti masih memeriksa berkas di tangannya. “Kayanya yang namanya Althaf lirik lo terus deh.” Tika menyipitkan matanya. Kinanti menoleh. “Halu.” “Serius Kinan, gue juga lihat kok.” Lena ikutan mengangguk. “Mungkin karena gue pernah ketemu dia di lift.” “Whattt!!” Tika dan Lena serantak bertanya. “Biasa aja kali, gak usah heboh gitu. Lagipula kalau kita naik lift sudah gak aneh kan kalau ketemu orang?” Tika dan Lena saling menggeleng. “Ya kali ketemu hantu, gue sih ogah,” ucap Lena ketus. Tika justru tertawa nyaring. “Lo ya, dari kemaren gue semangat gosipin cowok ganteng, lah lo diem aja kalau dah ketemu duluan.” Lena mengerucutkan bibirnya. “Masih gantengan Joshua kemana-mana,” ujar Kinanti. Setelah itu Kinanti bangkit memeriksa printernya yang mendadak macet. Tika dan Lena saling memandang. Mereka sadar dan mulai mengambil kesimpulan jangan-jangan dikantin tadi, Kinanti yang sebenarnya dipandangi oleh Pak Althaf.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD