Prolog

1000 Words
Musim gugur sedang melanda kota New York semenjak satu bulan yang lalu. Udara selalu terasa lebih dingin ketika malam hari tiba. Terlebih, di musim gugur durasi malam hari akan jauh lebih panjang daripada siang hari.  Untuk itu, tidak ada salahnya jika selalu menyiapkan baju hangat atau mantel demi melindungi tubuh dari udara yang begitu dingin. Mengingat di musim gugur ini akan selalu mengalami penurunan suhu, maka tidak heran jika udara dinginakan lebih mendominasi. Seperti halnya yang sedang dilakukan oleh gadis berambut sepinggang itu. Saking merasa kedinginannya, ia sampai harus menyalakan api di tungku perapian yang memang disediakan khusus selama musim gugur berlangsung. Tidak lupa, secangkir s**u hangat dan camilan pendukung pun ia sediakan juga di atas meja tak jauh dari laptop yang sedang dimainkannya. Ditemani oleh suara merdu milik Alan Walker yang tengah melantunkan salah satu lagu yang sering dibawakannya—On My Way—gadis itu pun turut bersenandung ketika mendengar bagian lirik yang dihafalnya. Namun jika sedang merambat di lirik yang tak dihafal, ia pun cukup bergumam tidak jelas dalam senandung kecilnya. Terpenting dia masih hafal seperti apa nada berikut intonasinya kan? Muehehe. Ting. Sebuah suara pemberitahuan untuk email masuk rupanya telah ia dapat. Meninggalkan laman web pencarian mengenai artikel yang sedang diamatinya—untuk kepentingan tugas kuliahnya, ia pun kini memasuki halaman kotak masuk di surelnya. Seulas senyum seketika terbit ketika ia mendapati sebuah pesan singkat yang dikirimkan melalui surat elektronik tersebut. Padahal, zaman sudah modern begini, tapi si pengirim seolah masih saja betah menggunakan surat elektronik dalam mengiriminya pesan. Setelah menekan tanda buka, gadis itu pun segera membaca rangkaian kata yang dibentuk menjadi beberapa kalimat. Sungguh, ia spontan terkejut tatkala mendapati isi pesan yang dikirimkan berikut gambar undangan yang disertakan di bawah pesan yang diterimanya kini. Refleks, gadis itu pun menutup mulutnya dengan sebelah tangan diiringi dengan kedua matanya yang melebar sempurna. "Oh my wow, jadi ... si pria kaku itu dapet jodoh juga? Duh, penasaran deh. Kira-kira, cewek pilihannya kaku juga gak ya? Gak kebayang deh kalo sama-sama kaku, bisa-bisa di pelaminan nanti mereka malah saling diam-diaman dibanding bersenda gurau...." tukas gadis itu terkikik sendiri. Membayangkan betapa lucunya jika pria kaku yang disebutnya itu mendapatkan perempuan kaku juga seakan cerminan darisikapnya pribadi. Lalu, pandangannya pun kembali beralih ke layar laptop. Di mana di atasnya, ia menemukan sebuah pesan lagi yang baru saja diterimanya beberapa detik yang lalu. Tidak peduli apakah kamu sibuk atau tidak, saya mengharapkan kehadiranmu. Seandainya kamu tidak datang di acara pernikahan saya, maka saya pastikan untuk membatalkan pernikahan saya dengan Camelia detik itu juga. Sebagai gantinya, kamu harus bersedia untuk saya nikahi tanpa bantahan sedikit pun. "Jadi nama calon mempelainya Camelia...." gumam gadis itu manggut-manggut. Lalu, ia pun menurunkan lagi kursor di layar laptopnya untuk membaca pesan lanjutan yang dia pikir masih ada di bawahnya. Note : Jika Camelia sampai meradang, kamu bertanggungjawab atas hal itu! Mata gadis itu membelalak tak percaya ketika si pengirim pesan dengan lancangnya melayangkan ancaman sejenis itu. Bagaimana mungkin ia akan melakukan tindakan sekonyol itu? "Dasar si Om kaku!" tandas sang gadis mendengkus geli. Tak lama kemudian, ponsel yang tergeletak di samping laptop itu pun berdering. Seketika, mengalihkan perhatian si gadis yang semula sedang menatap layar laptopnya hingga kini berpindah objek ke layar ponselnya. Dilihatnya, nama yang sama tertera di layar. Rupanya, pria kaku yang ia maksud itu kini hendak melanjutkan pembicaraannya melalui telepon. Disertai dengan senyuman geli yang terpatri di bibir, lantas tanpa berpikir panjang, gadis itu pun segera menjawab panggilan tersebut dan langsung berseru, "Halo!" "Kenapa kamu tidak membalas email saya, hem?" todong pria itu tak basa-basi. Sejenak, si gadis pun memutar bola matanya. "Baru aja aku mau ketik balasanku, tapi tiba-tiba ponsel aku udah berdering aja. Makanya, sabar dikit bisa kali!" serunya mendengkus sebal. "Habisnya kamu lama. Saya pikir kamu pura-pura mengabaikan pesan yang saya kirim dan berencana untuk tidak akan datang." "Enggaklah. Suka suudzon gitu deh jadi Om-Om. Lagian, kan meritnya juga masih bulan depan. Masih lama tau, " tukas gadis itu terkekeh puas. "Justru karena masih lama, makanya saya wanti-wanti dari sekarang. Kalau saya kasih tau kamu seminggu menjelang pernikahan, saya malah gak yakin kalo kamu bakalan datang...." "Hobi banget sih suudzon sama aku, Om. Jangan dulu beranggapan yang enggak-enggak dong kalo belum ada buktinya!" tukas gadis itu misuh-misuh. "Saya kan selalu benar kalau berpikir. Kamunya saja yang terlalu sering menyangkal." Mendengar itu, si gadis pun memutar bola matanya jengah. Tidak masalah, toh pria yang ia panggil om itu pun tidak akan tahu bahwa dirinya sedang memutar bola mata seperti saat ini. "Terserah deh, Om. Terserah...." balas sang gadis yang sedang enggan berdebat. "Sudah tinggal lama di New York. Masih saja kamu panggil saya Om-Om. Saya sumpahi kamu makin cantik tau rasa!" tukas si penelepon melancarkan gombalan bernada datarnya. "Nyebut, Om! Bentar lagi merit juga, masih aja gombalin aku. Apa jadinya coba kalo misalkan calon istrimu itu sampe denger?" dengkus sang gadis tak habis pikir.  "Tidak masalah. Kalau dia mendengar, paling dia hanya cubit pinggang saya saja sambil sedikit mencebikkan bibirnya lucu," terka si pria yang ditebak sang gadis pasti sambil membayangkan di kepalanya seandainya itu terjadi. "Yakin cuma dicubit doang? Kalo kenyataannya diputusin gimana?" "Kalau gitu, berarti kamu yang harus menggantikan posisinya nanti di pelaminan!" tandas si om yang seketika menyebabkan tawa membahana sang gadis meledak. "Kenapa kamu tertawa?" tegur si pria bernada heran, "Lucu aja, lagian ... si Om suka ngawur gitu kalo ngomong. Kalo udah kejadian ditinggal pas lagi ngebet nikah, yang ada si Om sendiri yang mewek-mewek kejer...." tukas gadis itu terkekeh iseng. "Jangan cuma haha hihi saja. Tapi kamu wajib datang di hari istimewa saya!" titahnya tak mau dibantah. "Aku gak janji ya, Om. Tapi aku usahain datang kok." "Janji atau pun tidak, kamu harus tetap datang. Kalau tidak, saya suruh anak buah saya buat datang ke sana untuk seret kamu ke sini." "Sana sini sana sini, iya deh iyaa ... aku usahain datang. Tapi gak janji kalo aku datang di hari H-nya. Soalnya, aku--" Tut tut tut, Bahkan, gadis itu belum sempat menyelesaikan kalimatnya secara sempurna. Tapi dengan tidak sopannya pria itu malah sudah memutuskan sambungannya tanpa pamit terlebih dahulu. Mendengkus jengkel, gadis itu pun berkata, "Dasar Om Om gak ada ahlak!" cetusnya diselimuti emosi bercampur dongkol.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD