sejam berlalu sejak Abhi masuk kamar dan membaringkan tubuhnya disamping Laras. tidak ada pembicaraan diantara mereka. dua hari terlewati dengan suasana kaku dan canggung karena permintaan Abhi yang belum bisa Laras kabulkan. istri mana yang rela dipoligami. meski dengan alasan demi kebaikan anak-anak sekalipun. Laras benar-benar tidak menyangka Abhi tega padanya. sepertinya selama ini Abhi masih sangat mencintai mantan istrinya itu sehingga begitu mudah menerimanya kembali setelah semua yang terjadi.
" kamu sudah tidur?" tanya Abhi memecah keheningan.
" Hm.." balas Laras malas.
" besok ijab kabulnya "
" mas!.." teriak Laras tertahan "aku belum ngasih izin lho,bisa-bisanya kalian sudah mau menikah".
" memangnya kalau kami mau menunggu, kamu bakalan ngasih izin? "
" setidaknya beri aku waktu buat berfikir"
" sampai kapan?" Laras melotot geram.
" apa sekarang masih perlu dipertanyakan? buat apa lagi toh besok juga sudah mau ijab kabul! kamu tega sama aku mas..." ucap Laras bergetar. Laras bukanlah wanita cengeng. kerasnya hidup sudah dia rasakan sedari kecil. dia tidak mudah menangis, sebisa mungkin setiap kesedihan akan ditelannya.
" semuanya akan baik-baik saja, mas janji gak akan berubah" janji Abhi berusaha menenangkan perasaan Laras.
Nggak akan berubah? sekarang saja kamu sudah berubah mas...batin Laras. Abhi yang dulu tidak akan mungkin tega mengambil keputusan gegabah yang akan melukai Laras. selama ini dia sangat menjaga perasaan Laras. sering kali menolak ajakan makan malam dari rekan bisnisnya demi makan dirumah dengan anak istrinya. menghabiskan akhir pekan dengan keluarga kecilnya. semua terasa indah hingga wanita itu datang. dia yang datang kembali mampu merubah semua kebiasaan Abhi dengan keluarganya.
Dua hari Abhi tidak pulang. setelah ijab kabul mereka akan bulan madu singkat di hotel tempat pernikahan berlangsung. Sinta yang ikut menghadiri pernikahan papa dan mamanya sudah kembali. sekembalinya dari tempat acara dia lebih banyak diam tidak seperti dugaan Laras yang mengira Sinta akan berbahagia dengan rujuknya kedua orang tuanya. menurutnya sinta pasti akan senang sekali, bukankah selama ini sinta terlihat kurang menerima kehadirannya?
" ada nasi bu? kakak lapar"
" ada.. memangnya tadi kakak gak makan di hotel?" sinta menggeleng.
" kenapa? menunya gak ada yang kakak suka ya?"
" gak selera, kakak juga bingung mau makan apa" jawabnya menambah kerutan didahi Laras. Aneh rasanya kalau sampai Sinta bingung mau makan apa. menu disana pastinya banyak dan mahal. sudah dijamin enak-enak juga tapi entah kenapa sinta malah tidak makan. pak ujang yang baru masuk dapur juga terlihat mengambil piring.
" bapak juga gak makan disana ya?" todong Laras. tadi sinta memang ditemani pak ujang. pak ujang mengangguk" iya bu.. bapak gak sempat makan karena non sinta minta cepat pulang" jawabnya sambil melirik sinta yang mulai makan.
" ya udah pak, makan dulu ntar sakit perut lagi". suruh Laras sambil meletakkan segelas air putih di depan sinta " ibu mau keatas dulu lihat Rara ya kamu makannya yang pelan nanti kesedak".
Sinta mengangguk. menatap Laras dengan fikiran berkecamuk. dia memang belum dewasa tapi sudah cukup mengerti dengan apa yang terjadi. dalam pemahaman jiwa mudanya dia merasa apa yang papanya lakukan sungguh sangat melukai hati ibunya. ibu tiri kata mamanya... Sinta tidak benar-benar mengerti apa yang disebut dengan ibu tiri, yang dia tahu Laras adalah ibu yang mengurus semua kebutuhannya selama ini. ibu yang selalu mengambil rapornya saat kenaikan kelas. tapi sejak bertemu kembali dengan mamanya beberapa hari yang lalu ia jadi mendengar istilah ibu tiri. terasa aneh dikupingnya tapi selalu berderap dikepalanya.
" kasian ibu ya non.." ucap pak ujang pelan. Sinta menoleh kearah pak Ujang "maaf, bapak gak bermaksud menjelekkan mama non. bapak cuma merasa situasinya kurang adil buat ibu Laras." sambung pak ujang merasa tidak enak dengan sinta, mesti hubungan dirumah majikannya selama ini sangat dekat dan akrab tetap saja rasanya kurang pantas membicarakan majikannya pada anaknya sendiri.
" sinta ngerti pak .." jawab sinta sambil tersenyum. tak ada lagi pembicaraan mereka. keduanya melanjutkan makannya yang terbengkalai karena fikiran yang tidak fokus. keduanya larut dalam pemikiran tentang apa yang telah terjadi. pernikahan Abhiyaksa dengan Monalita yang harusnya menjadi kabar gembira tetapi justru terasa kurang tepat. terasa salah karena ada Laras yang menjadi korban.