Bab 29 Insting Seorang Penulis

1368 Words
Yuka membangunkan Misaki saat matahari sudah terbit. Rekan kerja Misaki itu tak tega melihat Cinderella mini market kebanggaannya terbangun saat tidurnya begitu nyenyak bergelung di kursi panjang, mana ilernya juga ikut memeriahkan pemandangan itu lagi. "Aku jadi tidak enak, Yuka-san." Misaki memiringkan kepalanya, merasa bersalah. "Ah! Tidak masalah! Lebih baik begini. Kalau Mi-chan sakit gara-gara kelelahan, kan, aku juga yang rugi." Jempolnya dimajukan, tersenyum cerah. "Nanti aku traktir makan, deh, kalo begitu." katanya tulus. "Sip! Oh! Omong-omong, aku penasaran akan satu hal, Misaki-chan," badannya dinaikkan separuh ke atas meja kasir,mata menyipit curiga. "Eh? Apa itu?" "Apa kau kenal Toshio Wataru?" "Hah?" "Itu, loh, playboy yang terkenal di daerah ini." Glek! Bagaimana ia harus menjawabnya? Apa ia ketahuan? Bagaimana bisa? Apa sekalian saja memberitahu semuanya dan menjadikan Yuka sebagai tempat curhat? Dia, kan, bisa pusing sendiri kalau harus menghadapi lelaki tak masuk akal itu sendirian. "Selamat pagi, semuanya!" Takeda muncul dari arah pintu masuk dengan wajah berseri-seri, kedua tangannya berada di udara bebas. "Oh! Takeda-san!" Yuka memberi hormat singkat,"rekan kerjamu hari ini katanya akan cuti dua hari. Ia mengirimiku pesan sejam yang lalu." "Heeee??? Mana bisa Kiyoko-san bersikap begitu? Masa aku sendirian yang harus membersihkan toko?" "Memanfaatkan orang itu tidak baik, Takeda-san! Ckckck!" telunjuk Yuka digerakkan ke kiri dan ke kanan. "Kiyoko-san, kan, mysophobia. Kerjanya lebih cermat dibanding siapa pun." Misaki memikirkan ini adalah kesempatan bagus untuk kabur dari pertanyaan Yuka sebelumnya, ia masih bingung harus menjelaskannya seperti apa. "Yuka-san. Aku duluan, ya. Baterai ponselku juga sudah habis. Aku takut ada pesan penting." Ia menunjukkan ponselnya dengan wajah super serius. "Tunggu, Mi-chan! Jawab dulu pertanyaanku!" ia merebut ponsel Misaki. "Yuka-san!" "Dan, Mi-chan juga belum menjelaskan apa-apa tentang drama Cinderella mini market tempo hari. Aku ada banyak pertanyaan, dan sangat haus akan jawaban saat ini," matanya memicing tajam. "Yuka-san," ujarnya pelan,"hari ini aku ada janji penting. Jadi mesti segera pulang. Kembalikan ponselku, ya!" telapak tangan menghadap ke atas setinggi  d a d a. "Janji? Kencan, kah? MI-CHAN AKHIRNYA KENCAN JUGA?" Meja kasir digebrak begitu keras hingga ponsel Misaki terlepas dari genggamannya. Buru-buru direbutnya sebelum jadi tawanan abadi Yuka. "Nanti aku jelaskan, Yuka-san! Aku buru-buru! Terima kasih, ya, hari ini!" ia meraih tote bag bergambar kucing di lantai, bergegas menuju pintu. Anak itu susah sekali dihadapi jika sudah penuh rasa penasaran. Bisa-bisa waktunya habis hanya untuk menjawab pertanyaan berputar-putar mendetail mirip tersangka pembunuhan yang diinterogasi detektif. "MI-CHAAAAANN~!" teriaknya lesuh, satu tangannya menggapai-gapai ke pintu masuk. "Pulang sana! Kalau tak mau pulang, bantu aku dan jangan bikin masalah!" Takeda menjitak pelan kepala Yuka, anak super ceria itu pura-pura kesakitan. *** "Tidak biasanya kau pulang telat," Wataru menghisap rokoknya, bersandar pada railing dengan tatapan mata mengarah ke pelataran. Habis mandi, ya? Sok keren sekali dia. Tapi, memang keren, sih. Sial. Keluh Misaki pada diri sendiri. Ingatannya kembali pada adegan mobil dramatis semalam. Misaki tak langsung menjawab. Ia tertunduk malu. Perasaannya masih kacau gara-gara kejadian itu. Tak bisakah ia menuntutnya sebagai pelecehan seksual dengan sikap semena-menanya itu? Sewa pengacara, kira-kira biayanya berapa, ya? "Toshio-san hari ini pulang cepat. Biasanya, kan, malam." "Kan, malam nanti ada acara," nada suaranya terdengar kesal, ia melirik dingin ke arahnya. "Iya, ya." Misaki tersipu malu, seperti orang bodoh saja dia. Duh, apa sifat pikunnya bertambah gara-gara efek amnesianya? Katanya, sih, begitu, dari artikel yang dibacanya beberapa bulan lalu. "Kau sudah baca belum file yang kukirimkan?" "Oh! Ponselku mati total. Jadi aku belum sempat membuka email yang masuk. Tenang saja. Aku sudah melakukan riset sendiri, kok, sebelumnya." Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya di depan wajah, takut kalau iblis itu ngamuk. "Hoooo… pintar juga, si jelek ini," ia tersenyum sekilas, "jadi, apa yang kau temukan tentang diriku?" Ia tersenyum bangga. Riset sudah jadi hal biasa baginya sebagai penulis, jadi ketika ia meneliti keluarga Miyamoto, kemampuannya dalam menggali informasi di internet membuatnya sedikit terkejut dengan temuan yang ada. Jika bisa ditebaknya, ia telah menggali hampir 80% tentang perusahaan Miyamoto sendiri, dan hanya 10% tentang keluarganya disebabkan minim informasi, mungkin disengaja agar tak begitu banyak tumpah ruah di dunia maya mengenai persoalan keluarganya. Rumor gelap bukan hal baik bagi sebuah perusahaan besar dengan saham bernilai tinggi.  Itu terbukti dengan aib 'Toshio Wataru' yang dihapus secara berkala dari internet. Tapi, hebat juga ia masih menyandang gelar dewa bisnis dengan kelakuan tercelanya itu. Bukannya bikin perusahaan yang ia kuasai goyah, malah lebih kuat dan disegani. Jadi, Misaki heran sendiri kenapa susah payah menghapus jejak digital putra kebanggaan Miyamoto Group itu? Dia, kan, sudah terkenal sebagai playboy kelas kakap di antara kalangan sosialita dan elit politik. Apa yang dikhawatirkan oleh ayahnya? Pikirannya kembali sejenak pada perkataan Reiko dulu. Ayahnya sampai sakit kepalanya katanya. Monst*r! "Ah… Itu… aku melakukan riset tentang keluarga Miyamoto dan perusahaan yang dijalankannya. Juga tentang beberapa info dasar tentang Toshio-sama sebagai penerus tahta dahsyat itu." Kening lelaki itu berkerut. "Sama?" "Oh? Toshio-dono?" "Memang ini zaman samurai pakai gelar kehormatan seperti itu? Normal sedikit, kek!" protesnya galak. "Tapi, kan, Toshi-sama keturunan bangsawan," kepalanya dimiringkan, bingung. "Astaga, Misaki~!" satu tangannya memijat-mijat keningnya, kesabarannya nyaris meledak. "Toshio-sama? Toshio-dono? Toshio-san?" kepalanya dimiringkan ke kanan, lalu ke kiri, lalu ke kanan lagi. Sorot matanya bingung. "Panggil saja Wataru! Kau tunangan kaku macam apa yang tak bisa memanggil nama depan kekasihnya sendiri?" Mendengar kata 'kekasih', Misaki langsung merinding, mata dingin Wataru menangkap hal itu. "Apa aku begitu menjijikan di matamu?" koarnya galak. "Iya." Jawabnya singkat. Duh, Misaki keceplosan. Satu tangannya menutupi mulutnya, matanya menghindari tatapan murka lelaki itu. "MISAKI!" Misaki spontan mundur selangkah, tangannya disilangkan di  d a d a. "KAU!" Wataru menahan diri, ia membuang puntung rokoknya sembarangan. Tubuhnya ditegakkan, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. "Sudahlah. Istirahatlah beberapa jam, kemudian bersiap untuk keluar. Dan pastikan kali ini terlaksana. Dan latih mulutmu terbiasa memanggil nama depanku saja. KAU MENGERTI?!" Misaki mundur selangkah lagi gara-gara nada suaranya yang membesar di akhir kalimat. Duh, galak amat pria tak bermoral satu ini! Mentang-mentang aku  b u d a k  tiga puluh hari. Keluhnya dalam hati. "Ba-baik." Ia mengangguk cepat, meski ragu sanggup menyebut nama depan lelaki itu begitu saja. "Bodoh." Setelah mengumpat lalu meliriknya dengan tatapan dingin, lelaki itu memasuki apartemennya. Misaki menghela napas panjang. Selamat lagi nyawanya kali ini. Ia menatap pintu apartemen majikannya, tak pernah menyangka akan berurusan dengan keluarga hebat sekaliber Miyamoto. Rasanya seperti masuk ke dalam cerita novel saja, atau komik romansa populer. Satu pertanyaan yang mengusik pikirannya saat ini, kenapa pria hebat semacam itu mau tinggal di apartemen kecil dan bertingkah seperti NEET* berkelakuan baj*ngan tak bermoral? Rasanya dugaan Misaki terdahulu sedikit tak beralasan, deh, terhadap kehidupan ganda lelaki itu. Sang playboy tampak menikmati kehidupan gandanya. Apa yang salah, ya? Ingatannya bergulir kembali pada percakapan dansa mereka. Aneh sekali… Entah kenapa sangat mencurigakan… "Ah! Benar juga!" kepalannya ditumbukkan pada telapak tangan, langsung lupa dengan pemikiran tadi. Ia terkekeh aneh, insting penulisnya muncul ke permukaan. Baru saja sebuah inspirasi hebat muncul untuk dituangkan ke webnovelnya: 'Pertemuan Lintas Waktu". Tengah malam nanti ia harus update satu chapter spesial! Saatnya menyalurkan idenya melalui jari-jari lincahnya! Mau kesedihan atau penderitaan yang dialaminya, semua itu adalah sumber inspirasi bagi seorang penulis! Sadako mini market itu bersenandung kecil menuju apartemennya, tersipu sendiri dengan ide spontan menakjubkan itu. Di sebelah apartemen Misaki, lelaki itu berdiri merapatkan punggungnya ke pintu. Kepalanya dimiringkan hingga daun telinganya menyentuh permukaan pintu apartemen. Kedua tangannya masih berada dalam saku. Sedari tadi ia mengawasi reaksi tunangan palsunya melalui gerakan dan suara berisik di luar sana. Kedua bola matanya melirik dingin ke lantai apartemen. Pembawaannya tenang dan hati-hati, mulutnya terkunci rapat. Setelah yakin di luar hening, ia melangkah meninggalkan area pintu masuk.  ----------- NOTE NEET atau neet adalah remaja yang "Tidak dalam Pendidikan, Pekerjaan, atau Pelatihan" (bahasa Inggris: "Not in Education, Employment, or Training"). Akronim NEET pertama kali digunakan di Britania Raya, tetapi penggunaannya telah menyebar ke negara dan wilayah lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Amerika Serikat. Di Inggris, klasifikasi NEET terdiri dari orang-orang yang berusia antara 16 dan 24 (16 dan 17 tahun yang masih termasuk dalam usia wajib sekolah); sub-kelompok Neet berusia 16-18 lebih sering menjadi fokus. Di Jepang, klasifikasi terdiri dari orang-orang yang berusia antara 15 dan 34 tahun yang tidak bekerja, tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, tidak terdaftar pada sekolah atau pelatihan terkait, dan tidak mencari pekerjaan. (source: Wiki)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD