✉ 3 || Titania Raya

1007 Words
Aku mendongak dan menatap orang yang baru saja bicara denganku. Dia Kak Agas, pacarku. Rupanya dia berbaik hati mengecek pembagian kelas untukku. Aku tersenyum pada Kak Agas sembari menggumamkan ucapan terima kasih. Kak Agas mengangguk dan berlalu pergi. Ya, hubungan kami memang sekaku itu. Tapi aku yakin kami saling mencintai. Terlebih, bukan aku yang mengejar Kak Agas. Kak Agas lah yang terlebih dahulu menyatakan perasaan sukanya padaku. Sedari awal Kak Agas meminta agar hubungan kami tidak dipublikasikan. Mungkin alasannya karena kami satu ekstrakurikuler. Kalau sampai hubungan kami tersiar, maka akan banyak spekulasi tidak mengenakkan. Sebenarnya, aku tidak terlalu keberatan kalau ada yang tau soal hubunganku dengan Kak Agas. Alasannya? Karena Kak Agas itu senior kesayangan siswi-siswi SMA ini. Meski aku terkenal judes dan tidak ramah, aku tetap merasa cemburu kalau banyak cewek yang nempel pada Kak Agas. Kak Agas juga tidak pernah menegaskan bahwa ia tidak mau didekati oleh cewek-cewek itu. Jadi selama ini aku hanya memendam rasa cemburuku. Aku berusaha bisa menerima keputusannya kalau kami harus merahasiakan hubungan ini. Ah sudahlah, aku malas bercerita. Pasti nanti kalian akan merasa kasihan padaku. Cukup, aku bukan cewek lemah dan menye-menye. Aku adalah mantan Ratu SMA Putra Bangsa yang judes dan tidak berperasaan. Aku memilih langsung berjalan ke kelas. Aku menyusuri deretan kelas 11 dengan langkah tegas dan dagu terangkat tinggi. Mungkin selain judes, aku juga kelihatan sombong. Aku membuka pintu kelas 11 IPS 2. Belum banyak siswa yang datang. Barangkali mereka masih mengantre untuk melihat daftar pembagian kelas. Aku memilih duduk di bangku paling depan. Persis di depan meja guru. Banyak siswa yang membenci tempat duduk ini. Tapi bagiku, dikenal guru itu penting. Apalagi kebanyakan guru memang mengenalku sebagai mantan Ratu. Mereka pasti akan memberi nilai plus untukku. Kalian berpikir aku curang? Bukan, itu adalah sebuah strategi. Banyak orang yang belajar mati-matian untuk mendapatkan nilai bagus. Itu hak mereka. Bagiku, aku mengerjakan misi-misi dari pengurus Raja dan Ratu untuk menjaga keberlangsungan dan keteraturan di SMA ini. Jadi aku cukup berjasa bukan? Aku mengeluarkan buku catatanku. Aku harus menyusun rencana untuk mengungkap siapa dalang di balik video pencemaran nama baik ini. Tapi masalahnya, aku belum melihat secara langsung video-video yang katanya beredar di media sosial itu. Jujur saja, aku cukup tidak suka menggunakan media sosial. Bagiku, media sosial mengganggu kesibukanku. Sialnya, misiku kali ini justru melibatkanku dengan hal itu. Jadi pertama-tama yang harus kulakukan adalah mengecek grup di mana anak-anak SMA Putra Bangsa sering berbagi informasi. Aku akan mencari bukti video-video itu di sana. Langkah kedua, aku harus menganalisis kebenaran video itu. Barangkali itu cuma editan atau sungguhan merupakan rekaman kegilaan siswa-siswi di sini. Langkah ketiga, aku akan menemukan dalang dari segala kekacauan ini. Meskipun rasa-rasanya ini akan melibatkan pihak eksternal sekolahku. Sepertinya tiga langkah di atas akan mampu menyelesaikan misiku. Ah iya, aku hampir lupa. Tadi pagi, aku sudah meminta Riga dan Vienna mengumpulkan video-video itu. Tapi aku tetap tidak bisa mempercayakan tugas itu pada mereka. Aku tetap harus turun tangan sendiri. Aku membuka ponselku. Tanganku bergerak lincah membuat akun baru. Setelah berhasil bergabung dengan grup itu, aku tidak membuang-buang waktu lagi untuk mencari apa yang kumau. Beberapa video terbaru berhasil kuunduh. Tapi video-video yang sudah cukup lama ternyata tidak bisa kudapatkan. Memang sih, kudengar video itu mulai tersebar sejak awal musim liburan. Itu artinya sudah sejak sebulan yang lalu video-video itu diunggah di media masa dan memicu kegaduhan. Tapi sekali lagi, aku tidak tahu soal video-video itu karena aku tidak bergabung dengan grup. Aku baru akan memutar video itu, namun urung kulakukan. Hal itu dikarenakan seorang guru telah berjalan memasuki kelasku. Aku menghela napas dan memilih mematikan ponselku terlebih dahulu. Aku tidak mau kena tegur guru dan membuatku jadi sorotan. Meski aku pernah menjabat sebagai Ratu, tak banyak orang tahu soal hal itu. Soal jabatanku sebagai Ratu, hanya pihak-pihak berkepentingan saja yang tahu. Segala informasi kepengurusan Raja dan Ratu sekolah memang dibuat semisterius itu. Jadi jangan heran kalau tidak ada yang kelihatan segan padaku. Justru aku dianggap sebagai cewek judes, pendiam, dan tidak mau didekati. Makanya sejauh ini aku tidak mempunyai teman. Aku menoleh saat seorang cewek menjatuhkan tasnya di kursi di sebelahku. Sepertinya dia berniat duduk satu meja denganku. Aku menatapinya dengan sorot mata penuh ketidak ramahan. Tapi cewek itu sepertinya tidak menyadari atau pura-pura tidak menyadari. Entah lah. "Gue duduk di sini nggak papa, kan?" tanyanya sembari menjatuhkan bokongnya ke kursi. Sepertinya dia memang tidak berniat menunggu izin dariku. Aku mengalihkan pandangan ke buku catatanku. Aku sebenarnya lebih nyaman duduk sendirian. Jadi aku sangat ingin dia hengkang dari kursinya yang ada di sebelahku ini. "Gue Melodi, lo siapa?" Cewek itu mulai berbasa-basi. Tuh kan, aku cukup malas harus meladeni orang seperti dia. *** Aku beranjak dari kursiku. Aku harus memisahkan diri ke markas dan mengecek beberapa video yang berhasil kuunduh. "Raya, lo mau ke mana?" tanya Melodi yang merupakan teman semejaku. Aku menoleh dengan tatapan tidak bersahabat. Jangan bilang dia mau ikut! Bisa gawat semua rencanaku. "Toilet," jawabku ketus. Melodi mengangguk-angguk. Cewek itu kelihatan sabar banget meski berkali-kali mendapat balasan tidak ramah dariku. "Gue mau ke ruang club dulu," ujarnya memberi tahu tanpa kuminta. Ia lalu berjalan keluar kelas sembari melambaikan tangan ke arahku. Sedangkan aku berdiri diam di ambang pintu dan menatap tajam ke arahnya. Mungkin tatapanku akan terlihat seperti seorang pembunuh yang sedang mengamati mangsanya. Bodo amat, aku tidak peduli. Setelah memastikan dia tidak mengikutiku, aku segera cabut dari kelas. Jam istirahat pertama tidak lah lama. Jadi aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang ada. Aku sampai di markas berbarengan dengan Kak Langit. Ia juga tengah menuju ke markas. Sial, aku tidak sanggup kalau harus berdua saja di dalam markas bersama Kak Langit. Semoga saja ada orang lain di dalam sana. Tapi setibanya di dalam markas, aku tidak menemukan keberadaan pengurus lain. Tahu gitu tadi aku urung masuk ke sini. Apa aku harus keluar dari markas sekarang juga? Tapi bukankah tindakanku kelihatan seperti seorang pengecut? "Lo butuh bantuan apa buat nyelesaiin misi lo kali ini?" Kak Langit buka suara. Tuh kan, kami setidaknya akan terlibat obrolan. Dan aku cukup membenci hal seperti ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD