PART 1

2351 Words
  "Lepas... Ad...aammmm... Kauuu... Gilaaa... Arrghhh..."      "Mulutmu terlalu lancang, Shirley. Kata-kata yang keluar begitu menusuk namun bibir ini sama sekali tak pernah dijamah oleh siapa pun, bukan? Hahaha... Terima kasih karena sudah jujur padaku. Aku rasa kau akan semakin menjadi objek agar semua orang yang membuat ku terluka, menjadi ikut menderita. Dan sebagai balasan? Aku akan mengajarimu berbagai pengalaman bagaimana menjadi orang jahat, Dear!!! Hahahaha... Cuppp... Cuppp..."      "SHIITTT... ADAAMMM... LEEPASSSS!!! NOOO... NOOOO..."      Adam mengangkat tubuh Shirley dan merusak kelambu dekorasi yang sudah terpasang disana, lekas ia merobek gaun brokat yang dipakai Shirley dan ikut melepaskan seluruh pakaiannya dalam waktu bersamaan.      "Adam ku mohon ja—"      "Kenapa?! Kau masih mencintai sepupu gilamu itu? PLAK... Layani aku sekarangggg... Perempuan iblis!"     Entah kegilaan apalagi yang hendak ia perbuat, namun kali ini? Adam begitu terhipnotis wangi cherry bolsom yang menguar dari tubuh Shirley Murray. Ingatannya membawa kenangan akan Angelic Cartney satu persatu datang seperti hantu yang bergentayangan dan ia pun kalah dengan keadaan.      Adam yang sudah tak memakai sehelai benang itu pun, membanting tubuh Shirley dan mulai merangsek naik keatas, lalu membiarkan apa yang seharusnya ia lakukan di malam pengantin mereka itu terjadi lebih cepat. Air mata Shirley bahkan tak ampuh menghentikan kegilaan seorang Adam Reinhard Lewis, hingga dendam lah yang kini tercipta disana. Entah kedua anak manusia ini akan mendapatkan bahagianya atau tidak? Karena berada dalam sebuah hubungan yang tak berlandaskan cinta, sama sekali.      "Dihadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, Saya Adam Reinhard Lewis dengan niat suci dan ikhlas hati memilih mu Shirley Jacqueline Murray menjadi Isteri saya. Saya berjanji untuk setia kepada mu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, diwaktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi Ayah yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya."      Berderai air mata, jelas terjadi ketika mendengar serangkaikan ucapan Adam Lewis yang menopang tangan di atas sebuah Injil Tuhan. Dengan menatap netra biru laut teduh milik Adam. Entah mengapa membuat ia semakin ingin berteriak histeris disana. Sekelebat bayangan Adam yang mengangkat tubuh sempurnanya. Masuk ke dalam kamar yang memang sudah direncanakan menjadi kamar pengantin mereka dan mulai menciumi seluruh lekuk tubuhnya. Membuat ia merasa sangat jijik, marah dan serasa ingin mengakhiri pernikahan yang baginya benar-benar adalah sebuah sandiwara belaka.      Beruntung. Jika bukan karena Charles Gotta Lewis. Masuk ke dalam karena mendengar suara teriakkan minta tolong dari celah pintu kamar yang terbuka. Maka mungkin, Shirley benar-benar sudah kehilangan kegadisannya saat itu juga.      "Hei, apa yang ia ini pikirkan. Kenapa diam saja seperti patung. Apa karena kejadian sore tadi? Shittt... Maafkan aku, Shirley. Wangi ituuu... Wangi Cherry Bolsom yang sama seperti Angel. Aku tak dapat menguasai diri. Kauuu... Aaarrggg... Kau bahkan hampir membuat ku gila, Shirley. GILAAA... GILAAA... DAN GILAAA... FUCKKK...!" batin Adam yang kini terlihat menatap Shirley dengan begitu tajam.      Namun Shirley. Sama sekali kebingungan dengan apa yang terjadi sekian detik di Altar itu. Ia gugup ketika mendengar betapa lantangnya Adam berucap janji suci pernikahan. Takjub menatap wajah dan binar dari netra biru laut lelaki yang sebentar lagi sah menjadi teman hingga akhir hayatnya. Hingga gelagapan, saat Adam mengambil dan meremas jemari tangannya serta meletakkan jemari itu diatas Injil Tuhan.         Maka selanjutnya giliran Shirley-lah yang harus mengucapkan janji suci pernikahan. Setelah remasan jemari Adam berubah menjadi tautan tangan. Yang seolah ingin menguatkan Shirley bahwa mereka berdua. Memang sudah di takdir untuk menikah karena rencana Tuhan, hingga sepersekian detik kemudian. Dengan suara lirih. Namun masih bisa terdengar oleh Adam. Shirley pun mengeluarkan suaranya yang sedikit bergetar.      "Dihadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, Saya Shirley Jacqueline Murray dengan niat suci dan ikhlas hati memilihmu Adam Reinhard Lewis menjadi suami saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi Ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka secara katolik. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya."          Adam Lewis. Belum lagi mendapatkan sebuah berkat dari Sang Pastor. Namun sudah lebih dulu membuka tudung tipis tembus pandang yang menghalangi wajah cantik Shirley dari pandangan matanya sejak tadi. Lelaki itu menangkupkan kedua telapak tangan di pipi-pipi putih sang wanita. Lantas tanpa peduli dengan teguran sang Pastur. Mencium dan melumat habis bibir bergincu maroon tersebut, sehingga entah bagaimana? Sebuah perasaan lega benar-benar Adam rasakan. Ketika Shirley selesai mengucapkan janji pernikahan di altar tadi.      Pada akhirnya karena merasa Adam terlalu lama mencium Shirley. Sang pastor pun mengangkat tangan ke atas dan dihadapan kedua pasangan tadi. Berujar serta memberi berkat atas peristiwa sakral tersebut.       "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Apa yang sudah dipersatukan Tuhan tak dapat diceraikan oleh manusia kecuali maut yang memisahkan."      Riuh tepuk tangan. Pun menggema dari puluhan kursi jemaat Gereja Katedral St. Arnoldus Jansen Miami, Greenday Street. Dua pria paruh baya yang sangat lama berteman. Nyatanya juga ikut melebarkan senyuman mereka saat pandangan mata masih tertuju pada sosok Adam Lewis. Yang masih saja melumat bibir kenyal Shirley. Namun, bukan berarti senyuman tersebut berarti dalam hati kedua orang tua itu juga turut merasakan kebahagiaan. Sebab salah satu di antara keduanya. Ternyata kini tengah sedikit cemas dengan hari depan pasangan tersebut.      "Adam. Terlihat begitu tulus pada Puteri ku sejak ia berdiri di depan sana. Charles juga bilang jika mereka berdua hampir saja bercinta sore tadi. Tapi, apa benar seperti itu? Bukankah Adam sendiri bilang, jika pernikahan ini terjadi demi menyelamatkan Angel-nya. Apa Adam ingin memperkosa Shirley? Tapi, mengapa sebegitu lamanya ciumannya. Haahhh... Semoga saja Shirley ku mampu merubah kerasnya hati seorang Adam!!! Sebab bagaimana pun juga. Aku sangat berharap jika pernikahan ini hanya terjadi sekali saja dalam hidup Puteri kesayangan ku, God."      Selang batin Jhonny Murray selesai berkata-kata. Kini pandangan matanya menyaksikan sang pasangan Pengantin, sedang bertukar cincin dengan rangkaian kalimat manis menyentuh hati dari kedua pasangan.      "Aku sematkan cincin ini dijari manismu. Tanda kesetiaan dan cinta ku kepada mu."      Karena melihat Shirley begitu sumringah tersenyum saat menyematkan cincin dijari manis kanan Adam, yang sudah berstatus Suami sahnya. Maka Jhonny Murray pun ikut tersenyum tulus sembari memeluk pundak sang Isteri, Clara Goulding Murray. Kedua orang tua itu berpandangan. Seolah ingin mengutarakan perasaan masing-masing ketika menyaksikan bagaimana Puteri kesayangan mereka memulai perjalanan hidup baru disana.      "Tenanglah! Shirley adalah Puteri ku, Cla. Dia bukan gadis kampung dan biasa. Kecantikannya akan membuat Adam luluh dan melupakan masa lalunya. Kecerdasannya juga akan membuat Adam mengaguminya seperti banyaknya lelaki lain yang dengan terang-terangan mengejarnya. Jadi kau tidak perlu khawatir, oke?"      Sedang Clara, Ia hanya bisa mengangguk dengan semua bisikan lirih sang Suami. Tanpa berniat menjawabnya sedikit pun. Sebab sudah menjadi sebuah aturan baku yang ia ketahui dari orang tuanya. Bahwa semua perkataan Suami, harus ia patuhi tanpa membantah sedikit pun. Sementara Adam dan Shirley. Kini mereka berdua pun turun pelan-pelan dari altar melewati beberapa anak tangga. Melangkah di sepanjang karpet merah yang terpasang di iringi beberapa pujian tentang pernikahan dan terus berjalan hingga berhenti di depan Gereja Tersebut.      Disana, beberapa orang wanita pun sudah siap menunggu dengan berharap-harap cemas dan berteriak. Agar buket bunga yang berada di tangan Shirley bisa mereka dapatkan.      "Ayooo... Shirleeyyy... Arahhkannn... Padakuuu... Saaaajjjaa..."      Maka tak lama kemudian. Buket pun melayang di udara sangat jauh. Kemudian jatuh tepat di kaki wanita hamil yang baru saja turun dari turun dari mobil sport putih. Ketika ia sudah kembali berdiri tegak setelah beberapa detik merunduk dan memunguti buket tersebut. Beberapa di antara mereka kembali berteriak dengan lantang. Kali ini dengan isi saling berceloteh tentang suka dan ketidaksukaan mereka.      "Waahhh... Marlyynnn... Dia yang mendapatkan butet ituuu... Sebentar lagi dia akan menikahhh... Huaaaa..."      "Ya iyalah dia akan menikah. Dia 'kan sedang hamil. Sayangnya, calon suaminya tidak ada di sini. Apa benar hubungan mereka baik-baik saja? Siapa suruh tidak memasang 'Balon' ketika bercinta? Hahaha... Perempuan Bodohhh! Hahaha... Di buku panduan pernikahan tadi 'kan tertera. Jika pernikahan ini akan di lakukan oleh dua mempelai. Kenapa hanya Adam dan Shirley yang menikah. Hahahaha... Kasihan sekali!"      Sehingga Marlyn yang baru saja ingin ikut berpartisipasi dalam acara pernikahan sang Kakak. Pun lekas-lekas berbalik. Membuka kembali pintu mobil. Masuk dan dengan cepat menyalakan kendaraan itu. Lalu membawanya pergi menghilang dari Gereja Katedral tersebut dengan berderai air mata. Sementara dari atas undakan tangga di depan pintu masuk utama Gereja. Kini perasaan tidak suka pun. Kembali pelan-pelan menyeruak dengan subjek Steve Armstrong. Masuk ke dalam pikiran Adam Lewis saat melihat bagaimana sikap yang di tunjukan para perempuan kaum sosialita Amerika, sahabat dari Shirley Murray pada Adiknya. Adam lantas kembali berubah seketika itu juga menjadi sosok kasar. Menarik dan sedikit menghardik pergelangan tangan Shirley. Hingga sesuatu terjadi di tengah undakan anak tangga tersebut.      "Pelaaannn... Pelaaannn... Hubby! Aarghhhh!"      Huuuppp...!      Ternyata High heels milik Shirley Murray patah disana. Namun karena wanita itu sempat mengeluarkan kata 'Hubby' meski dengan nada membentak. Adam pun secepat kilat berbalik dan dengan sigap pula menangkap tubuh sempurna sang wanita yang beberapa menit lalu sudah resmi menjadi Isterinya. Kedua netra mereka kini saling beradu akibat dari patahnya high heels dan terjatuhnya Shirley. Dengan debaran jantung di atas normal. Yang kini sedang pula terjadi di balik tulang rusuk yang membungkus d**a masing-masing.      "Sandiwara apa yang sedang kau mainkan, Shirley? Kau memanggil ku apa? Hubby? Hegh... apa aku tak salah dengar? Kau memang licik seperti Ayah mu, Shirley. Jangan ha—"      "Lepaass...!!! Jangan bawa-bawa Daddy! JIKA KAU TAK SUKA AKU MEMANGGIL MU 'HUBBY' LANTAS KATAKAN SEKARANG, APA YANG HARUS AKU SEBUT DENGAN STATUSMU YANG SUDAH MENJADI SUAMIKU? APA AKU MASIH PANTAS MENYEBUTKAN NAMAMU. TERLEBIH LAGI NANTI DI DEPAN ORANG-ORANG BANYAK? KAU PIKIR AKU WANITA TIDAK TAHU ETIKA, HAHHH? Aku pikir, kau sudah berubah dengan begitu lama menciumku di depan Altar. Ternyata kau sendiri yang memainkan sandiwara cantik itu hingga aku bisa bertingkah bodoh dengan mempercayaimu. Haahhh... Rupanya aku salah. Well, aku akan memanggilmu 'A.D.A.M' kau puas? Sekarang singkirkan tanganmu ini!!! JANGAN SENTUH AKU LAGI. KAU PAHAAMMM!" tegas Shirley.      Ia kemudian bergegas merunduk dan melepaskan high heels di kakinya saat itu juga, setelah menunggu Adam melonggarkan pelukan yang terjadi akibat tubuh terjatuhnya. Shirley lantas akan menuruni undakan anak tangga utama Gereja Katedral St. Arnoldus Jansen tersebut. Dengan tujuan menuju ke mobil pengantin berwarna putih seperti gaunnya. Ia benar-benar merasa sangat bodoh, sudah mempercayai seorang Adam Lewis. Tapi ternyata Adam segera meraih tubuh Shirley, mengangkat, mengendongnya ala bridal style dan menatapnya dengan sangat intens. Adam merasa dirinya seperti di tampar ribuan tangan besar ketika mendengar ucapan Shirley bahwa dia lah 'Drama King' yang sebenarnya. Ia bahkan tak memedulikan pekikan dari mulut manis Shirley, terus berjalan dan Shirley pun menjadi salah tingkah, lalu diam ketika mereka melewati beberapa pasang mata      "Jika begitu. Kau boleh memanggil ku 'Hubby', Wives. Hanya saja satu hal yang aku minta padamu selama pernikahan ini berlangsung, JANGAN MENCARI PERHATIAN LEBIH DAN JANGAN COBA MENDEKATI KU DENGAN CARA SELICIK APA PUN. SEBAB STEVE TIDAK JADI MENIKAHI MARLYN KARENA LEBIH MEMILIH MENIKAHI PRICILE KNOWLES. DAN AKU SANGAT MURKA DENGAN SEPUPU MU ITU." tegas Adam berteriak, tak memedulikan banyaknya orang yang menatap mereka, "Aku harap kau tidak menjadi objek dari balas dendamku pada Steve Armstrong nanti. Jadi jika kau memang merasa pernikahan ini adalah kehendak bodoh dari kedua Daddy kita? Akan ku cari jalan agar Aku segera membebaskanmu dari ikatan ini suatu hari nanti. Maka bersikaplah tetap seperti ini agar perpisahan itu nanti tidak membuat salah satu dari kita saling melukai. Kau pahaammm???" tegas Adam lagi.      Ucapan dari bibir Adam itu, benar-benar sukses membuat Shirley bersedih dalam hati. Tapi itu semua bukan karena Adam merencanakan sebuah perpisahan dengannya suatu hari nanti. Melainkan karena Steve Armstrong, sang pujaan hati ternyata tidak ikut menikah hari ini atas dasar telah berpaling ke hati Pricile Knowles. Rival teranyar yang ternyata adalah sahabat baik Shirley sejak kecil. Maka semakin berderailah air mata itu kini. Dengan perasaan hati berkecamuk dan pikiran yang sudah serupa seperti benang kusut.      "Pricileee... Kau masih hidup, Dear? Kau kembali dengan Kakak ku? Ohhh... God! Haruskah aku senang dengan kabar ini? Bagaimana bisa aku kembali ingin merebut Kakak jika kini ia sudah bersama Pricile lagi? Ini lebih sakit dari mendengar berita kehamilan Marlyn Lewis sialan itu. Lalu apa tadi dia bilang? Perpisahan? Orang ini baru saja menikahi ku, mencium ku, hampir memperkosa ku lalu kini mengajak aku untuk berbicara perpisahan suatu hari nanti? Double... Shiittt...! Sebaiknya aku memang harus menjadikan dia musuh terbesar ku saat ini. Yah, harus Shirley. HARUSSS! Tapi,  Heeemmm... Apa katanya tadi? Dia menyuruhmu secara tidak langsung untuk tak jatuh cinta padanya 'kan? Bagaimana bila kau saja yang membuatnya jatuh cinta padamu, Shirley?  Bukankah para CEO muda di Negara ini banyak yang mengejar-ngejarmu. Kau hanya perlu sedikit ketidaksengajaan dan bermain cantik bukan. See... Mari kita coba sekarang, Anak manis!" semangat dalam batin Shirley.      Tanpa aba-aba terlebih dahulu, Shirley mulai menjalankan ide gilanya dan "Heemmppphhhh... Cuupppp..." Bibir adam pun menjadi sasaran pertamanya.      "Heemmppphhhh... Heeiiii....! Heemppphhh... Heemmppphhhh..."      Shirley Murray terus memegang wajah tampan Adam Lewis lalu menciuminya dengan 'rakus' ketika mereka berada di depan kaum sosialita America, lebih tepatnya para sahabat wanitanya, dengan posisi yang tentu saja masih sama. Adam yang mengendong tubuh sempurnanya. Ia sengaja membuat Adam malu sekaligus gemas, juga merupakan pembalasan atas 'French kiss' mendadak dan lama, yang terjadi di atas Altar tadi. Sementara Adam merasa sangat gusar ditengah bibirnya yang terus bergerak. Karena wangi tubuh Shirley, benar-benar mampu membuatnya semakin memperdalam ciuman mendadak itu.      "Cherry bolsommm... Shiittt...! Wangi itu kembali ku hirup dari tubuhnya lagi, God! APA YANG HARUS AKU LAKUKAN. SHIIIRRRLEEYYY...? KAU BENAR-BENAR SENGAJA MEMPERMALUKAN AKU 'KAN? OKEY, AKAN KU BALAS KAU NANTI, WIVES. Uuummmchhh... Cuupppp... Cuupppp... Angeelll..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD