"Mommy baru baru jika kau memiliki sekretaris baru, dan dia wanita." Ucap Amanda, sang ibu yang sudah masuk ke dlam ruangan putranya.
"Hm, aku terpaksa merekrut sekretaris baru karena Rexi kualahan jika sendirian. Dia aku tugaskan untuk menghandle prroyek baru, dan tidak mungkin jika dia setiap saat bersamaku." Ucap Lorenzo sebagai alasan, karena memang itu kebenarannya.
"Bukankah kau tidak suka memiliki sekretaris perempuan?" Tanya Amanda.
"Hm, awalnya bahkan aku tidak ingin menerimanya kemaren, tapi aku memiliki hutang budi kepada Eliza."
"Namanya Eliza? Nama yang cantik." Ucap Amanda, bukan hanya namanya, dia mengakui jika Eliza bahkan sangat cantik dan menawan, saat pertama kali Amanda bertemu dengannya dia cukup sopan meskipun tadi dia tidak membiarkannya masuk, namun dia tau jika dia sedang melakukan pekerjaannya.
"Ngomong-ngomng, hutang budi apa yang sudah dia lakukan padamu?" Tanya Amanda yang membuat Lorenzo terdiam sebentar, dia lupa jika belum mengatakan tentang kejadian kemaren kepada ibunya.
"Kemaren aku hampir tertabrak mobil, dan dia yang menyelamatkanku, kemaren aku sempat melihat tangannya terluka, tapi aku tidak bertanya lagi." Ucp Lorenzo yang akhirnya kini mengingat jika kemaren dia melihat tangan Eliza terluka namun dia tidak menanyakannya lagi.
"Astaga! Bagaimana bisa. Tapi kau tidak apa-apa?" Tanya Amanda yang berubah menjadi panik.
"Aku tidak apa, Mom! Dia sempat memarahiku, sama sepertimu jika aku tidak berhati-hati," ucapnya terkekeh jika mengingat bagaimana Eliza memarahinya kemaren.
"Tapi saat itu dia belum tau jika aku adalah pemimpin perusahaan ini, dia memarahiku karena menyelamatkanku membuat berkas lamaran pekerjaannya menjadi berantakan, dia juga memarahiku karena aku tidak hati-hati melihat sekitar. Saat aku tau ternyata dia melamar di perusahaanku, aku langsung menerimanya," ucap Lorenzo menjelaskan yang membuat Amanda tersenyum.
"Aku melihatnya, dia memang seperti gadis yang baik, dan ternyata dugaanku benar ketika mendengar ceritamu, " ucap Amanda.
"Yang kau lakukan sudah benar, jika terjadi sesuatu kepadamu, mungkin Mommy tidak akan bisa hidup, kau dunia Mommy. Kau tau jika Mommy sudah kehilangan semuanya dan—
"Tidak perlu di ingat lagi, aku tidak akan pernah kenapa-kenapa. Dan dendamku masih sama, suatu hari nanti. Aku pasti akan menghancurkannya, aku akan menghancurkan mereka berdua." Ucap Lorenzo memeluk ibunya, dia mengepalkan tangannya jika mengingat bagaimana ayahnya memperlakukan ibunya dan mengusir mereka demi perempuan lain.
Lorenzo sudah pernah bersumpah untuk menghancurkannya suatu hari nanti, hanya saja dia belum tau keberadaan mereka.
Amanda hanya bisa diam saja karena dia juga sejujurnya sangat membenci dua orang di masa lalunya, di mana satunya adalah mantan suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya. Mereka berdua melakukannya di depan matanya dan bahkan saat ketahuan dia malah di usir oleh suaminya dengan keji. Untuk itu dia juga mendukung apa yang akan dilakukan anaknya kepada mantan suaminya nantinya.
Sedangkan di luar, Eliza mendadak menjadi takut karena Lorenzo memanggilnya.
"Astaga! Apakah ibunya mengadukanku dan aku di pecat karena sudah mencegahnya,?" Gumam Eliza, namum dia menghela nafas panjangnya beberapa kali untuk menenangkan dirinya, dia mengetuk pintu ruangan Lorenzo dan langsung masuk ketika sudah mendapatkan persetujuannya.
Eliza melihat ke arah Lorenzo yang sepertinya baik-baik saja bahkan ibunya, Amanda melihatnya dengan senyuman
"Pertanda apa ini." Batinnya.
"Eliza, aku lupa menanyaimu tentang tanganmu kemaren, apa baik-baik saja?" Tanya Lorenzo tanpa basa basi. Dia memanggil Eliza memang untuk menanyakan itu.
"Oh, tanganku? Aku sudah baik-baik saja, Tuan. Hanya luka kecil." Jawabnya.
"Aku sangat berterima kasih kepadamu krena kau telah menyelamatkan putraku, dia sangat berarti bagiku." Ucap Amanda yang membuat Eliza tersenyum, namun di dalam hatinya sebenarnya merasa sedih dan mengingat tentang orang tuanya yang bahkan tidak pernah sepeduli seperti Amanda kepada anaknya.
"Tidak apa, aku melakukannya karwna kemanusiaan." Ucap Eliza mengontrol dirinya agar tidak menangis di depan mereka ketika mengingat bagaimana sebenarnya kehidupannya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
"Mintalah sesuatu, aku dan putraku akan mengabulkannya." Ucap Amanda namun Eliza menggeleng.
"Putra anda sudah memberikan apa yang aku butuhkan." Ucap Eliza yang membuat Amanda menoleh ke arah putranya, sedangkan Lorenzo sendiri tidak tahu apa yang di katakan oleh Eliza.
"Pekerjaan. Tuan Lorenzo sudah memberikannya kepadaku, itu sangat berarti bagiku karena aku sendirian di negara ini. Aku sangat membutuhkannya." Ucap Eliza tersenyum yang membuat Amanda menoleh ke arah Lorenzo.
"Kau sendirian? Di mana orang tuamu?" Tanya Lorenzo karena memang dia kemaren sama sekali tidak melihat data Eliza dan langsung percaya dengannya. Untuk itu dia pun tidak memgerti latar belakang Eliza.
Eliza hanya diam saja, dia mengepalkan tangannya dan benar-benar mengontrol dirinya.
Lorenzo memang tidak tau apa yang terjadi, tapi melihat Eliza mengepalkan tangannya membuat dia sepertinya mengerti jika ada kejadian menyakitkan tentang orang tuanya.
Bahkan Amanda sendiri memegang tangan Lorenzo dan mengisyaratkan jika jangan menanyakan hal itu lagi kepda Eliza.
Amanda berdiri dan memegang tangan Eliza yang mengepal sehingga membuat Eliza tersadar.
"Maafkan aku, orang tuaku—
"Tidak masalah jika kau tidak ingin bercerita, jangan pernah mengingat kesedihanmu," ucap Amanda yang membuat Eliza tersenyum tipis.
"Terima kasih, maaf apa boleh aku permisi dulu ke toilet?" Pamit Eliza yang di angguki oleh Amanda,
"Tentu saja." Ucap Amanda yang bahkan membuat Eliza langsung berbalik dan keluar dari ruangan Lorenzo, dia memang benar-benar ke toilet karena sedari tadi ingin menagis, tidak di pungkiri jika dia merasa kehidupannya menyedihkan karena memiliki orang tua yang lengkap namun mereka bahkan sampai saat ini tidak pernah mencari ku, padahal jika ayahnya mau, dia bisa meminta anak buahnya atau detektif sekaligus untuk mencari dirinya. Tapi nyatanya dia sama sekali tidak mencarinya.
Sementara di ruangan, Lorenzo menjadi merasa bersalah karena mengira jika ornag tua Eliza mungkin sudah meninggal.
"Jangan membicarakan tentang orang tuanya lagi, Lorenzo, sepertinya dia mengalami kehidupn yang buruk, dia sendirian dan itu bukan hal mudah. Apalagi dia seorang perempuan." Ucap Amanda yanh di angguki oleh Lorenzo.
Dia merasa berbeda dan rasanya khawatir dengan Eliza yang bersedih karena pertanyaannya, padahal sebelumnya dia belum pernah seperti ini kepada siapapun apalagi dengan seorang wanita.