Festival Boneka

1437 Words
Hari minggu tiba, di mana acara Festival Boneka di Taman Kota akan digelar. Ayuna datang ke sana sambil membawa kameranya, untuk mengabadikan momen cantik yang akan ditemuinya nanti. Terutama yang berhubungan dengan Tama. Lelaki itu, akan menjadi sasaran utama bidikan kameranya. Dia menantang dirinya untuk dapat mengambil banyak gambar lelaki itu selama acara berlangsung. Seperti yang sudah di jelaskan, Ayuna memang seorang fotografer. Meskipun ia baru saja memulai karirnya dan terhitung sebagai pemula. Kegiatan memotret adalah hobi Ayuna sejak ia masih kecil. Orang tuanya mendukung keahlian yang dia miliki, salah satunya dengan membelikan dia beberapa buah kamera. Ayuna tertarik dengan fotografi karena Liam, saudara sepupu terdekatnya memiliki hobi yang sama. Liam yang beberapa tahun lebih tua tetapi sangat dekat dengan Ayuna, sering memamerkan hasil karyanya. Kegiatan yang teratur itu tertanam di pikiran Ayuna kecil, hingga dia memiliki minat yang sama dengan sepupunya, memotret. Sesampainya di lokasi, Ayuna sempat memotret beberapa lokasi yang menurutnya sangat menarik. Pengunjung yang belum terlalu ramai membuatnya leluasa untuk mengambil foto berbagai objek. Sesekali, Ayuna memotret awan yang tampak begitu cerah, secerah suasana hatinya saat ini. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Tama, lelaki yang merebut perhatiannya itu. "Hei," Seseorang menepuk bahu Ayuna, membuat gadis itu kaget. Ia segera menoleh ke belakang dan terkejut mendapati siapa yang ada di sana. Lelaki yang sejak beberapa hari terakhir membuat hari-harinya berubah. Siapa lagi kalau bukan Tama. Seketika sebuah senyuman terukir di wajah cantik Ayuna. "Kak Tama? Kok tahu aku ada di sini? Padahal aku belum mengirimi kakak pesan," Ayuna sedikit gugup. Seolah dia baru saja bertemu dengan seseorang yang di sukainya. Meskipun faktanya, Tama memang telah mencuri perhatian gadis itu. Dalam kesempatan ini, Ayuna bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Tama.Di lihat dari dekat, wajah lelaki itu semakin menawan. Lesung pipi yang dimilikinya, saat tersenyum membuat Tama terlihat sangat tampan. Garis tegas rahangnya membuat Ayuna semakin terpesona. "Aku sudah sejak pagi-pagi sekali ada di sini karena persiapan tempat yang belum sempat di kerjakan kemarin. Sebenarnya aku asal tebak, ternyata beneran kamu. Oh ya, Sejak kapan kamu suka dunia pemotretan?" daripada segera menjawab, Ayuna justru memandangi Tama cukup lama sekali lagi, kemudian tertawa kecil sambil menutup bibirnya dengan salah satu telapak tangannya. "Kenapa kamu tertawa?" tanya Tama kebingungan. Dia tidak mengerti, apa yang membuat Ayuna menertawakannya. "Maaf, habis kakak seperti tukang obat. Rame banget. Aku suka fotografer sejak lama, masih SD kayaknya," Ayuna memberikan keterangan sambil memeriksa hasil fotonya tadi. "Aku memang sedikit cerewet. Maafkan, kalau kamu merasa tidak nyaman," Tama jadi sedikit salah tingkah. Dia memang terbiasa mengakrabkan diri dengan siapa saja. "Santai, Kak. Justru aku suka dengan orang-orang receh seperti kakak ini. Kalau pendiam aku malah canggung. Kapan acaranya di mulai?" Ayuna mengalihkan topik pembicaraan mereka. "Masih setengah jam lagi. Ayo, kita duduk di sana, pegel juga lama-lama ngobrol sambil berdiri seperti ini," Tama menunjuk sebuah bangku kosong yang terletak di salah satu sudut taman. Ayuna mengangguk setuju lalu mengikuti langkah Tama yang mendahuluinya. Gadis itu sempat mengambil beberapa foto Tama dari belakang. Lelaki di hadapannya itu benar-benar membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tama duduk di bangku, ia mengikuti apa yang di lakukan lelaki itu dengan jarak yang sedikit berjauhan. Bagaimanapun antara dia dan Tama bisa dibilang belum akrab satu sama lain. Ayuna sedikit canggung jika harus duduk berdekatan dengan Tama. "Aku bukan penyakit menular, jadi tidak perlu menjauhiku seperti itu," Tama sedikit menyindir Ayuna yang tampak menjauhinya. "Maaf, kak. Aku tidak bermaksud begitu," Ayuna menggeser duduknya sedikit mendekat ke arah Tama. Dia tidak ingin Tama menjadi salah paham karena sikapnya. "Hanya bercanda, kok. Senyaman kamu saja. Aku tidak masalah. Terima kasih, ya. Kamu sudah datang ke festival ini." Tama melempar senyum manisnya pada Ayuna. Seolah sebuah panah telah menancap di hatinya, Ayuna melemah. Sungguh, senyuman Tama seperti candu baginya. "Iya, Kak. Aku datang kesini memang khusus untuk melihat kakak tampil. Kakak sudah lama jadi model cosplay?" Ayuna penasaran pada kegiatan harian Tama. "Baru setahunan, sih. Awalnya cuma iseng, tapi lama-lama aku nyaman jadi cosplay. Ada hal tersendiri yang aku rasakan saat melihat mereka tersenyum," Tama menerawang jauh, seperti ada kesan tersendiri di balik cerita yang ia sampaikan. "Sepertinya kakak ada kesan tersendiri ya, kenapa akhirnya memutuskan untuk jadi cosplay. Aku senang filosofi para pemakai cosplay, mereka mengajarkan bagaimana terus tersenyum dan membuat orang bahagia meskipun di dalam kostum ada kesedihan atau beban hidup yang tidak bisa di ungkapkan." ujar Ayuna sok puitis. "Betul, Ayuna. Harusnya dalam hidup kita juga seperti itu. Tebar senyum dan bahagia, agar orang-orang yang ada di sekeliling kita juga bisa merasakannya. Sebaliknya, penderitaan cukup kita yang tahu." balas Tama. "Aku kagum pada kak Tama. Kakak ramah, baik hati, penuh filosofi. Eh, kakak waktu itu mau beli boneka buat siapa?" Ayuna teringat momen pertama mereka saat bertemu di toko boneka saat itu. "Untuk seseorang yang suka banget sama boneka beruang. Jadi di manapun, saat aku menemukan boneka beruang yang unik, aku selalu membelinya untuk dia." raut wajah Tama berubah dan Ayuna menyadari itu. "Tapi saat itu, kenapa kakak kasih bonekanya buat aku?" hal ini yang paling membuat Ayuna penasaran. Keputusan Tama untuk memberikan boneka itu padanya membuatnya merasa sedikit janggal. "Aku tidak tega, saat dimana aku harus berebut suatu barang dengan seseorang, apalagi itu cewek, sebisa mungkin aku harus mengalah. Aku tidak bisa egois," jawaban Tama membuat Ayuna semakin kagum pada lelaki itu. Dia sangat peka dan berusaha memahami perasaan perempuan. "Hati kak Tama lembut, ya. Jarang deh ada cowok sebaik kakak. Ayuna kagum sama orang-orang yang seperti kakak. Terima kasih sekali lagi buat bonekanya," ucap Ayuna tulus. Ucapan Tama memang sangat menyentuh bagi gadis dua puluh tahun itu. "Terima kasih terus. Aku seneng, kalau pemberianku bermanfaat buat kamu. Jangan sungkan kalau sama aku. Aku tidak pernah membedakan teman lama atau yang baru kenal, semuanya sama," kata Tama santai. Dia memang orang yang sesederhana itu. Mudah akrab dengan siapapun. "Wah, kak Tama keren. Coba semua orang seperti kakak, pasti indah banget dunia ini, udah setengah jam nih, silahkan ke arena kak, takutnya kakak ketinggalan," Ayuna melirik arlojinya, mereka sudah berbincang lebih dari setengah jam ternyata. "Aduh, lupa waktu. Terima kasih sudah menemani aku menunggu waktu tampil. Biasanya aku bosen, nunggu tampil sambil nonton anime," ceritanya sebelum beranjak pergi. "Sama-sama kak, gih sana. Semoga sukses. Eh, sebentar, kak Tama, Lihat sini dan senyum...," pinta Ayuna, Tama menurutinya. Ckrik.. Ckrik... Ayuna mengambil beberapa kali foto Tama. Sebelum akhirnya pria manis itu meninggalkan Ayuna untuk mulai pertunjukan. Ayuna memandang kepergian pria itu dengan sedikit senyum yang terlukis di bibirnya. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya lagi, meninggalkan bangku taman yang ia duduki bersama Tama. Ia menyempatkan diri memotret beberapa objek di sekitar sana yang menarik perhatiannya. "Ayuna, ya?" Sapa seseorang saat Ayuna asyik memandang hasil fotonya. Spontan ia menatap seseorang yang berada di hadapannya. "Randi?" Ia coba menebak nama dari pria berwajah oriental yang ada di hadapannya itu. "Senang rasanya, masih di ingat oleh seorang Ayuna. Apa kabar? Jadi fotografer sekarang?" katanya ramah. "Lebay, deh. Kabarku baik Ran, kamu sendiri apa kabar? Aku iseng aja, hobi foto objek soalnya," jawab Ayuna sekenanya. "Bolehlah, lain kali jadi narasumber di majalah tempatku bekerja," "Kamu jadi wartawan?" Ayuna mengoreksi pekerjaan apa yang Randi geluti. "Betul. Aku sedang mencari narasumber yang cocok di even ini. Kamu ada rekomendasi?" tanya Randi, seketika Ayuna teringat pada Tama. "Ada, aku punya teman yang cukup lama jadi cosplay, tapi tunggu persetujuan dia, ya. Coba aku chat dulu dia," Ayuna mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Tama. "Semoga dia mau, deh. Aku baru gabung di Agensi jadi masih penyesuaian," Keluh Randi. "Tenang, Ran. Tama orangnya baik kok, dia pasti mau jadi narasumber majalah kamu," Ayuna sangat yakin, Tama tidak akan menolak kesempatan bagus ini. Benar saja, tidak berapa lama, Ayuna mendapatkan pesan balasan dari Tama kalau ia bersedia untuk menjadi Narasumber. "Tuh, bener kan, dia bersedia. Tapi tunggu ya, mungkin agak lama, karena dia memerankan beberapa costplay."Ayuna meminta Randi menunggu. Tentu saja, hal itu membuat Randi merasa lega. "Wah, terima kasih banyak, Ayuna. Berkat bantuan kamu aku jadi cepet nemu narasumber. Semoga hasil wawancara berjalan lancar dan dia bisa jadi bintang cover majalah kami," Randi heboh sendiri karena kerjanya jadi sedikit lebih mudah berkat Ayuna. "Sama-sama, Randi. Sori, aku ke sana dulu ya. Mau mengabadikan beberapa adegan. Aku juga pengen buat album khusus untuk even ini," ujar Ayuna dengan gembira. Ia segera berlari kecil menuju ke tempat pertunjukan. "Baiklah, terima kasih Ayuna. Aku tunggu di sudut taman sebelah sana ya, kalau temanmu sudah selesai." Randi menunjuk sebuah bangku yang berada di pojok taman. "Siap, daaah," Ayuna melambaikan tangan dan meninggalkan Randi, menuju tempat di mana ia bisa memosisikan diri untuk mengambil potret Tama. Ia hanya fokus pada teman barunya itu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD