Botol obat-obatan beserta isinya tercerai berai, berhambur berantakan di lantai bersama ceceran cairan anggur yang tumpah mengotori karpet. Keadaan kamar tampak kacau balau di mana terdapat beberapa pecahan dari botol anggur serta barang yang berada tidak pada tempatnya.
Beberapa suntikan dan pistol dan butiran pelurunya berserakan di lantai. Sedangkan si empunya tertidur lelap di atas ranjang. Sepertinya dia bermimpi buruk sehingga tubuhnya tersentak saat bangun.
Laki-laki itu mengumpat sambil bangkit duduk. Sejenak, dia mencengkram kepalanya yang pening dengan mulut meringis. Laki-laki itu merintih lalu meraba botol obat miliknya di lantai lalu menenggak sisanya tanpa minum. Napasnya tersengal-sengal, dadanya naik turun cepat, darahnya berdesir. Untuk sejenak, dia bersandar pada sisi ranjang dan memejamkan mata sebentar.
"Jude," lirihnya.
"Stop it."
"Aku sekarat." Laki-laki itu kemudian menoleh menatap seorang perempuan di sudut ruangan sana dengan tangannya yang menggenggam sebuah pistol yang diarahkan kepada laki-laki itu.
"Itu obatku, kamu tahu?"
"Mau nyoba aja."
"Kamu tahu apa yang tadi malam kamu lakuin ke aku? KAMU HAMPIR PERKOSA AKU."
"Maaf."
"Luce, kamu gila!"
Lucanne, laki-laki berambut sehitam kopi itu, melirik.
"Si b*****t itu nyaris bunuh kamu."
"I KNOW. TAPI HARUS BANGET DIBUNUH?"
"Apa pun itu. Asal kamu nggak mati."
"LUCANNE—!
"Shut up, shit." Lucanne beranjak dari lantai kemudian meraih kemeja hitamnya di atas nakas dan mengenakannya.
Juda masih pada posisinya, dan tidak berniat sedikitpun untuk melepaskan moncong pistol itu dari Lucanne.
"Ngapain?" tanya Lucanne menatap Juda heran.
"Kamu yang ngapain?"
Lucanne menghembuskan napas. Laki-laki itu kemudian mendekati Juda dan menghapus jarak di antara mereka, bahkan tidak peduli jika ujung pistol itu menyentuh dadanya.
Lucanne membuka kerah atas kemejanya dan menunjukkan lehernya kepada Juda.
"Kalung couple kita hilang."
Juda tidak bisa berkata-kata.
Kalung couple?!
Tapi kenapa harus membawa pistol segala?!
"Jangan lama," kata Lucanne mundur dan menjauhi Juda yang masih mematung di posisinya.
Entah apa isi pikiran orang ini, Juda pun tidak mengerti.
"BENGONG AJA DI SANA SAMPAI KIAMAT ATAU KULEDAKKIN HOTEL INI?"
"f**k, LUCANNE."
***
Dua orang itu kini berada di atap gedung. Yang satu sedang meneropong, yang satunya lagi sedang merangkai senjata.
Juda melirik Lucanne yang mengunyah sneakers sembari berkutat dengan alat tulis dan kertas di pahanya, sedang memperkirakan coriolis effect yang akan terjadi pada tembakan usai diletuskan dari jarak sejauh itu.
"Target tiba dalam lima menit." Juda memberitahukan.
Lucanne beralih ke rifle-nya. Semua sudah ter-setting dengan sempurna. Hanya perlu mengenai kepala itu dan semuanya beres.
Ya, tentu saja. Menembak seperti itu adalah hal mudah bagi Lucanne. Tapi sedetik setelah menembak kepala itu hingga menimbulkan kegemparan di bawah sana, ada sebuah peluru meleset mengenai rifle milik Lucanne.
Asal pelurunya dari barat daya. Dari sebuah gedung di samping sana.
Lucanne langsung menarik Juda untuk merunduk. Rentetan peluru lain mulai menghujani mereka.
Lucanne mengeluarkan pistol dari dalam tasnya dan mengisi magasinnya dengan peluru lalu menembakkannya ke arah asal tembakan tersebut.
Tembakan pertama meleset, dan hujan peluru semakin banyak.
Lucanne mengeluarkan cermin kecil milik Juda dan mengarahkannya ke gedung samping di mana para penembak itu berada.
SRING!
Pantulan silau cahayanya tepat mengenai mata si penembak. Sementara mereka lengah, Juda diam-diam membereskan senjata mereka ke dalam tas dan kabur saat Lucanne memberi aba-aba.
Namun di bawah sana rupanya ada beberapa orang yang menghadang mereka.
Lucanne tanpa basa-basi langsung menyimpan pistolnya dan mengeluarkan pisau. Lebih baik keluar sedikit tenaga daripada kehilangan beberapa peluru untuk orang-orang tidak penting ini.
Setelah membantai habis setiap orang yang menghalangi jalan mereka, Juda mengikuti langkah Lucanne menuju jeep yang terparkir di sebuah parkiran padat penduduk.
Kamuflase sempurna. Saat polisi tiba, mobil mereka bahkan beriringan dengan mobil polisi, dan para polisi itu tidak tahu itu. Tiba di simpang empat, Lucanne langsung mengambil jalur kanan dan membiarkan para polisi itu lurus.
"Kamu terluka?"
"Cuman goresan kecil." Juda menunjukkan pipinya yang tergores kecil.
CIIIIITTTTTTTT.
Mobil direm mendadak.
Juda terheran. Lalu setelah itu Juda terkejut-kejut saat Lucanne memutar balik mobil dan kembali ke tempat tadi—lebih tepatnya ke gedung di mana para penembak tadi berasal.
Tahu apa yang dilakukannya?
Menghabisinya tanpa menyisakan satu pun hanya dengan menggunakan tangan kosong. Tiga versus satu bukan masalah bagi Lucanne.
Dan setelah itu Lucanne kembali ke mobil dan menyengir.
"Let's go home, Judaaa."
"You're a maniac ...," maki Juda.
"As long as you're okay. Thank you too."
"Hell ..."
***
"Kesepakatan apa yang lo bicarakan ini?"
Tak.
Botol anggur yang usai diminum itu disentak ke atas meja.
Lucanne bersandar di sandaran sofa sambil meletakkan kaki di atas meja.
"Terlalu murah. Gue nggak tertarik."
"Gimana kalau 500 juta?"
"Lo lupa yang mau gue sentuh ini siapa?" Lucanne berkata sinis, ekspresinya berubah dingin.
"Fine, 5M."
"10M. Lo lupa kompensasi untuk menyelamatkan diri."
"..."
"10M itu terlalu murah buat harga kepala pemimpin Serikat."
"Biar saya dan tim pikirin dulu."
"20M."
"FINE 10M."
"15M. Lo kelamaan mikir."
"Oke. Pembayaran di muka 5M, sisanya menyusul setelah pekerjaan berhasil."
Lucanne langsung memutus panggilan dan meminum anggurnya, berpikir.
Pemimpin Serikat, ya?
Untuk sekelas Lucanne, melakukannya hanya berdua saja cukup sulit. Secara, targetnya ini adalah orang paling berkuasa di dunia bawah. Orang nomor satu di industri para pembunuh ini.
Terakhir kali ada yang mencoba membunuh Subagja dan berakhir termutilasi hidup-hidup.
"15M itu kurang." Juda menceletuk di ujung sana, melirik Lucanne dengan mulut sibuk merokok. "Bayangin pembunuh biasa kayak kita mainnya langsung ke pusat."
Lucanne menoleh.
"Tolak aja. Uang kita udah nyecer sana-sini. Udah saatnya kita foya-foya. Kepulauan Cayman oke juga."
Mendengarnya, Lucanne tertawa.
"Kamu, kan, harus balik ke negara asal kamu."
"Kamu nggak mau tinggal sama aku?" Juda lumayan kecewa dengan jawaban Lucanne yang seperti merelakannya.
"Kamu bisa pergi kapan pun kamu mau. Uang itu milik kamu."
"Milik kita, lebih tepatnya."
"Kenapa?" Juda bertanya-tanya. "Kamu bersikeras supaya aku tetap tinggal."
"Kamu selalu bilang mau balik ke Korea. Dan kontrak perjanjian kita udah berakhir beberapa hari yang lalu. Kamu nggak terikat apa-apa lagi sekarang."
"Luce,"
"Lee Juda." Lucanne beranjak dari sofa kemudian mendekati Juda, berlutut di hadapannya sambil menyentuh rambutnya lembut. Aroma segar dari Lucanne membuat Juda merasa lega, sekaligus tercekat. "Kamu bisa pergi kapan pun kamu mau."
"Kenapa kamu nggak nahan aku?"
"Buat?"
"Kamu masih nanya? Bukannya harusnya kamu bilang 'aku masih butuh kamu sebagai partner-ku yang sempurna'."
Lucanne tersenyum sinis.
Laki-laki itu merampas rokok di jari Juda dan mengisapnya.
"Jangan bilang, kamu mau melakukan pekerjaan ini sendirian?" Juda menatap Lucanne tajam. "Kamu mau membunuh Subagja sendirian dan membawa kepalanya ke hadapan Putih?"
Lucanne tidak membalas. Laki-laki itu hanya menatap Juda kemudian menghembuskan asap rokoknya tepat di wajah Juda. Dan perempuan itu sama sekali tidak terganggu.
"Kamu nggak butuh uang itu, Luce."
"Kata siapa?"
"Uang ini lebih dari cukup!"
"Itu uang kamu."
"f**k!"
Lucanne menghela napas.
"Kamu mau mati konyol?"
"Kenapa? Kamu meragukan kemampuanku? Kamu lupa aku siapa?"
"Lucanne ..." lirih Juda. "Nggak gitu ..."
"You know nothing."
"Aku nggak akan pergi ke mana-mana dan kamu nggak akan ngambil job itu. Oke?"
"I don't care." Lucanne berdiri, laki-laki itu menjatuhkan puntung rokoknya ke lantai dan menginjak-injaknya. Lalu setelah itu meraih jaket dan keluar dari tempat itu meninggalkan Juda sendirian.
Ting!
Satu pesan masuk melalui notifikasi saat Lucanne menyalakan mesin mobilnya. Dari Juda.
Juda : aku bisa bunuh diri kalau kamu nggak dengerin aku.
Ting!
Satu pesan lagi masuk, masih dari Juda.
Juda : mengirim foto. (Foto tali tambang yang diletakkan di atas bangku)
"Do as you like."
***
Bohong kalau tidak jatuh cinta dengan Juda. Perempuan secantik itu dengan hebat dan ugal-ugalan menarik perhatian Lucanne sampai Lucanne benar-benar ngos-ngosan dibuatnya. Tapi impian Juda adalah hidup bebas dan tenang di negaranya sendiri. Dan Lucanne mati-matian membantu perempuan itu untuk mewujudkannya.
Lalu tadi, Juda berkata tidak akan kemanapun. Lucanne merasa sakit hati mendengarnya. Lucanne tidak suka Juda berkata demikian. Mati-matian Lucanne mewujudkan impian itu tapi dengan seenak jidat Juda mengatakan bahwa dia tidak akan pergi kemanapun.
Bukan karena Lucanne ingin berpisah dengan Juda. Tapi Lucanne hanya menghormati impian perempuan itu.
Selama perempuan itu baik-baik saja, Lucanne bahagia. Keluar dari Serikat pun bukan hal yang sulit bagi saat Juda memintanya untuk melakukan itu.
Tapi ...
Di satu waktu, saat Lucanne sedang bersenang-senang di kelab malam, Lucanne menerima sebuah pesan. Dari Juda.
Ini jam 2 dini hari dan Juda harusnya sudah tidur. Tapi perempuan itu mengiriminya banyak sekali foto.
Dan saat Lucanne membukanya, betapa syok Lucanne dibuatnya.
Tanpa babibu Lucanne berlari sekencang-kencangnya menuju mobil dan melajukan mobilnya ugal-ugalan menuju ke hotel mereka.
Lucanne bahkan lupa mencabut kunci mobilnya dan membiarkan benda itu menyala.
Lucanne hanya terus berlari dan saat tiba di depan kamar hotelnya, langkah Lucanne melambat.
Tangannya gemetar menyentuh gagang pintu.
"s**t, Lee Juda ...," Lucanne menggigit bibir bawahnya resah.
Dengan langkah pasti, Lucanne menarik pintu dan masuk ke dalam—
SRAT!
Baru saja masuk selangkah, ujung tajamnya pisau menyambutnya dari balik pintu. Secara gesit Lucanne menghindarinya.
Lucanne melihat wajah itu. Wajah orang yang tidak perlu lagi dipertanyakan siapa.
"Long time no see, shit."
Lucanne kemudian menoleh ke arah sofa dan menyaksikan bagaimana Juda tergolek di sana dengan leher menganga lebar.
"Juda ...," Lucanne meradang. Emosinya berkumpul, siap tumpah kapan saja.
"Berani banget lo menginjakkan kaki di tempat ini," ucap Lucanne tertahan.
Orang itu menatap jauh lebih Lucanne sinis dari Lucanne sendiri.
"Have you forgotten? Our business is far from over."
Rahang Lucanne mengeras.
Sedangkan orang di hadapannya itu mulai mencengkram pisau di tangannya semakin erat dan mulai maju mendekat.
"Why ... why did you try to kill me that night?"
"Persetan."
BUK!
Pisau ditendang oleh Lucanne.
Keduanya mulai terlibat perkelahian sengit yang semula didominasi oleh Lucanne, kini keadaannya tambah sengit dan perkelahian mulai didominasi oleh orang itu. Saat lengah, Lucanne kemudian dilempar ke arah sofa dan ...
Tangan Lucanne bersentuhan dengan tangan Juda.
Laki-laki itu langsung runtuh. Dia tidak mempedulikan orang itu lagi dan kini beralih sepenuhnya kepada Juda.
Lucanne memeluk Juda rapat-rapat sambil menangisinya.
"f**k YOU, K."
Orang itu memiringkan kepala saat Lucanne mengumpatnya.
"Why didn't you kill me instead? Why her?!"
"What's the difference?"
"s**t!"
DOR!
Satu tembakan sukses mengenai kaki Lucanne, saat Lucanne kalah cepat hendak menyerang orang itu.
Lucanne tertunduk.
DOR!
Tembakan kedua diletuskan.
Tepat mengenai bahu kiri Lucanne.
Lucanne mengeluarkan pistolnya lalu mengarahkannya kepada orang itu dan menimbulkan letusan yang ketiga.
DOR!
DOR!
Peluru itu meleset dan mengenai d**a orang orang, sedangkan tembakan ketiga sukses mengenai perut Lucanne dan menumbangkannya.
Di sisa kesadarannya yang tersisa, Lucanne melihat orang itu melangkah mendekatinya. Orang itu duduk di punggung Lucanne yang tiarap di lantai sembari memainkan pistolnya.
"f**k you." Orang itu berkata.
"f**k you too, Nael."
Dan setelahnya gelap total.
***