Aku sedang membuat bekal untuk Al, ketika ia keluar dari kamar dan duduk di meja makan.
"Pagi oma, pagi ma."
"Pagi sayang." Ucap Mamaku.
"Nih." Aku menyodorkan kotak makan ke hadapannya.
"Apa nih? Mama masak?"
"Nggak. Roti."
"Isi apa?"
"Telor, sosis, sayur. Kenapa sih?"
"Siapa yang goreng telor sama sosisnya?"
"Neneng."
Lalu ia mengambil kotak itu, "Yakin kan yang goreng Neneng?"
"Iya, emang kenapa sih kalau mama yang buat?" tanyaku sewot.
"Nggak enak."
Aku mencibirnya kesal. Al memang dari dulu tidak menyukai masakanku, memang sih aku tidak bisa masak sehingga anak itu selalu menjauhi masakanku. Masakanku yang ia akan makan hanya mi instant. Sungguh menyebalkan.
"Ra, minggu ini kamu bisa ketemu sama Simon?"
"Simon?" tanyaku.
"Iya, anaknya teman mama. Duda anak satu, anaknya masih kecil. Dia lagi cari istri, bolehlah kamu temui. Siapa tau cocok."
"Hmm." Gumamku.
"Oma, nanti oma bisa ke sekolah?" tanya Al. Membuatku melihat kearahnya juga.
"Jam?"
"Jam 11."
Mamaku langsung mengiyakan, "Emanya kenapa Al? Ada masalah?"
Al menggelengkan kepalanya. Aku terdiam, apa mungkin membicarakan universitas?
"Yuk berangkat." Ucapnya.
Aku langsung berdiri dan mengambil beberapa bouquet bunga yang akan aku antarkan hari ini.
Aku akan mengantarkan Al ke sekolah lalu mengantar pesanan sekalian membeli beberapa kertas dan pita.
Ketika aku sampai di depan sekolah Al, ia tiba-tiba memberikanku kertas. Kertas post-it.
"Nih."
Aku mengambilnya dan melihat apa yang tertulis.
1. Herman Husein = @husherman
2. Julian Rent = @julianr
3. Hendrik Tiora = @hendrikktio
4. Fredy Seroti = @fredfredy
5. Reeve Denopa = nggak ada i********:.
"Apa ini?" tanyaku.
"Omnya temen-temen aku. Ada yang single ada yang duda juga. Mukanya lumayan. Mungkin bisa mama pertimbangkan untuk mama. Aku nggak suka om Simon, terlalu gendut dan nggak cocok untuk mama."
Aku tersenyum, "Kamu emangnya mau punya papa?"
"Mama sudah terlalu lama sendirikan? Apa jangan-jangan mama udah terlalu tua? Jadinya Cuma Om Simon yang suka?"
Aku memukul lengannya pelan, "Nggak sopan. Sudah sana masuk."
Al tertawa, lalu keluar dari mobil berlalu masuk ke dalam sekolah. Aku tersenyum, lalu menaruh kertas itu di dalam dashboard mobil.
ބ
Ketika aku sedang membeli kertas dan pita tiba-tiba mama menelpon mengatakan jika tidak bisa pergi ke sekolah Al dan menyuruhku datang. Ia tidak tau apa yang terjadi, tetapi tadi kepala sekolah menelpon ke rumah mengatakan ada hal yang penting.
Aku langsung melajukan mobilku ke sekolah Al, jarang sekali kepala sekolah menelpon ke rumah. Bahkan bisa dibilang tidak pernah.
Aku sampai di sekolah Al, anak-anak sedang beristirahat. Al memang mengatakan kalau kegiatan belajar mengajar sudah tidak ada untuk kelasnya. Tetapi, mereka diwajibkan sekolah entah untuk apa.
Aku berjalan menyusuri lorong sekolah ini. Untuk pertama kalinya aku menginjak kaki disini.
Ketika aku sampai di depan ruangan kepala sekolah aku bertemu dengan Gritany.
"Miss? Kok ada disini?" tanyanya.
"Ini Miss yang lo ceritain, Grit? Wih cantik banget. Miss mau ngajar di sekolah ini ya? Kenapa baru masuk, kenapa nggak dari dulu. Sekarang kita udah mau lulus ini."
Aku hanya tersenyum, "Kamu kenapa diluar ruangan kepala sekolah?"
Gritany menggeleng.
"Ya sudah Miss masuk dulu." Aku langsung masuk tanpa menunggu jawaban Gritany lebih lanjut.
Ketika aku masuk, Al sudah berdiri di samping kepala sekolah dengan Reeve yang duduk di hadapan kepala sekolah.
Al melihat kearahku dan betapa kagetnya aku melihat wajah Al yang sudah memar membiru.
"Kamu kenapa?!" tanyaku langsung mendekat."Kamu berantem?"
Al hanya diam, "Silahkan duduk. Anda ini?" tanya kepala sekolah.
"Saya ibunya." Ketika itu Gritany masuk ke dalam dan ia terkejut mendengar ucapanku sama dengan terkejutnya wajah Reeve disampingku.
"Ini sebenarnya kenapa? Kok bisa Al bonyok gitu?" tanyaku pada kepala sekolah.
Aku melihat Reeve yang juga melihatku, wajahnya sinis. Berbeda dengan yang kemarin.
"Jadi Alzelvin bertengkar dengan temannya, Raymon. Perbuatan Zelvin sangat tidak baik disini, meskipun ia adalah anak yang berprestasi tapi bertengkar tidak diijinkan atau dibenarkan."
"Benar begitu, Al?" tanyaku melihat kearahnya. Ia hanya diam tidak menjawab. Aku mencubit pahanya yang berada disampingku sehingga ia meringgis pelan.
"Nggak pak. Zelvin Cuma bantu aku dari Raymon kemarin, terus tadi Raymon langsung samperin Zelvin."
"Boleh saya tau dimana Raymon sekarang?" tanyaku.
"Di UKS." Jawab kepala sekolah, "Zelvin saya hukum untuk membersihkan kamar mandi selama seminggu karena perbuatannya, Bu. Saya harap ibu memperhatikannya di rumah."
"Boleh saya melihat Raymon pak?"
"Untuk apa?"
"Bukannya lebih adil jika mereka ada disini bersamaan?"
Kepala sekolah tergagap mendengar ucapanku, membuatku menjadi lebih jengkel.
"Ma, udahlah." Ucap Al.
"Kalau dia parah, bukannya mama harus membawanya ke rumah sakit?" tanyaku. "Jadi, boleh bapak panggilkan Raymon kesini? Saya mau lihat keadaannya."
Kepala sekolah tidak memiliki pilihan lain, ia menelpon seseorang untuk membawa Raymon ke ruangan kepala sekolah.
Ketika seorang laki-laki masuk ke dalam ruangan, betapa kesalnya aku melihat wajahnya. Tidak ada lebam seperti milik Al, bahkan sangat mulus untuk ukuran seseorang yang harus dibawa ke UKS.
Raymon sudah berdiri di samping Al. Ia berdecis sinis, "Jadi lo suruh tante girang lo yang ke sekolah? Nggak punya orang tua buat lo bawa kesekolah selain Oma lo?" ucap Raymon pada Al.
Al hanya melihatnya datar.
"Kamu sebut saya apa?" tanyaku berdiri, membuat kepala sekolahpun berdiri.
"Tante girang? Tante nggak malu ke sekolah brondong tante? Cantik sih, tapi kok main sama brondong."
Aku menghela napas, "Jadi ini yang bapak anggap sebagai korban?" tanyaku pada kepala sekolah. "Bapak udah tanya bagaimana kejadian aslinya?"
"Bapak kepala sekolah takut kali sama kakeknya Raymon, Miss! Diakan donatur terbesar di sekolah ini."
Oke. Diskriminasi.
"Bisa kamu jelaskan gimana kejadian sesungguhnya, Gritany?" tanyaku.
Aku membalas tatapan sinis Reeve ketika ia melihatku sinis.
"Jadi, kemarin Raymon itu bawa aku ke kelas atas. Dia mulai bertindak nggak sopan. Disitu pas lagi ada Zelvin lewat dan bawa aku turun lepas dari Raymon. Pagi ini, Raymon ajak Zelvin berantem. Tapi Zelvin nggak ladenin. Raymon terus ngatain Zelvin anak haram, Zelvin brondong tante-tante, Zelvin cowok bayaran. Sampai akhirnya, Zelvin bilang kalau Raymon punya mulut kaya cewek dan otaknya kaya otak udang, dimana kotorannya dan otaknya jadi satu. Raymon langsung pukul Zelvin." Ucap Gritany.
Otakku berhenti berpikir, Al? Dikatain anak haram? Dan dia tidak pernah mengatakan apapun padaku?
"Ma, udah. Aku nggak kenapa-napa."
"Diem, kamu."Ucapku. "Emang kamu pernah liat Ironman nyelametin Pepper terus dihukum nyuci WC??" ucapku sinis pada Al.
"Ini yang bapak maksud dengan korban? Kalau gitu, bapak lihat muka anak saya baik-baik. Lebih pantas mana yang dianggap korban?" ucapku kesal. "Dan kamu, saya itu mamanya, bukan tantenya! Apalagi tante girang. Mana orangtua kamu?" tanyaku.
"Bu, silahkan duduk dulu. Kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin."
"Saya mau lihat orangtua Raymon! Karena saya bakal perpanjang urusan ini ke jalur hukum. Tindakan kekerasan dan pencemaran nama baik. Bisa-bisanya anak saya dibilang anak haram dan cowok bayaran. Saya tidak terima." Ucapku.
Membuat kepala sekolah semakin bingung dengan situasi ini. Dengan terpaksa ia menelpon orangtua Raymon.
Selama menunggu orang tua Raymon, kepala sekolah mengatakan tidak menjadi hukum Al karena mereka berdua salah dan mulai mengeluarkan kata-kata membela Al. Basi banget nih kepala sekolah.
Ketika pintu terbuka. Seseorang masuk ke dalam. Membuatku sedikit bergetar.
Apakah dia papa dari Raymon?