05 - Pemuda Berambut Merah part 1

1184 Words
Aku menggunakan kedua tanganku untuk melindungi wajahーterutama matakuーdari terjangan angin yang sangat kuat itu. Aku mulai susah bernapas, meski tanganku menahan baju agar tetap melindungi mulut dan hidung, tapi sesaat kemudian badanku melayang, aku baru sadar jika tubuhku sudah bebas, kakiku tak tersangkut lagi. Sayangnya seluruh indraku mati, aku tak bisa melihat, mendengar, menghirup, tapi kulitku agak sakit karena kerikil tanah mengenai dan menyerang badanku. Mungkin ada beberapa bagian kulit yang lecet dan lebam karena aku merasa nyeri. "Sepertinya aku tidak terlambat." Suara pria yang sebelumnya mengucapkan kata aneh itu bersuara lagi, meski dia berbicara dalam bahasa yang aneh, tapi aku dapat memahaminya, sejak kapan aku paham bahasa aneh yang susah diucapkan itu? Belum selesai aku menyerap dan memahami semua, embusan angin di sekitarku tiba-tiba menghilang, kini aku memiliki semua indraku lagi. "Huh, aku selamat." Aku senang sesaat, ya hanya sesaat saja karena aku baru sadar di mana posisi tubuhku saat ini berada. Oh astaga, ternyata aku melayang dan terbang sangat tinggi. Kulihat permukaan tanah sangat jauh dari tempatku berada, ini seolah aku berada di atas pesawat tembus pandang dan melihat pemandangan ke bawah. Betapa takut dan ngerinya aku saat melihat pemandangan menakutkan seperti ini. Bagaimana bisa aku berada setinggi ini di atas langit? Seluruh hutan dapat kulihat di sini. Aku berada di atas langit, tanpa perantara apa-apa, tak ada sayap atak ada parasut. Jika aku memiliki penyakit jantung, makan aku sudah tewas saat ini juga. "Aaaaahhhh!" Ketika angin hilang, aku jatuh bebas dalam ketinggian yang mungkin sekitar ratusan kaki. Aku merasa jika jantungku akan berhenti berdetak, aku merasakan teror yang amat mengerikan. Kuharap tubuh ini punya penyakit jantung sekarang dan mati seketika, aku yakin itu lebih baik daripada mati terjatuh dari ketinggian ini, selain rasanya pasti sakit luar biasa, mungkin saja tubuhku tak akan utuh. "Ya lord, ampuni dosaku!" Aku merakapkan dua tangan dan memejamkan mata dan berdoa, aku pasti mati jika jatuh dalam ketinggian ini, sensasi gila ini benar-benar menyeramkan dan aku harap ini adalah mimpi terburukku. Sayangnya ini bukan mimpi, aku jelas-jelas merasakannya dan tak bisa bangun dari tidurku. Kulihat jarak tubuhku dengan permukaan semakin dekat, aku masih menjerit panjang seolah itu jeritan terakhirku. Kupejamkan mata dan untuk kedua kalinya bersiap merasakan rasa sakit dan sekarat dalam kematian, tapi tiba-tiba ada sepasang tangan yang menangkapku. "Tenang saja, Nona, aku sudah datang." Suara pria yang menenangkan menyapa telingaku. Entah bagaimana caranya, tapi kami sudah mendarat di atas permukaan tanah. Kini aku dapat melihat pria rambut pendek itu memiliki rambut merah scarlet yang berantakan. Ia tampan, di telinga kanannya tergantung anting kecil berbentuk mata tombak. Aku berdiri dengan dua kakiku dan masih belum mencerna tentang apa-apa saja yang baru saja terjadi, tiba-tiba ada suara ledakan dan ... klakson? Eh.... *** Bunyi klakson itu terulang lagi. Kemudian pemandangan berubah, tepat di hadapanku adalah sebuah bus yang mengklaksonku, pintunya terbuka lebar memperlihatkan ekspresi sang sopir yang terlihat tak sabaran. Aku jadi jauh lebih bingung lagi, keadaan kembali normal seolah semua hal yang sebelumnya telah terjadi hanyalah sebuah ilusi atau imajinasi belaka. Kuedarkan pandangan ke sekitar, tampak halte dalam keadaan normal, tak ada yang rusak dan jumlah pohon masih tetap sama, tak ada satu pohon pun yang tumbang, jalanan mulus, tak ada tanah retak dan tak ada yang rusak. Ini aneh, benar-benar aneh dan tak masuk akal, tapi sebelum mencerna semuanya, aku segera melangkah naik karena sang sopir mau menutup pintu. Aku benar-benar tak paham dengan situasi ini, semua keadaan benar-benar normal, tak ada yang berubah. Aku berada di bagian paling depan bus dan memandang semua ekspresi wajah agak kesal denganku, ya karena aku yang tak kunjung naik, otomatis membuat perjalanan mereka tertunda dan jadi lebih lama lagi. Aku jadi merasa salah tingkah dan malu saat mendapat tatapan semua orang, sepertinya banyak yang kesal terhadapku. Aku tersenyum konyol dan memasang ekspresi meminta maaf, tak ingin mendapat tatapan mereka lebih lama lagi, segera saja kulangkahkan kaki menuju tempat duduk. Untungnya bus ini tak memiliki banyak penumpang, banyak kursi yang kosong. Jika dihitung, maka jumlah penumpang yang ada di dalam bus tak sampai setengahnya dari jumlah kursi yang ada. Aku segera duduk di kursi yang benar-benar tak siapa pun duduki. Kebanyakan penumpang duduk di dekat kaca dan tak suka duduk di samping penumpang lainnya. Bus melaju saat aku duduk. Aku berusaha mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi, kenapa bisa semuanya kembali seperti semula? Seolah setiap kejadian gila dan menyeramkan itu tak pernah terjadi, aku tak akan stres sampai memikirkan hal-hal itu. Jelas-jelas tak mungkin terpikirkan di mana saat aku akan mati tergencet tanah atau mati karena jatuh dari ketinggian yang sepertinya beberapa ribu kaki. Bukankah itu terlalu konyol? Untuk memastikan semuanya, aku segera meraba-raba setiap bagian tubuhku, hasilnya adalah tak ada yang terasa sakit, bahkan kakiku yang sebelumnya terjepit dan tak dapat kukeluarkan kini tampak baik-baik saja. Padahal saat aku menggerakkan kakiku, rasanya sangat sakit, bahkan tak ada rasa linu atau sakit apa-apa saat sebelumnya seluruh tubuhku terkena banyak sekali kerikil saat angin tornado mini mengelilingiku. Jadi sepertinya semua itu cuma khayalan liarku saja. Aku menghela napas lega, aku tak akan tahu apa yang akan menimpa dan terjadi pada diriku seandainya semua itu benar-benar terjadi dan kualami. Tapi apa mungkin aku berkhayal seliar itu? "Ya, mana mungkin kejadian yang sangat fantasi itu benar-benar terjadi? Aneh bukan," gumamku pada diri sendiri, tapi mulutku terasa kering dan tenggorokanku serasa serak, seolah aku sudah teriak-teriak dalam waktu lama. "Tidak, mungkin." Aku berusaha meyakinkan diri jika yang sebelumnya tak pernah terjadi, itu adalah imajinasi liar yang berlebihan saja. Tanpa sadar atau itu memang refleks saja, tangan kanan menyisir rambutku dan melihat ada beberapa helai yang pendek, ini tepat potongan di mana anak panah itu menyerempetnya. "Tunggu? Aku tak ingat pernah memotong rambut, dan ini adalah tempat di mana anak panah itu ... jangan-jangan .... " Aku membungkam mulutku tak sanggup melanjutkan ucapan sendiri, meski ini benar-benar ingin kusanggah seperti hal sebelumnya, tapi rambutku benar-benar hilang. Tak berselang beberapa lama, kurasakan jika bus berhenti. Bus berhenti tepat di halte berikutnya, lokasi halte yang tak terlalu jauh dari halte tempatku menunggu. Sebelumnya aku tak memerhatikan ada berapa banyak penumpang yang naik, pandanganku terfokus ke luar jendela, meski pikiranku terbang pada kejadian sebelumnya. Semua orang akan merasa gila dan memikirkan semua itu begitu keras apabila mereka mengalami segala hal yang telah aku alami. "Fey, ada yang menghuni tubuhku, bahasa aneh, bahkan aku dapat merasakan energi kehidupan makhluk hidup, benar-benar seperti yang ada di dalam film." Aku berbicara dalam suara yang amat pelan. Saat sedang tenggelam pemikiran itu, tapi semua itu buyar ketika tiba-tiba saja suara familier tertangkap oleh pendengaranku. "Apa kursi ini kosong?" Suara itu bertanya, jelas itu ditujukan padaku. Aku menoleh ke arah si pemilik suara, dan betapa terkejutnya aku saat melihat bahwa pria ituーseseorang yang mengajukan pertanyaan padakuーmemiliki penampilan yang benar-benar sama persis dengan pria yang membantuku sebelumnya, bahkan anting mata tombak yang tergantung di telinganya sama. Pria itu tersenyum dan duduk begitu saja di sampingku tanpa menunggu jawaban dariku. Ya Tuhan, apa lagi ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD