“Aku akan mencabut paksa anting indahmu jika kau masih tak menurut.” Kuberikan ancaman yang tegas baginya, tentu saja itu hanya ancaman saja, aku tak akan berani dan tak akan tega untuk melakukan itu. Ia tidak menyerang atau berusaha melukaiku, hanya memegangi pergelangan tanganku seperti berharap dengan itu jeweranku melonggar bahkan sampai lepas.
“Aaaaahhhh, ampun, aku menyerah, aku menyerah.” Dia mengerem mendadak, hampir saja aku terlontar ke depan karena perbuatannya yang tiba-tiba. Mesin mobil mati setelah itu, dan secara otomatis pegangan tanganku pada telinganya juga ikut terlepas.
“Kau bodoh! Bagaimana bisa kau mengerem mendadak? Itu sangat berbahaya!” Segera saja kumarahi dia.
“Apa yang harus kuperbuat? Kau meminta berhenti bukan?” tanya pemuda itu sambil mengusap-usap telinganya yang terlihat merah. Ow, sepertinya aku menjewernya terlalu keras.
“Aku tidak ... hah, sudahlah lupakan. Biarkan sendiri, kau pergi sana.” Aku ingin membalas ucapannya, tapi aku sudah tak berminat, yang kuinginkan saat ini adalah keluar dari situasi yang mengerikan dan tak masuk akal ini.
Ia segera membuka pintu lalu turun dari mobil tanpa berkata apa-apa lagi. Yah, inginnya aku masuk ke dalam mobil lalu mengemudi melanjutkan perjalanan, tapi sedetik setelah aku menginjakkan kaki di atas jalanan, aku sadar jika itu tak diperlukan lagi. Chadrish menghentikan mobilnya tepat di pinggir jalan di mana rumahku berada, ternyata kami sudah sampai di rumahku, Chadrish membawaku pulang.
Aku telah sampai di halaman rumah, aku ingin marah lagi padanya, tapi segera kuurungkan, lebih baik aku segera masuk ke dalam rumahku. Maka tanpa mengatakan apa-apa lagi, tanpa menoleh sama sekali ke arahnya, aku segera berlari meninggalkan pria itu dan masuk ke rumah, aku melupakan tentang keadaanku yang terasa lemas.
Segera saja pintu kukunci, semuanya kukunci dengan rapat, aku tak mau melihat atau mengalami hal gila lagi. Ruangan tengah tampak masih berantakan dan hancur sama seperti sebelumnya. Cukup sudah dengan semua hal gila semacam ini.
Aku bersandar lalu secara perlahan tubuhku merosot sampai duduk di lantai, kedua tangan kuangkat untuk menutup wajahku. Rasanya aku benar-benar lelah, aku lelah dengan hidup ini, ditambah kejadian-kejadian gila yang sudah kualami, entahlah kejadian ini akan seberapa gila untuk ke depannya.
“Ini gila, kejadian ini sudah lebih parah dari yang sebelumnya.” Aku bergumam lirih. Rasa kesal, marah, sedih lelah, murka, dendam, takut, geram dan banyak jenis perasaan langsung kurasakan dalam waktu yang sama. Untuk beberapa lama aku tak mau beranjak dalam keadaan seperti itu.
Waktu berlalu dengan lambat, keadaan hening dan gelap di rumahku menambah kesuraman keadaan.
Tak lama kemudian aku merasa sangat haus dan perutku minta diisi lagi, entahlah, sepertinya dirasuki oleh wanita ini membuatku kehabisan tenaga lebih cepat sehingga aku juga lebih cepat lapar. Maka aku segera beranjak dari dudukku dengan sisa tenagaku yang masih ada, rasanya agak susah dan tubuhku berat luar biasa, meski begitu pada akhirnya aku mampu berdiri.
Kulangkahkan kakiku pergi menuju ke dapur, membasuh wajah dan meneguk air keran sebanyaknya hingga rasa haus hilang. Tak kupedulikan keadaan rumahku yang tampak gelap, cahaya bulan di luar membantuku untuk melihat semuanya dengan jelas.
Setelah selesai minum, aku membasuh wajahku, rasa gerah dan panas terasa sedikit ringan ketika aku melakukan itu. Aku memutar keran mematikan aliran air, kuseka wajahku dengan lengan bajuku.
“Aku harap, dia tak menunggu atau diam terus di sana.” Aku menggumam pelan, pasalnya setelah aku masuk ke dalam rumah, aku tak mendengar mobil bersuara lagi, aku juga tak mendengar ia pergi.
Maka segera saja aku membuat makanan seadanya. Makanan kuhabiskan dalam beberapa menit saja, ini adalah rekor terbaruku karena aku tak akan secepat ini dalam masalah makan.
Perlahan rasa lelah dan lemasku mulai mereda, aku tak merasa haus dan perutku tak menusuk-nusuk melilit minta diisi lagi. Meski ada rasa tak nyaman karena aku makan terlalu cepat, tapi setidaknya aku tak merasa lemas lagi seperti sebelumnya. Beberapa waktu lagi aku akan pulih dari efek kerasukan.
“Aneh, kenapa di sekitar sini sangat sepi. Apa pemuda itu sudah pergi? Atau dia sudah berubah menjadi burung hantu?” Aku menggumam pelan. Agak penasaran rasanya karena keadaan di sini sangat sepi, padahal biasanya selalu seperti ini, tapi aku merasa ada yang sedikit berbeda di sini.
Saat kulihat ke luar jendela dapur, ia masih berdiri di samping mobil, seolah menungguku untuk keluar lalu pergi bersama dengannya. Kenapa dia malah diam di sana? Apa tak ada kerjaan yang bisa dirinya lakukan? Sesuatu yang jauh lebih penting dari hanya sekadar berdiri menungguku seperti orang bodoh.
Tiba-tiba saja ia menoleh ke arahku, pada saat itulah ia sadar jika aku sedang memperhatikannya. Setelahnya pria itu melambai dengan senyum, sepertinya dia tak akan pergi dari sana. Setelahnya ia menurunkan tangannya lalu berlari menuju ke arah sini, segera saja kututup tirai jendela secepat yang kubisa untuk menjauhkan pandanganku darinya.
“Apa-apaan itu? Kenapa dia masih ada di sana? Harusnya dia sudah ....” Aku tak sempat melanjutkan ucapanku ketika tiba-tiba saja ketika aku mundur beberapa langkah, kakiku terjegal sesuatu.
Aku yang kehilangan keseimbangan sontak langsung terjatuh ke lantai dengan p****t mendarat terlebih dulu, pada saat itu aku sadar jika yang sebelumnya menghalangi kakiku adalah seekor anjing. Anjing itu adalah anjing besar seperti serigala dengan bulu berwarna putih, binatang itu berdiri di hadapanku saat ini.
Ketika melihatnya tiba-tiba aku ingat dengan binatang ini. “Hei, kau kan anjing yang ada di halte waktu itu, kenapa kau bisa ada di sini?” tanyaku padanya. Entah mengapa saat ini aku melihat binatang itu tak tampak seperti anjing pada umunnya. Aku mengabaikan rasa sakit pantatku akibat terjatuh barusan.
Tak lama setelahnya aku segera melihat seekor kucing putih, yang berjalan masuk dari ambang pintu menuju ke arahku. “Kau juga kucing yang waktu itu. Bagaimana bisa kalian masuk ke sini? Kupikir tidak ada celah yang bisa kalian masuki.” Segera saja aku berdiri lalu memandang dua ekor binatang putih itu.
“Aku tak menerima kalian di sini, cepat pergi!” Aku mengusir keduanya menuju ke arah ruang tengah di mana pintu berada. Aku yakin jika kedua binatang ini tidak bodoh, mereka paham apa yang sedang kukatakan.
Setelah itu, aku baru ingat jika pintunya kututup. “Ya ampun, aku lupa jika pintunya kukunci. Kalian datang dari mana sih sebenarnya?” tanyaku dengan heran. Pada saat aku hendak kembalikan tubuh menuju ke arah ambang pintu, tiba-tiba saja dua ekor burung segera menerobos menandakan jendela yang sudah kukunci.
“Oh astaga!” Aku terkesiap mendapati kejadian itu, tentu saja kaca jendela langsung pecah berkeping-keping, kedua binatang itu mendarat di atas meja dan dekat wastafel.
“Hei, kau merusak jendela lagi!” Aku berteriak pada burung hantu salju ituーburung yang baru saja kuketahui merupakan perwujudan dari sosok pemuda berambut merah.
Dan sekarang semua binatang yang pernah kulihat malah datang semua ke sini. Aku mundur menjauh dari binatang-binatang itu, aku sadar jika tak satu pun dari keempat binatang putih itu adalah binatang yang normal, mereka makhluk jadi-jadian.
Dan asumsiku langsung terbukti tatkala dengan pasang mataku semua binatang itu segera saja berubah menjadi sosok manusia, perubahan itu benar-benar terjadi tepat di hadapanku. Aku benar-benar tak mau melihat pemandangan ini. Sayangnya mau tak mau, sudah kulihat.