Beberapa binatang yang lebih kecil dan gesit malah lebih mudah dan mampu mengejar kami, entahlah sejak kapan mereka berlari di sekitar kami. Aku melihat makhluk-makhluk itu berjumlah lebih dari lima ekor.
“Aahhh! Mereka sudah di sini!” Aku segera berteriak tatkala mendapati mereka menyeringai menunggu timing yang tepat untuk menyerang, jujur saja saat ini aku benar-benar takut saat melihat mereka, aku memandang ke kanan dan kiriku dengan waspada dan rasa takut. Pada saat itulah tiba-tiba saja beberapa dari mereka langsung melompat menyerang Chadrish, ada yang menggigit kaki dan badannya, ada yang lolos dan mengalami kegagalan hingga makhluk itu jatuh berguling.
“Hati-hati.” Refleks aku berteriak padanya saat melihat beberapa makhluk seukuran anjing menyerang Chadrish.
“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” tanyanya, dia mengkhawatirkan keadaanku juga. Tentu saja harus khawatir, duduk di atas seekor serigala bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, apalagi aku belum pernah belajar menunggangi kuda, ini sangat sulit dikarenakan berada di tengah hutan sambil dikejar binatang-binatang mengerikan karnivora yang akan menjadikan aku sebagai makanan.
“Sekali terbentur,” jawabku.
Raungan.
Aku melihat ada seekor makhluk menggigit badan Chadrish, aku segera menginjak dan menendang si binatang, itu berhasil, tapi aku hampir terdorong oleh kekuatan tendangan kuat sendiri sehingga aku merosot ke arah sisi kanan, untung saja tanganku mencengkeram bulu-bulu ini sangat kuat.
“Nona, hati-hatilah. Aku tak bisa melindungimu.” Ia berseru. Kakiku kuangkat sesaat seekor binatang hampir menggigit ujung kakiku, segera saja aku memperbaiki posisi dudukku. s**l, itu hampir saja.
“Aku tahu.” Aku terus menghindari serangan-serangan binatang kecil aneh mirip hiena itu, ditambah lagi jika daerah yang Chadrish lalui adalah tempat padat, aku juga harus melindungi diri dari ranting-ranting yang tajam itu. Oh s**l, ini adalah perjalanan paling buruk yang pernah kulakukan dalam hidupku.
“Merunduklah!” Chadrish memerintahkanku, aku segera menurut. Tak lama kemudian kami masuk dalam semak belukar yang tinggi dan benar-benar tebal. Hanya seukuran tubuhnya, itu seperti terowongan kecil, aku bahkan sampai meratakan tubuhku di punggung Chadrish.
Kupejamkan mata lalu menempelkan wajahku pada bulu-bulu punggung Chadrish, aku takut ada sesuatu yang bisa saja menusuk wajahku atau semacamnya, untung kalau hanya menggores, aku takut jika ada ranting atau sesuatu yang menusuk mataku.
Rasanya kami bergerak sangat cepat, aku bahkan merasa jika sekujur organ dalamku diaduk karena pergerakan ini, tapi entah kenapa kami belum juga keluar dari semak yang tebal ini. Dari arah belakang, aku mendengar makhluk-makhluk yang menyerang menyerukan raungan kekesalan.
Saat berhasil keluar, dia berhenti berlari lalu berbalik arah menuju ke arah di mana kami datang. Ketika aku mengangkat wajah untuk melihat apa yang terjadi, saat itulah aku menyaksikan ketika Chadrish sedang menyemburkan sesuatu dari mulutnya. Oh, sejak kapan seekor serigala bisa menyemburkan material dari mulutnya?
Saat semburan apa pun itu tersebar ke arah lubang, para makhluk yang mengejar menguik mengerang kesakitan, semburan itu sepertinya telah menyakiti mereka, tak berselang lama dari itu, makhluk-makhluk itu segera mundur, tak ada yang mengikuti lagi. Kami aman untuk sementara.
“Mereka sudah pergi, huh, ya ampun, kita selamat.” Jujur saja aku lega melihat bahwa makhluk-makhluk yang bahkan bentuknya tak dapat kulihat dengan jelas sudah pergi.
Chadrish memutar badan lalu melanjutkan langkahnya, tapi kali ini tidak berlari, hanya berjalan dengan langkah yang agak cepat.
“Ya ampun, aku benar-benar ketakutan tadi. Apa-apaan itu? Mereka benar-benar berniat memakan kita.” Aku berbicara sendiri ketika Chadrish terus melangkahkan kakinya menjauh dari tempat tadi. Kali ini kami berada di daerah hutan dengan ukuran pohon-pohon besar, semua pohon di sini memiliki kerenggangan yang signifikan sehingga dua atau tiga bus akan muat meski bergerak secara berdampingan.
Chadrish berhenti dengan terengah-engah, sesaat keadaan hening, aku turun dari atas tubuhnya secara hati-hati, sementara Chadrish kembali berdiri. Pada saat itulah baru saja kusadari jika tubuh serigala itu banyak memiliki luka pada tubuhnya. Bulu-bulu putih itu dipenuhi bercak darah akibat serangan dari makhluk-makhluk yang tadi sempat menerjang menyerang.
“Kau banyak terluka.” Aku menggumam sambil menutupi mulut dengan dua tangan.
“Ya, ini benar-benar sakit rasanya, aku sudah tak kuat.”
“Berubahlah, mereka mungkin saja mencium jejak darahmu,” perintahku. Binatang-binatang itu kulihat seperti binatang yang memiliki kemampuan mencium bebauan yang cukup sensitif.
“Benar juga.” Chadrish segera berubah menjadi manusia lagi, luka-luka pada tubuhnya menjadi kecil, ternyata itu memengaruhi tubuh aslinya. Kaki, tangan dan perutnya memiliki luka, darah membasahi pakaiannya. Dia meringis kesakitan akibat luka-luka itu. Aku tak terkejut atau heran saat menyaksikan perubahan itu, aku merasa tak aneh lagi dengan pemandangan yang seperti ini.
“Apa itu parah? Kau masih bisa bertahan?” tanyaku yang khawatir dengan keadaannya. Tentu saja aku tak akan menanyakan pertanyaan “kau tidak apa-apa.” Karena dilihat dari sisi mana pun, dia kenapa-kenapa dan memiliki luka di sana sini.
“Aku tak akan mati, tenanglah. Jangan khawatir.” Dia menggeleng menyahut pertanyaanku, jawaban yang sama sekali tak membuatku lega. Sebenarnya aku ingin mengejeknya, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk itu, maka aku hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa lagi.
“Aku akan berubah lagi.” Ia tiba-tiba berbicara.
“Eh?” Tanpa menunggu respons dariku, Chadrish segera berubah wujud menjadi seekor kunang-kunang seukuran burung Pipit. Oh apa semua binatang di sini memang memiliki ukuran yang tak normal? Bagaimana bisa ada kunang-kunang seukuran itu? Barusan ia berubah menjadi serigala besar, lalu kali ini berubah menjadi kunang-kunang yang juga besar.
Maka setelah berubah menjadi serangga itu, dia terbang atau lebih tepatnya melayang di hadapanku, kulihat jika tubuhnya bercahaya. Pendaran cahayanya lumayan terang juga, dia membuat pemandangan agak lebih jelas. Cahaya hijau kekuningan ini memang membantu sebagai penerangan tambahan untukku, setidaknya jalanan dan keadaan sekitar tampak lebih jelas dengan ini.
“Kunang-kunang?”
“Ya, kupikir Nona memerlukan sedikit penerangan di sini.” Ia menyambut membuatku mengangguk.
“Ya memang, terima kasih banyak.” Aku membalasnya.
“Ayo kita pergi, mungkin saja mereka akan ke sini menyusul kita.” Ia mengajak aku segera pergi meninggalkan daerah itu, yah, sebenarnya di sekitar ini juga memang belum aman.
Aku mengangguk dan berjalan mengikuti kunang-kunang besar itu. Aku merasa agak sakit, tangan kakiku juga sakit, selangkanganku sakit, pantatku sakit, semua badanku sakit. Menunggangi serigala besar seperti itu sama seperti menunggangi banteng rodeo, tersiksa dan terlempar. Aku masih terselamatkan oleh bulu-bulu halus itu, jika tidak, maka luka-luka yang kuterima dari penunggangnya itu akan jauh lebih parah lagi, aku bahkan tak bisa membayangkannya akan seperti apa.
Kulihat kunang-kunang itu bercahaya di antara kegelapan pekat ini, bagus juga, cerdas dia berubah menjadi serangga itu, selain tak berdarah, itu juga membantu agar aku tak kehilangan jejaknya.
Selama beberapa detik lamanya kami bergerak berdasarkan kecepatan langkah kakiku. Aku tak bisa berlari, tapi aku masih bisa memaksakan diri untuk berjalan di tengah hutan ini. Aku cukup bersyukur karena saat ini aku mengenakan sepatu olahraga, bukan sandal atau sepatu dengan hak tinggi.
“Nona baik-baik saja?” tanyanya tiba-tiba, kupikir dia tak akan menanyakan itu.
“Sekujur tubuhku sakit semua, sebenarnya. Tapi aku masih bisa bergerak.” Aku membalas sambil menahan rasa sakit yang kurasakan
“Oh, aku minta maaf,” ucapnya, syukurlah dia meminta maaf karena sejujurnya aku hampir marah.
Aku menggeleng lemah karena lelah.
“Tak apa, tak perlu dipikirkan. Tadi itu memang keadaan darurat.” Jika situasi tak benar-benar genting, mana sudi aku naik ke atas tubuh seekor serigala raksasa, yang lebih penting lagi aku akan menyiksa dia karena berlari seenaknya tanpa memedulikan keadaanku yang berada di atas punggungnya. Merupakan suatu keajaiban karena aku tak langsung memuntahkan seluruh organ dalamku yang sudah hancur di dalam karena guncangan tadi.
“Jika ada apa-apa, katakan saja padaku, aku tak mau Nona menyembunyikan rasa sakit atau apa-apa.” Ia segera berpesan.
“Oke. Akan kulakukan.” Aku membalas.
“Omong-omong terima kasih untuk tunggangannya, meski itu membuat tubuhku sakit semua, tapi nyawa kita terselamatkan.” Aku segera menyampaikan rasa terima kasihku padanya.
“Tak apa, jangan dipikirkan, ini juga merupakan dari kewajibanku melindungimu. Ingat, aku adalah pelindungmu.” Ia membalas lagi. Ya, itu kalimat yang dirinya katakan sejak kami berada di duniaku, di Kota Soulvia. Aku berharap jika dia benar-benar merupakan pelindungku.
“Oh, tentu saja. Kau harus bekerja dengan baik, loh.”
“Serahkan padaku.”