19 – Membawa ke Rumah Sakit

1217 Words
Liza masih hidup, luka yang didapat cukup parah karena denyut kehidupan yang kulihat agak redup. Luka ini tak langsung membunuhnya, tapi jika dibiarkan saja ia tetap akan mati. Suhu dingin dengan banyak air, darah yang terus keluar akan membantunya mati lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Tak membuang waktu, aku langsung memangkunya dengan segenap kekuatanku, aku akan membawa dia masuk ke dalam mobil. “Betapa beratnya badanmu, oh, kau harus berterima kasih untuk ini, kau berhutang padaku.” Aku memprotes, aneh, dalam keadaan seperti ini aku malah sempat saja mengucapkan kata-kata tak berguna seperti itu. Aku mengambil kunci mobil di dalam tas Liza lalu membuka pintu mobil belakang. Semua barang kumasukkan ke dalam bersama dengan dia. Memerlukan usaha yang agak berat saat aku mengangkat tubuh Liza ke dalam mobil, aku masuk lebih dulu ke dalam lalu menarik tubuhnya secepat yang kubisa agar ia bisa terlentang di bangku belakang. Membayangkannya sangat mudah, nyatanya sangat sulit untuk melakukan itu semua. “Astaga, ini sangat melelahkan.” Setelah kulihat ia tak akan terjatuh di sana, segera saja aku turun, menutup semua pintu lalu berjalan menuju kursi depan di mana kemudi berada. Aku segera membuka pintu depan dan mengambil alih kemudi. Tak peduli jika bagian dalam mobil ini jadi ikut basah juga, prioritasnya adalah menyelamatkan nyawa Liza, bagaimanapun caranya dan apa pun yang terjadi. Oke, jangan terlalu panik, aku mampu menyetir dan dalam keadaan hujan seperti ini, tingkat kecelakaan pasti sangat besar, apalagi aku yang mengemudi dengan tak tenang. Segera kuinjak pedal gas setelah mobil menyala. Mobil melaju meninggalkan tempat parkir. “Bertahanlah, Liz. Kau pasti kuselamatkan.” Aku menoleh sesaat pada kursi belakang di mana ia kurebahkan. Aku segera melajukan mobilnya menuju jalan raya. Sama sekali tak kupikirkan jika aku mampu menyembuhkan luka, selain yang tadi pagi hanyalah percobaan di mana itu tak dapat kukontrol, yang ini lebih besar daripada seekor burung. Ini mungkin juga tak akan bekerja, tak seperti sebelumnya, suatu kekuatan akan muncul ketika perasaan tertentu seseorang tengah dirasakan, sementara saat ini tak ada waktu untuk memikirkan itu. Aku mungkin bisa memanggil ambulans untuk menolong Liza, tapi ambulans mungkin akan memerlukan waktu lebih lama untuk tiba di sini, jauh lebih cepat jika aku pergi langsung membawanya. Lagi pula siapa yang tahu jika cuaca ini akan mengganggu komunikasi seperti telepon. Untung saja jalanan tak padat, aku sama sekali tak memiliki kendala apa-apa selama perjalanan, aku dapat melaju dengan baik di tengah guyuran hujan yang sangat deras, jujur saja aku berasa takut berkendara dalam hujan yang teramat sangat deras ini, tapi apa yang bisa kuperbuat? Nyawa temanku dalam bahaya dan aku harus melakukan sesuatu untuknya. Kacamataku terus bertengger di atas hidungku, bagus sekali aku memiliki benda ini, kacamata yang tak terpengaruh air. Kufokuskan pandanganku, jangan sampai aku membuat kesalahan yang akan memperburuk keadaan. Kujalankan terus mobil ini di atas jalan raya. Setahuku, lokasi Rumah sakit terdekat memerlukan waktu hampir setengah jam. Aku pasti bisa melaju lebih cepat dari itu, kuharap jalanan akan terus kosong seperti ini. Tiba di persimpangan jalan di mana lampu lalu lintas memperlihatkan warna biru, aku hendak menerobos tapi sialnya laju kendaraan ini sangat lambat sehingga kendaraan dari simpang lain sudah telanjur melaju karena warna lampu sudah berubah. “s****n!” Aku langsung mengerem ketika kendaraanku berada tepat di zebra cross. Kupukul keras-keras setir mobil ini untuk melampiaskan rasa kesalku. Aku menunggu warna lampu dengan memandanginya fokus. Rasanya sangat lama untuk membuat lampu berubah warna. Setelah beberapa detik yang rasanya berjam-jam, pada akhirnya aku bisa kembali melajukan mobil ini. Aku langsung tancap gas menuju ke rumah sakit. Setelah kendala lampu lalu lintas itu, tak ada hal lain lagi yang menghalangiku sehigga tak berapa lama kemudian aku sudah memasuki halaman rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit, aku berteriak minta bantuan, jujur saja aku tak sanggup membawanya untuk kedua kali, meski ia agak pendek dariku, bobot badannya sangat berat. Para petugas medis yang sudah menunggu di depan segera sigap melakukan pertolongan, mereka membawa brankar lalu membantu mengeluarkan Liza dari dalam mobil. Setelah dibaringkan di atas brankar, aku membantu mendorong Liza ke dalam untuk segera mendapatkan pertolongan. Liza dibawa ke ruang UGD karena keadaannya cukup parah, sementara aku diminta untuk menunggu di luar. Oh ya ampun. Aku harap kau baik-baik saja. Selagi menunggu, aku memutuskan untuk memberi kabar buruk ini pada keluarga Liza, mereka harus tahu dan harus segera datang ke sini. Aku mengeluarkan ponsel dalam tasku, bagusnya masih kering, tak terkena air hujan. Aku segera mencari kontak nomor milik orangtuanya, melakukan panggilan dan menyampaikan kabar buruk pada mereka. Beberapa detik lamanya panggilanku langsung terhubung. Yang mengangkatnya adalah mama Liza, maka aku langsung bertukar sapa sebelum akhirnya terjadi percakapan kecil antara aku dengan papa dan mama Liza, aku mengatakan semua yang terjadi kepada mereka. Setelah percakapan selesai dan aku juga sudah mengirim alamat rumah sakit, aku menunggu kedatangan mereka. Aku mondar-mandir dengan gelisah, tak kupedulikan jika saat ini sekujur tubuhku basah dan aku kedinginan, yang paling kupikirkan adalah keselamatan Liza saat ini, aku tak mau ada berita yang buruk sampai terdengar, ini akan menjadi salahku juga jika sampai terjadi apa-apa padanya. Aku tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, sebelumnya aku masih bercanda dan bertukar ejekan dengannya, sesaat kemudian aku melihatnya tergeletak di atas genangan darahnya sendiri dengan guyuran hujan yang terlampau deras. “Berjuanglah, Liz. Aku yakin kamu pasti akan bertahan.” Aku mengintip ke arah jendela kaca yang sengaja disediakan oleh rumah sakit untuk keluarga atau orang yang berhubungan dengan pasien dapat melihat keadaan. Karena sangat khawatir pada keadaannya, aku bahkan sampai melupakan keadaanku yang pastinya sangat berantakan. Entah berapa lama waktu berlalu, orangtua dan adik Liza segera saja datang ke rumah sakit, mereka segera menemuiku, mamanya bahkan sampai memelukku. Segera saja kuceritakan semua yang terjadi dengan rinci, aku memang hanya menceritakan garis besarnya saja ketika dalam obrolan telepon. “Sebaiknya kamu pulang, lihatlah keadaanmu, kamu sangat berantakan.” Aku melihat keadaanku dan segera saja sadar jika aku kedinginan karena basah. Sepertinya adrenalin tadi membuatku panas sehingga tak merasa kedinginan. Aku mengangguk patuh. “Kabari aku jika dia bangun ya.” Adik Liza segera mengangguk atas permintaan dariku. “Pasti, sayang, terima kasih sudah menolong Liza,” balas mama dengan isak tangis. Aku mengangguk dan memeluknya untuk terakhir kali sebelum pergi. “Biar kuantar.” Papa Liza segera mengantarkanku pulang. Sepanjang jalan menuju ke arah mobil diparkir, aku hanya bisa menunduk dan bungkam saja. Aku tak menyangka jika kejadian ini akan dialami oleh Liza. Padahal kupikir aku yang akan dicelakai, bukan Liza. Selama berada di kota, aku merasa diikuti, kupikir yang mengikuti itu menargetkanku, berniat mencelakaiku. Tapi hasilnya? Tak mungkin jika salah sasaran, aku dan Liza memiliki bentuk tubuh yang jauh berbeda, Liza lebih padat dan lebih pendek dariku, hanya dilihat dari itu saja sudah terlihat dengan jelas perbedaan antara kami. “Aku minta maaf. Seharunya aku menjaga Liza dengan baik.” Ketika aku memasuki mobil, tiba-tiba saja aku mengatakan kalimat itu dengan penuh penyesalanmu. Ini jelas salahku. “Ini adalah kecelakaan, sama sekali bukan kesalahanmu. Justru aku berterima kasih padamu karena anakku bisa selamat karena dirimu.” “Aku tak melakukan apa-apa. Aku berbuat salah.” “Tak apa, kita akan mencari tahu siapa pelaku dibalik semua ini. Kita akan menghukum pelakunya sesuai dengan hukum negara ini.” Lama perjalanan sama sekali tak kurasakan, padahal perjalanan dari rumah sakit menuju ke rumah harusnya lebih dari setengah jam, tapi aku tak merasa selama itu, tiba-tiba saja aku sudah sampai di depan rumahku. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD