52 – Dalam Bahaya?

1328 Words
Dan sekarang semua binatang yang pernah kulihat malah datang semua ke sini. Aku mundur menjauh dari binatang-binatang itu, aku sadar jika tak satu pun dari keempat binatang putih itu adalah binatang yang normal, mereka makhluk jadi-jadian. Dan asumsiku langsung terbukti tatkala dengan pasang mataku semua binatang itu segera saja berubah menjadi sosok manusia, perubahan itu benar-benar terjadi tepat di hadapanku. Aku benar-benar tak mau melihat pemandangan ini. Sayangnya mau tak mau, sudah kulihat. Mereka sudah memiliki wujud manusia sepenuhnya, kulihat keempatnya memakai pakaian aneh dan agak modis juga. Dua priaーsalah satunya adalah Chadrish—sedang menatapku, Chadrish sedang duduk di dekat wastafel sementara pria yang satunya sedang berdiri, pria itu memiliki rambut kebiruan. Dua wanita, yang satu berakhir merah muda, dan yang satunya berambut ungu, ia duduk di atas meja. Aku bisa mengatakan jika mereka tampan dan cantik, sayangnya keberadaan mereka di sini sama sekali tak kuhendaki. Dengan kemampuan perubahan semacam itu, aku bisa menyimpulkan jika mereka adalah para penyihir. Apa yang Chadrish katakan tampaknya benar. Benar-benar tak mau kuakui. “Reaksinya biasa saja. Kupikir dia akan menjerit atau melemparkan sesuatu pada kita.” Salah satu gadis bergumam tatkala aku memang tak memperlihatkan ekspresi lebih kecuali menatap mereka dalam diam. Siapa yang mengizinkan kalian masuk ke dalam rumahku? Aku segera meraih apa pun yang bisa kuraih lalu melempar ke arah mereka. “Berteriak mungkin tidak, tapi melempar sesuatu, ya.” Chadrish membalas ucapan gadis itu. Mereka tampak menghindar dengan mudah ketika kulemparkan perabotan dapur yang bisa kuambil. “Ap ... tak ada yang diizinkan masuk ke rumahku! Kalian semua pergi sana!” Aku memerintahkan dengan panik, meski aku yakin semua itu tak ada gunanya sama sekali. “Apa yang terjadi padanya, Chadrish?” Gadis berambut ungu mengajukan pertanyaan. Aku memandang gelagat dan ekspresi yang siaga pada mereka. Aku berhenti melempar tapi saat ini kupegang kursi dengan erat siap kugunakan kapan saja. “Nona baru saja diculik dan sepertinya mengalami syok dan trauma.” Chadrish menyahut dengan kalimat yang normal seolah apa yang dia katakan itu sesuatu yang sepele. Bayangkan saja jika dia menjadi diriku, pasti dia tak akan berekspresi seperti yang kutampakkan saat ini. “Hah, kau bilang ....” “Semua aman dan terkendali, aku membawanya pulang, bukan?” Dia menyela. Gadis itu menggeleng, maka si rambut merah muda segera maju dan tersenyum padaku. “Bukan ini yang kumaksud.” Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Oke, bukan saatnya membahas hal ini. Ada hal yang lebih penting lagi yang harus disampaikan.” Gadis lain berbicara, maka setelahnya keempat orang yang tampak lebih muda dariku itu serempak memandang ke arahku. “Apa lihat-lihat?!” bentakku. “Apa kalian tak tahu jika masuk ke rumah orang tanpa izin adalah pelanggaran?” tanyaku. “Pergi sekarang atau aku terpaksa harus memanggil polisi untuk mengamankan empat berandalan seperti kalian.” “Nona, dengarkan kami. Di luar sana keadaan semakin berbahaya, musuh mulai berdatangan dalam jumlah yang banyak, kami harus melindungimu.” Chadrish segera buka suara tampak seperti sedang menjelaskan sesuatu padaku. Ia mendekat dan berbicara dengan lembut, nadanya penuh pengertian. Tapi aku tak mau berurusan dengannya. “Apa yang kau bicarakan? Jangan mengatakan omong kosong!” Aku menghardik. Ia menggelengkan kepalanya. “Nona, kau tahu jika aku mengatakan yang sebenarnya, semua yang terjadi padamu sudah menjadi bukti yang cukup.” Aku tahu, aku tahu. Semuanya memang terjadi sungguhan, hal-hal yang berada di luar logika tengah terjadi sungguhan di sekitarku. Tapi kenapa? Kenapa harus aku? Tidak adakah orang lain yang menggantikanku saja? Aku benar-benar tak mau mengalami semua ini, maka dari itu aku sebisa mungkin membantahnya. “Kami harus melindungi dirimu dari mereka, Nona. Kami mohon Anda dapat bekerja sama.” Gadis berambut ungu itu berbicara padaku. “Aku tak butuh perlindungan kalian.” Kugelengkan kepalaku sambil mundur satu langkah. “Enyahlah dan tinggalkan aku sendiri!” teriakku padanya, segera saja kulangkahkan kaki dan segera melarikan diri menuju kamar. Aku melangkahkan kakiku secepat mungkin untuk pergi dari mereka, kulewati ruang tengah yang berantakan dengan agak susah. Pada saat itu sudut mataku mendapati jika keempat penyihir itu mengejarku, oh yang benar saja. “Jangan mengikutiku! Kalian pergi sana!” Aku berteriak pada mereka lalu melanjutkan langkahku menuju ke arah pintu kamarーyang entah bagaimana bisa itu sudah kembali terpasang pada tempatnya, padahal tadi pagi itu masih rusak. Segera saja kumasuki kamar, aku berbalik hendak mendorong pintu sebelum kemudian menguncinya, tapi sebelum aku dapat mengunci pintu, pintu segera dibuka dan didorong oleh seseorang dari luar sana. Oh, s**l. Aku bahkan tak mendengar ada langkah kaki yang mengikutiku. Mereka jelas berbahaya dan jenis yang paling tak kusukai. “Dengar, ini keadaan yang sulit dan semua ini demi keselamatanmu juga.” Pria rambut biru yang berbicara, dia tampak dingin dan datar saja. Sepertinya dia yang berusaha membuka pintu kamarku, aku terus berusaha sekuat mungkin mendorong pintu. “Le'theo, jangan kasar padanya.” Salah satu gadis terdengar menegur pada pria itu. “Aku akan selamat jika tanpa ada kalian!” balasku dengan nada yang keras, berusaha mendorong pintu untuk tertutup. Sayang sekali tenagaku sangat lemah, seluruh usaha yang kulakukan hanya sia-sia saja. Oh, dan aku baru sadar jika keadaan rumah ini sudah rapi kembali, bahkan pintu kamar ini yang tadinya lepas, kini sudah kembali pada tempatnya. Aku yakin semua ini adalah pekerjaan mereka. Aku mundur beberapa langkah ketika pintu benar-benar terbanting terbuka, gila, meski tampaknya mereka lebih muda dariku, tapi kekuatan mereka terasa sama seperti pria berotot besar yang merupakan binaragawan. Mereka berempat sudah berada di hadapanku saat ini. Aku panik karena mereka berada di luar nalarku. “Ini sungguhan. Anda, bahkan kami semua berada dalam bahaya.” Gadis rambut merah muda segera berujar meyakinkanku. “Dalam bahaya apa? Selama aku hidup sendiri, tak ada yang membahayakanku. Hanya sejak dia datang, semua jadi begini.” Aku menunjuk Chadrish dengan keras dan agak berteriak. “Nona, jangan salahkan aku, aku dan teman-temanku tidak melakukan apa-apa, kami melindungi dirimu.” Chadrish membela dirinya. “Oh ya? Tapi yang terjadi selama ini hanyalah kekacauan saja. Kekuatan kalian tak seharusnya berada di dunia ini.” Aku membalas dengan tak ramah. “Hah, ini akan sulit untuk diceritakan.” Gadis rambut ungu menunduk menggeleng lemah. “Apa yang terjadi memangnya?” tanya Chadrish. Dia tampaknya tak tahu apa-apa. “Keadaan berubah, ada dua reinkarnasi lain di kota ini, tapi kita tak bisa melacaknya.” Gadis rambut ungu memberi penjelasan yang aku bahkan sama sekali tak tahu apa topik yang sedang mereka bicarakan. “Ada dua lagi? Di sini?” tanya Chadrish dengan terkejut, ketiganya mengangguk. “Yang lebih parah lagi, banyak monster yang tiba-tiba muncul dan gencar melakukan pembunuhan pada para penyihir di kota ini. Sepertinya mereka tak pandang bulu, penyihir semacam apa pun, mereka tetap dihabisi. Aku dan beberapa penyihir di dunia ini kerja sama untuk membunuh mereka, sayangnya itu tak cukup.” Penyihir di kota ini? Apa sungguh ada penyihir di kota? Aku tak percaya sama sekali dengan apa yang mereka bicarakan. “Keselamatan Elysse semakin berbahaya.” Pria rambut biru bergumam. “Kau yang berbahaya bagiku, menjauhlah dari hidupku!” Aku memarahi pria itu. Aku tak mengerti kenapa dia sangat kuat, badannya tak memperlihatkan jika dirinya memiliki tenaga yang luar biasa sehingga usahaku sepertinya tak berarti apa-apa di hadapannya, itu terlihat jelas dari ekspresinya. “Nona, mengertilah. Keadaan ini mungkin bisa membahayakan nyawamu, aku tak keberatan jika harus mati, tapi kau harus bertahan.” Chadrish bergumam dengan pelan. Dia sepertinya ingin membujukku. “Apa hubungannya semua ini denganku?” tanyaku, mereka segera masuk ke dalam kamarku. “Kau juga merupakan penyihir, buktinya kau menyelamatkan nyawa Chadrish dan Lactris.” Gadis rambut ungu segera mewakili untuk menjawab. Perkataannya membantuku untuk mengingat apa yang beberapa waktu lalu telah kulakukan pada si burung hantu salju yang ternyata adalah Chadrish. Oh, ya ampun, jangan membahas itu lagi, aku jadi merasa ngeri dengan kekuatanku ketika mengingatnya. “Itu ....” Aku tak bisa memberi jawaban, aku sama sekali tak bisa menyangkal apa-apa saja yang telah kulakukanーbaik secara sengaja maupun tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD