53 – Memberi Ancaman

1438 Words
Oh, ya ampun, jangan membahas itu lagi, aku jadi merasa ngeri dengan kekuatanku ketika mengingatnya. “Itu ....” Aku tak bisa memberi jawaban, aku sama sekali tak bisa menyangkal apa-apa saja yang telah kulakukanーbaik secara sengaja maupun tidak. “Nona, mengertilah. Keadaan ini mungkin bisa membahayakan nyawamu, aku tak keberatan jika harus mati, tapi kau harus bertahan.” Chadrish bergumam dengan pelan. Dia sepertinya ingin membujukku. “Apa hubungannya semua ini denganku?” tanyaku, mereka segera masuk ke dalam kamarku. “Kau juga merupakan penyihir, buktinya kau menyelamatkan nyawa Chadrish dan Lactris.” Gadis rambut ungu segera mewakili untuk menjawab. Perkataannya membantuku untuk mengingat apa yang beberapa waktu lalu telah kulakukan pada si burung hantu salju yang ternyata adalah Chadrish. Oh, ya ampun, jangan membahas itu lagi, aku jadi merasa ngeri dengan kekuatanku ketika mengingatnya. “Itu ....” Aku tak bisa memberi jawaban, aku sama sekali tak bisa menyangkal apa-apa saja yang telah kulakukanーbaik secara sengaja maupun tidak. “Intinya, keselamatan semua penyihir di kota ini terancam, dan itu akan hilang jika kita segera pergi dari sini.” Salah satu wanita berbicara, aku masih tetap pada usaha dan pendirianku. “Pulang?” tanya Chadrish yang menoleh pada wanita di sampingnya. “Tunggu, pergi ke mana?” tanyaku tiba-tiba, mereka semua menoleh ke arahku. “Ke dunia kami.” Pria rambut biru segera menyahut. “Di sana kita akan aman,” kata gadis rambut merah muda. “Aku tak mau.” Segera saja kutolak mentah-mentah. Aku tak mau pergi ke mana pun, ini adalah rumahku dan tak akan kutinggalkan apa pun yang terjadi. Ini kehidupanku, meski sangat berat dan melelahkan, aku akan tetap menjalaninya. “Ini bukan pilihan, keselamatan nyawamu sedang dipertaruhkan di sini.” Pria rambut biru itu menyergah, aku agak tersentak karena perkataannya itu. Nada bicaranya agak membuatku takut, dia kasar. “Le’theo!” Chadrish berseru pada pria itu. “Yang benar saja? Aku bahkan belum balas dendam pada wanita s****n itu, dan aku juga belum mengatakan beberapa kata pada sahabatku.” Aku menunduk dan bergumam, kenapa harus pergi saat ini juga? Aku masih ingin berbicara dengan Liza, aku ingin memberi perhitungan pada Meghan yang beberapa waktu lalu melakukan kejahatan padaku. Ini terlalu mendadak bagiku, banyak hal yang masih ingin kulakukan di sini. Aku tak siap meninggalkan tempat ini, apa pun alasannya. “Emmm, kalian yakin jika Nona Elysse dapat melakukannya? Apa dia sudah kuat menghadapi bebannya?” tanya gadis rambut merah muda. “Dia sudah menguasai beberapa jenis sihir, itu sudah cukup baik, aku yakin itu akan membuat tubuhnya bertahan.” Pria rambut biru itu mewakili untuk menjawab. “Ya, Nona juga sepertinya sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Nona Xhellvana dan kekuatannya.” Chadrish menyambung dan dari ekspresinya dia sedang memujiku. “Bagus, setidaknya dia tak akan terluka. Meski aku yakin efek samping dari perjalanan pasti tetap akan dirasakannya.” Gadis rambut merah muda itu terlihat lega. Aku merasa bingung dengan apa yang mereka bahas. Mereka malah berbicara masing-masing? Hei! Aku di sini sedang bicara pada kalian! “Apa sih yang kalian bicarakan?” tanyaku yang merasa paling bodoh karena tak tahu apa-apa. “Kenapa kalian mengabaikanku!” Aku memprotes pada mereka. “Intinya, Nona. Kita harus segera pergi saat ini juga.” Chadrish menyahut padaku. “Kenapa aku harus pergi?” tanyaku dengan tegas. Meski beberapa kali merek melontarkan kata “berbahaya” dan “nyawa terancam” aku masih yakin jika itu adalah urusan mereka, sama sekali tak ada hubungannya denganku. “Karena para fey akan mencelakai kita semua, terutama kau.” Chadrish memberi jawaban yang tak kusukai, apa itu fey? Aku sudah tahu jawabannya, aku sendiri sudah melihat mereka beberapa kali di sini. Kecurigaanku bahkan sangat yakin jika pelaku yang menyerang Liza adalah fey. Aku memikirkan sejenak apa yang sekiranya akan terjadi. Beberapa waktu yang lalu, aku diserang oleh peri dengan anak-anak panahーterlepas dari apakah itu halusinasi atau bukan. Aku mengalami dan merasakan semuanya, setelah semua yang terjadi, terakhir kali aku dikerubuti oleh makhluk-makhluk hitam yang bahkan auranya saja sudah membuatku ketakutan. Sepertinya keadaan memang berbahaya, tapi tetap saja aku tak mau pergi. Aku memandang keempatnya dengan tatapan yang sebisa mungkin kubuat tegas. “Aku menolak, segera pergi dan aku tak akan membahas apa-apa lagi, jauhi hidupku.” “Tapi, Nona.” “Cukup, aku bisa melakukan sesuatu yang buruk jika terpaksa, sebaiknya kalian pergi sekarang juga.” Sebisa mungkin aku menggertak dan mengusir mereka, meski itu sepertinya tak berguna. Sebenarnya dilihat dari sisi mana pun, aku tak akan mampu menghadapi empat orang yang memiliki kekuatan mengerikan ini. Apalagi wanita di dalam tubuhku jelas tak akan muncul jika aku tak benar-benar dalam keadaan antara hidup dan mati, dia sangat menyebalkan. Dan aku tak dapat membantah dan memprotes setiap tindakan seenaknya yang dia lakukan padaku, aku benar-benar takut dengannya. “Dengarkan kami dulu, biar kujelaskan.” Chadrish maju dan ingin menjelaskan sesuatu, maka aku menggeleng dan tak mau mendengarkannya. “Cukup, aku tak mau mendengar semua omong kosong ini, aku ingin menjalani hidup normalku, tanpa ada yang mengganggu, tanpa ada aktivitas aneh dan astral yang sama sekali tak masuk akal, tak logis dan tak bisa kupercayai jika itu benar-benar terjadi. Aku ingin semuanya enyah dan kembali ke kehidupan normal. Permintaan itu tak terlalu sulit jika kalian tak menggangguku!” Aku menuturkan semua pada mereka dengan nada bicara yang sepertinya terlalu tinggi dari yang seharusnya. “Andai bisa semudah itu, semua tak seperti kelihatannya. Nona, kau terlibat lebih dalam dari yang kau duga. Ini tak akan bisa diselesaikan sesederhana itu.” Gadis berambut merah muda coba memberi penjelasan yang kutepis keras-keras saat itu juga. Aku menggeleng kepala tak mau tahu. “Aku tak melakukan apa-apa yang menyangkut urusan kalian, aku tak punya keterlibatan apa-apa dengan makhluk sejenis kalian.” Aku segera meraih laci di mana tempat pistol kusimpan. Segera saja kuraih benda yang berisi peluru itu kemudian langsung mengarahkannya pada Chadrish yang maju ke arahku. Dia tiba-tiba berhenti di tengah langkanya, jika dia adalah burung hantu salju yang ada di rumahku, jelas dia akan mengenali benda ini dengan baik, mengingat aku beberapa kali memperlihatkan ini padanya. “Mundur atau aku terpaksa menembakmu. Jika kau sering melihatku dan tahu tentang dunia ini, kau tentu tahu apa fungsi benda ini.” Aku mengancam, menjulurkan pistol dengan dua tangan sambil memasang kuda-kuda yang biasa kuperagakan. “Oh, itu sangat berbahaya. Jangan lakukan ini, Nona.” Chadrish segera diam dan berusaha menenangkanku, membujuk agar aku tak melepaskan tembakan, seperti itulah gelagatnya. Sepertinya aku berhasil menggertaknya. “Chadrish kau terlihat waspada, benda macam apa itu memangnya?” Gadis berambut merah muda agak heran dan bingung, maka dia mengajukan pertanyaan tersebut. Sepertinya mereka benar-benar tak tahu dengan pistol. Oh, sepertinya mereka benar-benar berasal dari zaman kuno yang tak mengenal s*****a seperti ini. “Itu tampak imut,” kata gadis lain, ia malah tampak tertarik dengan pistol yang sedang kutodongkan. Apa-apaan reaksinya itu? Benar-benar tak normal. “Aku merasa itu cukup berbahaya, bukan imut.” Pria itu menyangkal dengan ekspresi biasa saja. “Benda itu namanya, dapat meluncurkan logam dengan membuat ledakan di dalam peluncuran itu, logam akan menembus sesuatu karena kuatnya ledakan yang membuat logam meluncur. Itu s*****a yang digunakan di dunia ini.” Chadrish memberi penjelasan secara garis besar dan cukup singkat, oa berbicara tanpa menoleh ke arah teman-temannya karena perhatiannya terfokus padaku. Yang lain segera mengangguk paham dengan penjelasannya. “Oh, aku tak menyangka ada versi miniatur dari meriam.” Si rambut ungu tampak tertarik dengan apa yang kupegang, reaksi yang benar-benar aneh dan tak kuharapkan. Rasanya belum pernah ada yang bereaksi seperti itu ketika berada di hadapan sebuah pistol, hanya mereka saja yang seperti ini. “Ya, kurang lebih itu mirip meriam, hanya dalam versi kecil dan hanya mampu membunuh satu atau dua nyawa saja.” Chadrish segera mengiyakan. Aku awalnya senang karena berhasil menggertak, sayangnya aku mulai ragu, sepertinya gertakanku gagal. Mereka sudah tahu benda macam apa ini, seberapa berbahayanya ini, tapi tak ada satu pun yang tampak ketakutan atau merasa terancam. s**l sekali, apa mereka tak tahu seberapa mengerikannya pistol? Atau mereka terlalu bodoh untuk mengerti? “Oke, Nona, jangan main-main dengan s*****a dan tenanglah.” Gadis berambut merah muda ikut mencoba memenangkanku, segera saja kualihkan todonganku padanya. “Pergi sekarang dan jangan maju, aku serius! Aku akan menembak sungguhan!” Kugertak lagi, kuharap ekspresiku tampak meyakinkan. Hanya ini satu-satunya usahaku untuk mengenyahkan mereka. “Nona, dengar dulu kami a ....” Chadrish maju satu langkah, hal itu membuatku refleks mengarahkan pistol ke arahnya lalu tiba-tiba saja aku menarik pelatuknya, pada saat itu letupan s*****a terdengar. Oh, aku tak menyangka jika aku benar-benar akan menembak seseorang dengan ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD