Aku memutuskan untuk tak menanggapinya, kenapa lagi-lagi lamunanku dihubungkan dengan lelaki? Dasar Liza. Aku memutuskan menjauh darinya dan memilih untuk melihat-lihat bunga yang lain, tak lama dia mendekatiku.
“Kau mau satu?” tanya Liza saat aku memandangi dan menghirup mawar putih. Aku seketika menoleh ke arahnya. Uh, ternyata dia sedang memperhatikanku, pantas saja dia langsung melontarkan pertanyaan itu saat aku sedang menghirup aroma bunga.
“Tidak, aku hanya suka dengan aromanya.” Aku menggeleng singkat dan menjawab, lalu kualihkan pandanganku kembali pada bunga itu, menghirup aromanya lagi. Entah kenapa aku suka dengan aroma bunga mawar ini.
Aku menoleh lagi ke arah Liza, ia tampak sedang menyentuh kelopak mawar merah dan mengelusnya dengan perasaan gemas dan suka. Firasatku mengatakan jika dia ingin memetiknya diam-diam.
“Hati-hati.” Aku segera memperingatkan dia dengan siaga dan takut-takut. Peringatanku tampaknya mengagetkannya, Liza sampai terperanjat saat aku mengatakan itu. Ia menyentuh d**a lalu mengusapnya, kemudian ia menoleh padaku dengan tatapan kesal. Ia melotot kemudian menyahut, “Tenang saja, tanganku aman dari duri.” Ia menunjuk ke arah tangannya yang memang hanya menyentuh kelopaknya saja, benar-benar jauh dari duri-duri yang ada pada mawar. Tentu aku juga tahu hal itu.
“Aku tak peduli dengan itu, tapi kau harus hati-hati untuk tak merusak mawarnya, kau harus ganti rugi jika itu terjadi.” Aku memaparkan dengan sok bijak, tentu saja aku berniat membuatnya kesal. Dan itu berhasil, dia langsung cemberut dan memukuli bahuku dengan dua tangan, tentu saja pukulannya pelan-pelan.
“Dasar. Tak perlu diperingatkan juga aku tahu akan hal itu, jadi tutup saja mulutmu.” Ia menyahut dengan sebal, seketika itu membuatku menyengir dan mengelus dagunya.
“Sayang, aku hanya bercanda.” Aku membalas dengan main-main.
“Terserah.” Ia mendengus kesal. Aku cekikikan saja karena tingkahnya.
Kami berada di dalam toko bunga sekitar selama satu jam lamanya. Waktu benar-benar tak terasa, padahal aku merasa baru saja masuk ke dalam toko itu dan kini tahu-tahu waktu sudah berlalu sekitar satu jam.
Terkadang jika kita menikmati momen dan kejadian yang dialami, kita akan melupakan seberapa lama waktu yang telah berlalu, terkadang kita merasa jika waktu berjalan terlalu cepat dan sangat singkat, sehingga kita tak bisa menghabiskan lebih banyak lagi waktu untuk kegiatan dan hal-hal menyenangkan yang dilakukan.
Apalagi ketika kita sedang mengalami momen yang indah dan sangat disayangkan untuk berakhir, kadang tak sedikit orang yang menginginkan agar waktu berhenti, sehingga dia dapat mempertahankan momen indah dan membahagiakan baginya. Sesuatu yang mustahil tersebut sangat banyak diidamkan oleh banyak orang.
Setelah keluar dari toko bungaーtanpa membeli setangkai bunga sama sekali, kami masuk menuju toko buku. Kebetulan lokasi toko buku tak jauh dari toko bunga, kami segera saja masuk ke dalam sana.
Banyak orang yang sedang memilah dan memandang buku-buku yang tertera dan berjajar rapi pada rak buku. Berbagai jenis dan genre buku terpapar dan dipajang dengan rapi. Toko ini memiliki dua lantai, dengan dua tangga pada dua sisi berbeda sebagai penghubung.
Kutatap Liza yang sedang memandangi sekitar dengan takjub, ia tersenyum saat melihat banyak orang yang berlalu lalang tanpa banyak bicara. Ini merupakan ciri khas dari toko buku dan perpustakaan, dilarang banyak mengeluarkan suara.
“Mau membeli buku?” tanyaku dengan nada suara yang pelan sambil tanganku kemudian merangkulnya.
“Mau membeli lelaki tampan.” Ia menjawab, sontak aku mendorongnya pelan karena jawaban itu. Kami berdua tersenyum dengan perkataan itu.
“Hei, hati-hati bicaramu.” Aku menegur dan dia hanya tersenyum singkat.
“Tentu saja aku mau beli buku, makanya ke sini. Ada-ada saja pertanyaanmu.” Ia menjawab dengan sungguh-sungguh kali ini, ia juga mencolek ujung hidungku saat menjawab.
“Kukira hanya mau melihat-lihat saja.” Aku memutar kepala sambil melontarkan ejekan, tentu saja mengejek kami yang sebelumnya hanya jalan-jalan dan mengambil foto pada toko bunga sebelumnya. Ia memukulku dengan pelan, gaya bercanda.
“Tidak, aku ada buku yang mau dibeli.” Ia menyangkal, sepertinya dia memang akan membeli sesuatu kali ini.
“Bagus, aku tunggu saja di sini ya.”
“Kenapa? Tak ikut beli buku juga?” tanyanya agak heran, pasalnya dia tahu jika aku hobi dalam membaca, tapi aku tak berminat membeli bahkan salah satu buku di sini, tentu saja ia pastilah merasa heran dan bingung. Aku menggeleng dan tersenyum.
“Di dalam rumahku terlalu banyak buku untuk dibaca. Aku tak akan memiliki waktu lebih banyak jika menambah jumlah buku di dalam perpustakaan pribadiku.” Ia hanya menyahut dengan kata oh saja saat mendengar jawabanku, tentu dia paham dan mengerti jika aku memiliki banyak koleksi buku, meski sebenarnya dia belum pernah datang dan mampir ke dalam perpustakaan pribadiku.
“Ya sudah, tapi temani aku, yuk.” Ia menggandeng tanganku dan menyeret masuk untuk mengikutinya memilih buku. Bahkan tak meminta izin dan aku belum memberikan persetujuan padanya, apa-apaan ini? Dia melakukan pemaksaan padaku. Uh, mau tak mau aku ikut saja, percuma saja menolak karena Liza menyeret dan memegang tanganku dengan kuat, tampaknya dia tak menerima penolakan dariku.
Hampir setengah jam lamanya kami memilah dan mencari buku, aku hanya melihat-lihat cover dan sinopsis berbagai novel yang tampak menarik. Tentu saja aku tak berniat tuk membelinya, meski ada beberapa judul novel yang menarik perhatianku. Aku ingat jika diriku harus menghemat keuanganku, sampai sekarang aku masih belum dapat pekerjaan baru, sisa hartaku harus cukup sampai aku dapat pekerjaan baru dan mendapat pemasukan.
“Mau beli ini? Sepertinya seru.” Liza menyodorkan sebuah novel yang memiliki cover menakutkan, itu jelas novel bergenre horor. Aku mengambilnya dan membaca sinopsis atau mungkin blurbnya.
“Cukup bagus, lumayan untuk menemani waktu senggang, mungkin isinya lebih menegangkan lagi.” Itulah komentarku saat selesai membaca bagian belakang novel tersebut. Kemudian aku menambahkan untuk menjawab perkataannya. “Kukira tak ada salahnya kalau kamu mau membelinya.” Aku mengiyakan dan memberi usulan.
“Kalau begitu aku ambil ini.” Ia memasukkannya ke dalam keranjang, awalnya dia bilang ada yang mau dibeli yang kukira ia hanya akan membeli satu, tapi sekarang sudah ada lima novel yang dia pegang. Aku tak menyangka jika dia memiliki selera dalam membaca. Biasanya ketika kami pergi ke toko buku ini, hanya satu atau dua buku atau novel yang dia beli, tapi sekarang tampaknya berbeda. Aku juga tak yakin jika yang diambilnya berupa novel semua, aku curiga ada buku pengetahuan umum, ensiklopedia dan semacamnya.
“Kukira sudah cukup, nanti saja lanjut membelinya, itu juga tak akan selesai dalam satu minggu.” Aku buru-buru menghentikan ia untuk lanjut mencari novel. Alasannya karena aku benar-benar tak bisa menahan lebih lama untuk mengambil setidaknya satu novel untuk kubeli, alasan lainnya, aku sudah kelaparan dan lelah, ini hampir siang dan aku bahkan sama sekali belum sarapan.