Lorong rumah sakit tampak hening, tak ada siapa pun yang tampak, entah yang melintas atau yang sedang duduk di kursi tunggu. Atmosfer sekitar sini juga terasa aneh.
Suasana siang dan malam memiliki perbedaan yang sangat signifikan, aku benar-benar merasa tak nyaman berada di sini dalam waktu yang lama. Segera saja kulangkahkan kakiku secepat mungkin untuk meninggalkan tempat itu, aku akan ketakutan jika tinggal lebih lama lagi di sana.
Langit di sana tampak suram, suhu udara terasa sangat dingin. Aku sedikit menggigil tatkala merasakan adanya angin yang berembus melewati tubuhku.
Berjalan ke halte saat malam hari rasanya lebih jauh dan melelahkan daripada saat siang, aneh rasanya karena sensasi yang kurasakan berada di waktu siang dan malam.
***
Lampu-lampu jalanan menyala menyinari daerah sekitar, setelah aku meninggalkan bangunan rumah sakit, aku perlu berjalan beberapa puluh meter atau mungkin beberapa ratus meter untuk tiba do halte terdekat. Karena jadwal bus berikutnya masih agak lama, maka kusempatkan diri untuk mampir ke minimarket sekadar membeli camilan.
Cuaca Kota Soulvia benar-benar dingin malam ini, rasanya aku akan membeku ksrena tak mengenakan pakaian tebal.
Cuaca Kota Soulvia mendadak aneh akhir-akhir ini, di mana seharunya memasuki musim panas dan kemarau, tapi suhu udara sangat rendah, seolah sewaktu-waktu akan turun hujan. Beberapa waktu sebelumnya, hujan sudah turun mengguyur kota, keadaan seperti ini baru tahun ini terjadi, tahun kemarin keadaan tampak normal, suhu udara terasa panas membuat keringat mengucur deras, taman air dan segala jenis permainan yang berhubungan dengan air atau es selalu menjadi tempat yang ramai pada bulan-bulan ini, sayang sekali tahun ini tempat-tempat itu sepi.
Untunglah di sekitar sini terdapat satu minimarket yang buka selama dua puluh empat jam, aku membeli makanan di mesin makanan cepat saji untuk mengisi perutku. Rasanya hanya memakan buah-buahan tidak memberi tubuhku asupan yang cukup.
Mengingat sekarang waktu sudah menandakan jam sepuluh lebih, kupikir wajar bagi perutku untuk merasa lapar, apalagi terakhir aku makan adalah tadi ketika di kantin aku makan siang bersama dengan Xendar, bisa dibilang aku sudah melewatkan makan malamku.
Saat ini aku sedang berdiri di hadapan mesin mie instan yang sedang memasak. Kupandangi mesin itu sambil menunggu oesananku muncul. Entahlah, ketika menunggi, waktu rasanya berlalu terlalu lambat, aku merasa jika mesin ini terlalu lama memasak mie, padahal ketika di rumah, aku tidak akan selama ini memasak mie instan.
Ketika mesin itu mengeluarkan bunyi lalu mangkuk keluar beserta mie berasap, aku tersenyum puas.
“Akhirnya.” Segera saja kuraih mie itu lalu menyantapnya sambil berjalan menuju halte. Sebenarnya aku ingin mengisi perutku dengan makanan yang ada di restoran. Huh, sayang sekali aku tak memiliki uang lebih, hanya ini saja yang bisa kubeli untuk mengisi perutku, yah, tapi tak apalah, mie ini juga rasanya cukup enak bagi lidah orang sepertiku, ini sudah lebih dari cukup bagiku untuk mengganjal rasa laparku.
Jika diingat-ingat, malam-malam seperti ini rasanya paling enak menikmati makanan yang dijual oleh para penjual keliling yang biasa beroperasi di pinggir jalan. Tapi kupikir ini sudah terlalu malam bagi mereka untuk terus berjualan, ada aturan khusus dan waktu tertentu bagi para pedagang tanpa lapak kapan mereka bisa berjualan.
Aku berjalan dengan langkah pelan dan hati-hati, takut tersandung dan menumpahkan makanan berhargaku. Sebenarnya aku sadar jika makan sambil berjalan kaki itu bukan sesuatu yang cocok untuk dilakukan, tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah sangat kelaparan.
Jalanan kosong, maka tanpa menoleh sama sekali, aku menyeberang seenaknya menuju ke halte yang berada di seberang jalanan. Aku duduk di atas kursi panjang yang disediakan di sana, mie yang kusantap masih bersisa sehingga aku terus makan sambil menunggu datangnya bus. Beberapa waktu lalu, aku mungkin tak pernah memikirkan jika kehidupanku akan sama seperti orang biasa pada umumnya, duduk di halte bus, makan makanan instan seperti ini.
Tidak, sejak aku ingat dunia sampai orangtuaku meninggal, kehidupan ku selalu terjamin, pola makanku selalu terjaga dan aku tak akan berjalan kaki terlalu jauh jika bukan lari pagi bersama ibuku. Ketika kecelakaan itu terjadi, kehidupanku benar-benar selebihnya telah berubah. Setidaknya aku tak memiliki beban di mana aku harus banting tulang untuk membayar biaya pengobatan. Andaikan kala itu kedua orangtuaku tidak meninggal, mereka teruka parah di mana keduanya harus dirawat, mungkin saja hidupku akan jauh lebih menderita dari ini. Ketika mengingat akan hal tersebut, aku sudah berhenti mengeluh karena kehidupanku yang saat ini masih jauh lebih baik dari pada nasib orang-orang yang bernasib lebih buruk dariku.
Lambat laun, mie yang aku konsumsi segera habis, bahkan aku meneguk seluruh kuahnya sampai tak bersisa, kubuang mangkuk itu bersama sumpitnya ke tempat sampah yang tersedia tak jauh dari tempat aku duduk.
“Wah, akhrinya terisi juga.” Aku bergumam lega. Pada saat itulah aku sadar seharuanya aku membeli minuman juga. Yah, tapi itu sudah terlambat, dua sampai lima menit lagi bus akan segera datang, aku tak kau tertinggal kendaraan hanya karena aku pergi membeli minum.
Aku memandang keadaan sekitar, barulah kusadari jika malam ini terasa terlalu sepi, aku benar-benar sendirian berada di halte ini, tak ada satu orang pun yang kulihat sejauh aku mampu melihat. Rasanya aku sedikit tak nyaman dengan situasi seperti ini, entahlah, tapi aku juga jadi bergidik ngeri karena keadaan ini.
Seakan menambah kengerianku, tiba-tiba saja kabut muncul di sekitar sini, untunglah tak tebal sehingga sopir bus masih bisa melihatku berada di sini. Meski bergitu, aku tetap tak nyaman dengan keadaan seperti ini.
Daripada berpikir hal yang macam-macam dan menjadi paranoid, segera saja kukeluarkan ponselku untuk melihat jam dan sekadar menghabiskan waktu kosong dengan memainkan ponsel. Rasanya aku benar-benar ingin sesegera mungkin meninggalkan halte ini, aku berharap jika bus yang melitas di halte kota sepuluh kali lebih sering dari bus yang melintasi pinggiran kota.
“Entah kenapa, perasaanku tak nyaman. Ada sesuatu yang mengerikan di sini.”
Entah mengapa aku jadi tak nyaman dengan situasi sesepi ini, bukannnya aku takut dengan hantu atau semacamnya, entahlah ... aku tak bisa menggambarkan seperti apa perasaan yang saat ini sedang kurasakan. Aku memasukkan ponselku ke dalam saku lalu memandang keadaan sekitar dengan penuh penjagaan.
Pada saat itulah tiba-tiba ada suara mobil yang kudengar, awalnya kupikir itu adalah bus yang selama ini kutunggu, tapi beberapa detik kemudian aku merasa jika yang datang itu bukan bus, suara mesinnya berbeda. Dan ketika kendaraan itu berhenti tepat di hadapanku, aku tahu jika itu benar-benar bukan bus, melainkan satu unit mini van berwarna hitam.
Tunggu, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba saja mobil ini berhenti di sini? Ah, ya ampun, aku merasa tak nyaman dengan situasi seperti ini. Apalagi dari penampilannya saja, kendaraan itu sudah terlihat mencurigakan.
“Ada apa ini? Perasaanku tak enak dengan ini.”
Jujur saja aku merasa takut. Ketika empat pria keluar dari dalam mobil itu, segera saja aku berdiri lalu memasang posisi siaga dan menampakkan ekspresi setenang mungkin. Bukannya aku berprasangka buruk, tapi dalam keadaan sepi seperti ini, apa pun bisa terjadi, termasuk tindak kejahatan yang mungkin akan mereka lalukan.
Sebenarnya aku ingin bersikap berani dan bertanya mengenai urusan para pria itu, tapi ketika melihat penampilan dan melihat jika salah satu pria hendak meringkusku, segera saja aku berlari tanpa ingin mendengar apa yang hendak mereka katakan padaku.
Tapi s**l sekali, aku kalah cepat dari mereka, karena baru saja aku melangkah dua langkah, keempat pria ini sudah mengepungku. Terpaksa aku mengurungkan diri untuk melarikan diri. Aku tak bisa ke mana-mana, mereka benar-benar sudah menghalangi jalanku untuk kabur.
“Siapa kalian? Enyahlah dari hadapanku!” Aku langsung berteriak pada para pria ini, tapi mereka sama sekali tak menanggapi apa yang kukatakan. Aku merasa benar-benar takut karena aku tak pernah mengira jika dalam seumur hidupku aku akan mengalami kejadian seperti ini.
“Aku akan menelepon polisi jika kalian terus menggangguku.” Kulontarkan ancaman pada mereka, sepertinya itu tak berpengaruh apa-apa pada mereka. Aku juga sadar jika itu tak akan berpengaruh apa-apa, tapi apa mereka benar-benar tak terganggu dengan itu? Yang benar saja.
“Aku akan ....”
Aku hendak melakukan sesuatu, tapi tiba-tiba ada sesuatu yang membekap mulutku, segera saja semuanya terasa berputar, aku kehilangan tenaga untuk mempertahankan posisiku, segera semuanya menjadi gelap.