Pernikahan

1394 Words
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Dina Wijaya binti Dino Surya dengan maskawin tersebut, tunai." "Bagaimana para saksi sah?" "Sah!!" "Alhamdulillah," terdengar ucapan syukur dari para tamu. Iya hari ini adalah hari pernikahan ku, tapi jujur saja aku tidak terima dengan pernikahan ini, kalau bukan karena paksaan dari papa. Papa, menjodohkan ku dengan anak dari teman masa lalunya. Pria yang tak pernah ku cintai, sama sekali tak ada rasa suka dengannya, tapi entah mengapa dia kini yang menjadi suami ku. "Din, sekarang kamu bukan lagi tanggung jawab Papa. Ikutlah apa kata suamimu sekarang. Papa harap setelah kamu menikah kamu bisa berubah menjadi yang lebih baik." Papa memelukku sambil memberi nasihat pada ku. Rasanya ingin memberontak tapi aku tidak mau jadi anak durhaka. Aku lebih banyak berdiam diri di saat acara pernikahan kami, lelah rasanya hati dan jiwa ini menjalani hari ini. Ingin rasanya cepat waktu ini berlalu. "Kamu mau mas ambilkan minum atau makanan?" Mas Azzam mencairkan suasana hening yang dari tadi tercipta. Tapi aku tetap tak ingin mengatakan apa pun ke pria yang sekarang menjadi suami ku. "Nih! kamu minum dulu, dari tadi kamu bengong saja. Kasian tuh cacing nya meronta- ronta minta di kasih asupan." mas Azzam menyodorkan segelas air berwarna dan sepiring makanan untukku. Sejujurnya ada rasa lapar tapi gengsi dong, pria ini kan udah buat aku kesal. Aku berlalu begitu saja, tidak merespon sedikitpun ucapanya. "Din, kamu mau kemana?" Papa tiba-tiba memanggilku dari arah belakang. "Dina mau istirahat, Pa. Dina capek, lagian juga kan tamu undangannya tinggal keluarga dan rekan bisnis Papa saja." aku pergi begitu saja tanpa menghiraukan Papa. Pernikahanku hanya di hadiri keluarga dan teman Papa saja. Teman dan kerabat ku tak ada yang ku undang, karena aku ingin merahasiakan pernikahan ku ini. Di sisi lain aku ingin menjaga hati seseorang di luar sana. Dia pria yang aku cintai, tapi sayangnya cinta kami tidak dapat restu dari Papa. Aku menerima perjodohan ini dengan syarat cukup di ketahui oleh keluarga dan teman Papa saja. Aku belum siap kalau teman-teman tahu kalau aku sudah menikah, apa lagi teman sekampus ku. Mereka pasti histeris begitu tahu kalau aku menikah dengan Dosen terpopuler di kampusku. Upss.. !!! Dosen populer itu tidak berlaku dengan ku ya, Pak Azzam ada salah satu dosen di kelasku. Hampir semua para wanita mengaguminya, tapi tidak dengan ku. Karena sifat dinginnya aku ilfil dengannya. Huft.. rasanya lelah raga ini menikmati skenario Tuhan saat ini. Tapi tak apalah, walaupun aku sudah menikah aku tetap terlihat gadis d luar sana. Aku akan memberikan syarat ke dia. Dan lebih baik aku sekarang istirahat. Tok..tok..tok.. "Mas boleh masuk ya dek.." Baru saja badan ini ingin rilexs di ranjang empuk ku ini, tapi dia sudah mengganggu mood ku lagi. "Huft... apaan sih, ganggu oramg saja" "Maaf dek, tadi Papa nyuruh mas buat nyusul kamu, sekalian mas bawakan makanan buat kamu. Kamu pasti laperkan?" "Tidak usah sok perhatian deh pak, kalau saya laper pasti saya bisa ambil sendiri, saya bukan anak kecil lagi." Walaupun saat ini dia suami ku dan dosen d kampusku tapi nada bicara lembut itu sepertinya telah sirnah dari bibir ku. Mungkin karena terlalu kesal dengan perjodohan ini. "Kamu kok gitu sih, mas kan niatnya baik, ya kalau kamu tidak mau juga tidak apa-apa." "Hmmm....boleh tidak kalau d rumah kamu panggil mas saja, jangan bapak, kan sekarang kita sudah.." "Ehh.. inget ya pak, walaupun tadi bapak sudah mengucapkan ijap kabul, tapi saya merasa diri ini bukanlah istri bapak. Biarlah setatus itu hanya di KTP saja. Kalau untuk hati, maaf saya belum bisa terima. Dan satu lagi ya pak, tolong jaga rahasia ini jika di kampus. Apa pun yang terjadi anggap saja kita bukan suami istri." Aku memberi ketegasan pada nya "Tapi dek, dalam agama itu.." "Sudah- sudah, tidak usah bawa- bawa agama ya. Kalau bapak tidak terima dengan keputasan saya silahkan talak saya sekarang juga. Beres kan?" aku mengalihkan pandanganku. "Lagian ya pak, bapak itu orangnya alim, kenapa sih mau dijodohkan dengan saya?" "Maaf Dina, soal hidup, jodoh dan maut itu hanya Allah yang tau, kalau saat ini saya ada disini itu berarti karena ijin Allah." "Sudalah pak, saya capek. Satu lagi, untuk malam ini dan seterusnya bapak tidur d sofa, jangan harap bisa tidur bersebelahan dengan saya. Pokoknya kalau bapak tidak terima silahkan talak saya." Aku membaringkan tubuhku sambil tersenyum tipis. Semoga aja dia gak betah dengan ku. " Baiklah, itu tidak masalah, mas yakin suatu saat kamu pasti bisa terima keadaan ini." *** Rasanya baru saja mata ini terlelap, tapi harus terusik dengan suara merdunya. Huh.. ada rasa kesal dan juga damai sih mendengar suaranya yang mengaji, aku tau dia pasti lagi sholat di persetiga malam, tapi apa tidak capek itu badan baru juga tidur sudah bangun lagi. Ahk.. biarlah lebih baik aku tidur kembali. "Dek, dek bangun, ini sudah subuh loh, kamu tidak sholat?" "Ish...apaan sih, aku bukan anak kecil lagi, mau sholat atau tidak itu suka-suka ku. Lagian kalau bapak mau sholat ya udah sholat sana!!" Sinar matahari yang mulai memasuki jendela kamar ku membuat aku terbangun, aku tak melihat keberadaanya di kamar ku lagi, ahk sudahlah, buat apa juga aku mencari dia. Lebih baik aku turun dan sarapan. Sebelumnya aku membersihkan diri dulu d kamar mandi. Hari ini aku ada kuliah, cuma jamnya masih lama, jadi ada waktu buat bersantai-santai. "Dina, kamu baru bangun jam segini?" Papa datang menghampiri ku yang mau turun dari kamarku "Biasanya juga Dina bangun jam segini, Pa" "Dina, sekarang setatus kamu itu sudah beda, kamu harus belajar bangun pagi mempersiapkan kebutuhan suami mu." "Ih Papa.. jangan di manjain gitulah, Pa. Dia kan sudah gede bisa urus diri sendiri.." "Dinaa!!!" Papa membentak ku hanya karena permasalahan sepele "Papa... hanya karena Dina bangun siang papa membentaj Dina?" "Dari awal kan Dina sudah bilang pa, Dina mau menikah dengan dia tapi dengan syarat jangan pernah mengatur kebiasaan Dina yang selama ini dina lakukan. Dina gak mau di kekang seperti istri-istri di luar sana. Dina masih pengen bebas pa.." "Dina, cobalah kamu berubah sedikit saja, papa menikahkan kamu dengan Azzam karena Papa tahu dia adalah jodoh terbik mu, Papa tidak mau melihat kamu seperti ini terus, Papa sudah tua Dina, papa ingin melihat kamu berubah menjadi anak yang baik!" "Papa, selama ini Dina kurang baik ap, Pa? Hanya karena Dina sering keluar malam dan sering habisin uang Papa, jadi Papa bilang Dina tidak baik?" "Bukan begitu Din, Papa cuma mau kamu tumbuh menjadi anak yang dewasa." "Sudahlah, Pa, selagi Dina tidak membuat nama Papa malu, dan Dina juga masih di batas yang wajar, papa tenang saja. Urusan rumah tangga dina papa tidak usah ikut campur. Lagian nih ya pa, pak Azzam juga tidak keberatan kok" "Dina... Azzam itu suami mu, cobalah panggil dia dengan sebutan mas." "Iya...Iya... Pa. Dina sudah laper, ayo kita sarapan dulu!" Aku berjalan mendahului Papa, rasa laper di perutku sudah tidak tertahan lagi, efek semalam aku tidak ada makan. "Sudah bangun kamu dek? Mau mas ambilin sarapan apa?" "Tidak perlu, aku bisa ambil sendiri!" "Dina, seharusnya kamu yang melayani suami mu, bukan malah sebaliknya." "Sudahlah pa, kenapa di meja makan pun harus memperdebatkan ini?" "Maafkan Dina ya Zam, papa harap kamu bisa merubah sikap dina yang sekarang menjadi yang lebih baik ya" "In syaa Allah, Pa. Azzam akan berusaha menjadi suami yang baik buat Dina, Pa, dan seijin Allah juga Dina pasti akan menjadi wanita yang lebih baik." " loh loh... maksudnya apa ini? Kalau memang aku bukan wanita baik kenapa bapak mau menikah dengan saya?" " Dina!!" suara meninggi, tidak terima dengan ucapanku. "Sudah, Pa, Azzam gak pa-pa kok, Pa, semua cuma butuh waktu, Pa." "Din, kamu ada kuliah siang ya hari ini? Mau mas jemput nanti atau gimana?" "Gak perlu, aku bisa pergi sendiri!" "Ya sudah, kalau gitu mas barangkat duluan ya, kamu hati-hati di jalan." "Pa.. Azzam berangkat dulu!" sambil mencium tangan Papa dan berlalu. "Dina, suami mu memberi tangannya buat kamu kenapa tidak di balas?" "Maaf pa, untuk saat ini, hati ini belum bisa di paksa buat menjadi istri yang baik buat dia, biarlah seperti ini dulu adanya kami jalani, Pa." "Papa harap kamu bisa berubah Din. Hari ini Papa mau kekantor lebih awal. Nanti kamu pergi kuliahnya di anter Mamang Ojin aja ya, trus pulangnya bareng sama Azzam saja." Papa pun berlalu begitu saja, aku yang masih menikmti sarapan ku pagi ini untuk mengisi energi ku hingga siang nanti. Sambil memainkan ponsel ku untuk mengisi keheningan pagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD