Chapter 14 : Monster Kecil

1210 Words
Kabut kian menipis, kawanan serigala bersama dengan harimau telah berhasil menabrak serta merugis leher Verx menggunakan gigi-gigi tajam mereka. Akan tetapi, tongkat berujung lancip mencuat dari tanah, menusuk perut para hewan buas tersebut. Bersimbah darah serigala dan harimau, Verx berdiri seperti tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Luka di lehernya kembali pulih sesaat setelah cahaya muncul dari sana. Sekarang semuanya menjadi semakin rumit, kawanan serigala, harimau, serta ular berjatuhan seperti hujan dari cengkraman elang. Dengan sangat santai Verx mendekat pada sebatang pohon kemudian menempelkan tangannya di sana. Sebuah tongkat kayu muncul dan digenggam erat oleh pemuda itu. Setelah ia memegang tongkat tersebut dengan tangan kiri, satu tongkat lagi ia buat, sehingga kedua tangannya memegang tongkat berujung lancip. “Sepertinya aku harus sedikit lebih serius sekarang,” gumamnya. Dia segera menggesekkan kedua tongkat, tak lama api muncul dari sana, membuat suhu yang tadinya dingin menjadi panas. Beruntungnya, bulan sedang bersinar terang ditambah cahaya dari api, pandangan Verx jadi semakin terang. Ular mulai menghujani pemuda itu, tetapi dengan mahirnya ia mengayunkan tongkat berapi sehingga membakar hewan-hewan tersebut. Tak lama, serigala dan harimau melompat ke arahnya. Namun, Verx langsung membuat satu Lingkaran Sihir yang mencuatkan tongkat di bawah kakinya. Serangan pun berhenti, tetapi hujan ular masih belum reda. Verx menebaskan tongkat api ke tanah yang beralaskan dedaunan kering serta ular piton. Dalam sejekap, api menjalar, membakar semua dedauan kering juga rerumputan bersama bangkai hewan buas dan ular. Hujan ular berhenti, api mulai menjalar ke setiap pohon hingga membakarnya sampai hangus. Kabut semakin tebal bercampur dengan asap. Verx membuat Lingkaran Sihir di telapak kaki, lalu sebuah pilar tanah mencuat, mengangkat tubuhnya ke atas agar tidak terbakar bersama dengan pepohonan. Pilar tersebut terus meninggi hingga jauh lebih tinggi daripada pohon. “Sepertinya hutan ini akan segera terbakar tak lama lagi.” Verx memandangi kedua tongkat berapinya. Tiba-tiba langit tertutup oleh awan tebal, perkiraan Verx tadi sepertinya salah. Hujan pun turun, memadamkan api pada tongkat pemuda itu. Ia menatap langit sejenak sambil terus menggenggam erat tongkat kayu di tangannya. Rintik hujan turun semakin deras, hingga tubuh Verx basah seutuhnya. Asap kian menebal ketika hujan memadamkan api. Setelah api padam, hujan langsung berhenti. Sementara itu, Verx masih bergeming menatap langit gelap dalam diam. “Sudah kuduga kalau kekuatannya bukan hanya membuat hutan terkutuk ini.” Ketika Verx menatap ke bawah, kabut telah berkumpul menjadi satu membentuk seekor mahkluk. Verx menunduk, mengamati gumpalan kabut tersebut dengan teliti. Dua tongkat yang ia genggam dilemparkannya ke sembarang tempat karena sudah tidak berguna lagi. Pemuda itu hanya bergeming tanpa ekspresi, menunggu dengan tenang hilangnya kabut terhisap oleh gumpalan di hadapannya. Ia sangat paham kalau sebelumnya gumpalan kabut itu tidak dapat diapa-apakan sebelum benar-benar membentuk sesuatu yang padat. Itulah mengapa ia memutuskan untuk menunggu saja dengan bergeming. Namun, sesaat kemudian, sontak ia berdiri melihat gumpalan asap yang sangat besar dan memanjang. “Sial! Dia akan berubah menjadi seekor monster!” Verx langsung melompat, lalu menempelkan kedua telapak tangannya ke pilar tanah. Sama seperti sebelumnya, dia terlempar ke belakang akibat suatu dorongan dari pilar lain. Seketika itu ada dua ekor harimau di belakang, menerjang dengan cepat ke arah Verx. Kabut sudah hampir lenyap dan menyisakan udara. Membentuk Lingkaran Sihir pada telapak tangan, pemuda tersebut membuat tombak angin kemudian menggunakannya untuk menusuk dua harimau saat dirinya berbalik. Verx kemudian membentuk sebuah Lingkaran Sihir berwarna hijau pada telapak kaki. Segera setelah Lingkaran Sihir tersebut aktif, sebuah pijakan tipis dari angin berhasil membuatnya melayang di udara. Ia mencondongkan tubuh ke depan, pijakannya melaju dengan cepat menjauh dari gumpalan kabut tebal tadi. “Menyebalkan! Sekarang aku harus lari terlebih dahulu.” Tiba-tiba Verx—yang tadinya melesat dengan cepat—langsung berhenti. Langit bergemuruh, seekor naga bersisik abu-abu muncul di hadapan pemuda itu. Namun, meski dihadapkan dengan bahaya, ia masih bisa tetap tenang sambil memikirkan solusi. “Kekuatan sebesar ini, apakah mampu ...?” gumamnya, pelan. Dengan santai Verx melesat cepat ke mulut si naga. Namun, sebelum berhasil masuk, naga tersebut menyemburkan api padanya. Ia tetap tenang, menerima serangan tersebut dalam diam tanpa bertahan atau apa pun selama beberapa saat. Tak lama, Verx ternyata masih berdiri dengan tenang di atas papan angin yang menopangnya. Sebuah bola api raksasa terbentuk dan mengambang tepat pada telapak tangan kanan pemuda itu. Semakin lama, bola api tersebut kian besar, hingga akhirnya sama besarnya dengan kepala sang naga. “Hia!” Verx berteriak sambil melemparkan bola api besar ke arah naga di depannya. “Kau masih terlalu lemah! Tidak akan dapat mengabulkan keinginanku!” Tanah berguncang, ledakan besar terjadi hingga mengakibatkan langit bergemuruh dan awan membentuk tornado. Gelombang angin yang amat kencang meluluhlantakkan hutan dan segala isinya. Akan tetapi, semuanya masih belum berakhir. Verx membuat Lingkaran Sihir di kedua telapak tangan kemudian mengarahkannya ke atas. Guntur menggelegar, petir menyambar Lingkaran Sihir pemuda itu. Sambaran petir tersebut langsung berkumpul menjadi satu, membentuk sebuah bola listrik raksasa di atas kepala Verx. Sedangkan sang naga sudah berhasil menahan serangan pertama dan melesat cepat ke arahnya. “Masih belum cukup! Lagi! Lagi!” Dengan gerakan cepat, Verx melemparkan bola listrik pada naga di depannya. “Hia!” Tanpa ada pertahanan apa pun, naga itu langsung menghantam bola petir dari Verx. Lagi-lagi ledakan besar terjadi, Verx akhirnya menjauh dengan napas terengah. Tatapan matanya masih belum beralih ke tempat lain, ia sesekali mengusap keringat di kening juga menyesuaikan tarikan napas. Hujan pun turun ketika ledakan sudah mereda. Langit bergemuruh bersama hembusan angin yang bertiup. Kilat menyambar-nyambar, naga tadi belum bergerak lagi setelah tertutup awan juga asap tebal. Kendati demikian, Verx tetap tidak mengalihkan pandangan dari sang naga. Suasana jauh di tempat lain sangat riuh saat melihat kejadian ini. Terlebih desa di mana Verx dan Alicia tinggal beberapa hari lalu. Para warga berdesakan keluar rumah menuju tempat lapang pada tengah malam akibat ledakan yang terjadi. Keresahan hati serta ketakutan menghantui benak mereka, sebab gemuruh guntur, angin topan, bahkan awan kolumbus terjadi dalam waktu bersamaan. “Apakah ini adalah akhir dunia?” gumam seorang pemuda dengan gemetar. “Alam sedang mengamuk. Mungkin hari ini kita akan tamat.” Yang lain jatuh berlutut di tanah. Tatapan para penduduk desa menjadi kosong tanpa ada harapan. Mereka telah pasrah akan keadaan sebab tidak ada hal yang dapat dilakukan untuk mencegah. Tubuh mereka lemas, lalu air hujan membasahi mereka semua. Sedangkan di sekitar sang naga, Verx terlihat sudah bernapas seperti biasa lagi. Dia menatap kosong naga itu tanpa berekspresi apa-apa. “Kekuatan ini masih belum cukup untuk mengalahkanku.” Dari dalam kabut, mendadak bola-bola api melesat ke arah Verx. Namun, dengan sangat santai pemuda itu membuat Lingkaran Sihir di kedua telapak tangannya. Bagai tidak ada yang terjadi, ia tetap diam menerima semua serangan tanpa perlindungan dari sihir atau semacamnya. “Lingkaran Sihir jarak jauh memang sangat hebat. Tapi butuh waktu lama agar dapat mengendalikannya. Ternyata itulah mengapa perlu beberapa tahun supaya bisa menciptakan sebuah hutan yang dipenuhi oleh Lingkaran Sihir. Sepertinya lima tahun cukup untuk ini. Namun, pada akhirnya aku dapat menghancurkannya dalam waktu satu malam.” Sebuah bola air kecil mengambang tepat di kedua telapak tangan Verx. Tak lama, hujan berhenti, gemuruh guntur pun tidak terdengar lagi. Angin sudah berembus normal, menandakan bencana sudah berakhir. “Kekuatan besar seperti ini pastilah tidak hanya dilakukan oleh seseorang, tapi sekelompok orang. Petunjuknya terlalu mudah, dan sekarang aku hanya perlu melacak keberadaan Alicia untuk menemukan petunjuk.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD