Chapter 22 : Awal dari Petualangan

1160 Words
Keesokan paginya, sama seperti kebiasaan membosankannya, Verx masuk ke dalam hutan sambil membawa tinta dan kertas. Di tepi sebuah danau, ia menuliskan beberapa gagasan tentang sejarah menurut hasil analisisnya. Sesekali anak itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Otaknya langsung segar kala menghirup segarnya udara. “Udara di pagi hari memang yang terbaik,” gumamnya. Ia kembali melanjutkan mencatat tentang analisisnya, sudah banyak misteri sejarah dipecahkan olehnya walaupun masih berusia remaja. Tak hanya sekedar itu, atas tuntutan dari keluarganya, ia juga menguasai berbagai teknik sihir pembentuk. Ya, hanya satu, yakni pembentukan. Setiap orang memang ditakdirkan untuk memiliki satu jenis, tidak lebih. Energi spiritual milik Verx sama seperti pada umumnya, sungguh berbeda dengan kakeknya yang memiliki begitu banyak energi spritual dalam tubuh. Itulah mengapa Verx begitu malas mempelajari Lingkaran Sihir, sebab ia harus melakukan usaha lebih banyak daripada kakek atau ayahnya sendiri. Ayah dan kakek Verx merupakan dua orang terkuat di desa Hijau. Beberapa tahun lagi ayah Verx akan menggantikan kakek Verx sebagai tetua desa. Verx sudah sangat hafal dengan sikap ayahnya, maka dari itu ia memanfaatkan waktu membongkar buku di ruang penyimpanan rahasia selagi kakeknya menjabat. Singkatnya, Verx memang berbakat dalam mengendalikan Lingkaran Sihir, tetapi energi spritual miliknya membatasi gerakannya. Karena jika energi spritual habis, maka Lingkaran Sihir tidak dapat digunakan lagi. Untuk sementara ini, ia dapat melakukan hal kesukaannya. Dan ketika ayahnya sudah menjabat, mungkin semuanya akan berubah drastis. Matahari sudah meninggi, sekarang waktunya bagi Verx untuk kembali ke desa, atau akan ada masalah yang menimpanya. Dengan santai anak remaja itu berjalan masuk ke dalam hutan, menyusuri jalan setapak di antara pepohonan hingga sampai di tepi jurang. Ia pun bergerak sedikit ke samping lalu menggunakan jembatan sebagai pijakan agar sampai ke seberang. Sama seperti hari biasa, semua orang melakukan pekerjaan mereka, yaitu berburu ataupun memotong kayu. Hasil dari kerja keras mereka ini nantinya akan dijual ke kota. Meskipun sebenarnya tanpa perlu menjual, mereka juga bisa hidup tanpa uang, tetapi ternyata uang sangat diperlukan walau berada di tempat terpencil ini. Verx berjalan melewati semua penduduk yang sedang berlalu lalang serta anak-anak lain di sekitar yang asik bermain. Ia tampak tidak peduli lalu berjalan ke sebuah rumah biasa tepat di tengah desa. Itu adalah tempat kakeknya tinggal. “Selamat pagi, Kek!” Verx menerobos masuk ke ruang tamu, di sana kakeknya tengah membaca sebuah buku. “Oh, Verx. Sini-sini!” panggil sang kakek sambil melambaikan tangan pada Verx. Verx langsung duduk di sebelah sang kakek. Anak laki-laki itu kemudian menunjukkan catatan pada kakeknya. “Lihat ini, Kek. Verx menemukan bahwa bumi kita adalah satu dari banyak planet yang tercipta dari sebuah ledakan besar.” Melihat cucunya sangat bersemangat, sang kakek hanya dapat tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala Verx. “Kau melakukan yang terbaik untuk memecahkannya. Dari mana kau tahu tentang penomena itu?” “Hehe, dari sejarah tentang Kristal Warna berserta kekuatannya. Menurutku dulu ada seorang dewa yang datang sambil membawa tiga Kristal kemudian menciptakan bumi kita dan alam semesta ini dengan menghancurkan sebuah bola api kecil yang sangat panas.” Menceritakan tentang sejarah adalah kesukaan Verx, meskipun kakeknya tak ingin anak itu terlarut dalam mempelajari sejarah, tetapi melihatnya sangat senang membuat kakek itu tidak tega. Ia jelas iba memutuskan apakah harus memaksa Verx tak lagi mempelajari sejarah kemudian menyuruhnya mempelajari Lingkaran Sihir. Namun, semua terasa sia-sia, Verx telah mengusai Lingkaran Sihir layaknya orang dewasa. “Kau benar-benar menyukai sejarah.” Sang kakek menghela napas. “Iya, Verx sangat menyukainya, Kek. Karena dengan sejarah Verx dapat mengetahui lebih banyak hal tentang dunia juga peradaban manusia dari waktu ke waktu.” “Hahaha. Anak sepertimu sangat langka di dunia ini.” Usai bercerita banyak hal, sang kakek mengajak Verx untuk makan pagi. Berhubung kakek itu telah tidak beristeri, jadi dia harus memasak makanan sendiri ataupun dibawakan oleh anak-anaknya seperti orangtua Verx. Pada usia tua ini, posisinya sebagai tetua desa pasti akan diambil alih, dan dia bisa sedikit bersantai bersama cucunya. Dari pagi hingga ke petang, Verx terus bersama dengan kakeknya, baik mengawasi kondisi desa maupun mengurus beberapa dokumen. Sebetulnya, walau desa ini terpencil, mereka masih memiliki sebuah fasilitas untuk pendidikan, yakni sebuah tempat bernama Akademi Kristal Hijau. Di sini mereka diajari baca tulis serta Lingkaran Sihir. Berbeda dengan banyak anak seusianya, Verx sudah belajar baca tulis saat berusia 5 tahun atas bimbingan kedua orangtuanya. Tentu masa kecil Verx tidak terlalu terkekang hanya karena itu. Ia masih sempat bermain bersama teman-teman sebayanya, tetapi anak itu lebih suka menyendiri. Di usia 6 tahun, ia sudah lancar membaca bahkan mampu berpikir sedikit kritis. Sifat menyendirinya di usia dini membuatnya suka mengurung diri di kamar sambil mempelajari banyak hal dari buku. Bersenang-senang serta bermain itu hanya hal tidak berarti baginya. Cemas akan anak ini, ibunya pun sering membawa Verx bermain keluar, dan masih sama seperti biasa, Verx tidak tertarik sedikit pun. Kira-kira begitulah awal sebelum ia menjadi dekat dengan kakeknya. Hingga sekarang mereka berdua menjadi akrab, lalu anak ini menjadi jarang pulang ke rumah orangtuanya. Ia terlalu keasikan bermain bersama dengan kakeknya menceritakan semua penemuanya. *** Malam pun tiba, sekarang Verx memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia berjalan dengan gontai mendekati pintu rumah sambil menggerutu, “Besok akan ada tes kemampuan lagi. Meskipun aku tidak ikut bersekolah, tetapi aku tetap dipaksa untuk berpatisipasi. Benar-benar menyebalkan.” Masuk ke dalam rumah, tampak ayah Verx sedang menunggu makan malam di ruang makan. Namun, Verx tidak ingin peduli dan terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua. “Kau tidak ikut makan malam, Verx?” tanya ayahnya sebelum Verx naik ke lantai dua. “Verx sudah kenyang, Ayah.” Jawaban anak remaja ini sudah cukup untuk membuat percakapan mereka berakhir. Jika Verx mengatakan dirinya sudah makan malam, berarti ia makan malam di rumah kakenya. Kedua orangtuanya tahu itu, dan mereka tidak masalah. Sampai di kamar, Verx langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ia masih terus memikirkan ujian kemampuan besok yang diadakan di Akademi Kristal Hijau. Namun, bukan itu yang membuat pikirannya gudah, tetapi jarak antara desa kecil ini dengan Akademi Kristal Hijau cukup jauh. Desa Hijau dan Akademi Kristal Hijau berjarak sekitar beberapa kilo meter. Selain itu, jalur untuk ujian berbeda dengan jalur biasa. Harus menggunakan seluruh kemampuan agar tetap bertahan hidup. Kalau memang ujiannya mudah, Verx tidak akan masalah, tetapi saat ujian kemampuan penggunaan Lingkaran Sihir serta banyaknya energi spiritual dalam tubuh menjadi bahan penentu keberhasilan. Ujian tahap pertama sekaligus pembuka dari acara ialah bertahan sampai ke Akademi setelah bertarung terlebih dahulu dengan hewan maupun peserta lain. Kalau melewati jalur biasa memang mudah, tetapi jalur ujian ini dibuat khusus seperti sebuah dimensi penghubung kedua tempat. “Haah ... kenapa juga setiap remaja berusia 15 tahun harus melewati rintangan ujian. Selain itu, dua hari lagi usiaku baru menginjak 15 tahun. Dan hadiahnya adalah sebuah ujian. Yang benar saja.” Untuk perayaan ulang tahunnya yang ke-15 ini, Verx menemukan sebuah hadiah khusus. Sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya ketika ia mendapatkan banyak buku juga benda lain. Namun, berulang kali ia mengeluhkan hadianya, kemudian dua hari lagi hadiah unik telah menunggunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD