Chapter 31 : Melepas Kerinduan yang Terpendam

1387 Words
Sinar matahari senja menerangi dunia. Sama seperti biasanya, Alicia duduk menyendiri pada sebuah bangku taman menikmati indahnya bunga-bunga yang bergoyang terkena embusan angin. Kakinya bergerak menendang udara, sementara matanya menatap ke depan dengan menyiratkan sebuah perasaan. “Kira-kira dia sedang apa sekarang?” Mulutnya tanpa sadar mengucapkan kalimat tersebut. Dari arah samping, seorang pemuda berambut pendek acak-acakkan, mengenakan seragam berwarna hitam dilengkapi jubah hitam, berjalan perlahan mendekati gadis tersebut. Saat semakin dekat, dia berhenti melangkah. “Hei, Alicia!” panggilnya, pelan. Alicia sedikit tersentak, kakinya berhenti bergerak, dan sekujur tubuhnya menjadi kaku. Suara yang didengarnya tadi tidaklah asing, lalu saat memalingkan pandangan ke sumber suara, seorang pemuda berpenampilan mencolok tampak di sana. Pemuda tersebut terlihat asing bagi Alicia, tetapi auranya berasa sering ia rasakan. “Ada apa, Tuan?” Alicia tetap bersikap ramah sambil tersenyum. Namun, hatinya kini dipenuhi rasa rindu pada seseorang. 'Padahal tadi kukira orang ini adalah dia.' Sekarang suasana hati gadis itu sedikit gundah. Si pemuda menundukkan kepala, lalu mulutnya bergerak mengucapkan beberapa kata. “Jangan bilang kalau kau melupakanku ....” “Eh?” Tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu, sekali lagi Alicia mengamati. 'Penampilan mencolok ala anak kampung ini, artinya ....' Wajah Alicia seketika memerah, segera ia memalingkan wajahnya agar tidak terlihat oleh pemuda di hadapannya. “A-apakah itu kau?” Suara Alicia terbata-bata, gugup untuk menyampaikan perkataannya. “Bukan.” Si pemuda menatap lurus ke depan, wajahnya datar seperti tembok. “Aku adalah kembarannya yang tersesat hingga sampai ke sini.” “Hmph ....” Pipi Alicia mengembung, dirinya tak mau lagi menatap si pemuda. “Verx bodoh, sejak kapan kau kembali?” “Sekitar beberapa waktu lalu, karena kau tidak ada di istana, maka aku mencarimu ke sini. Kebetulan ada orang yang melihatmu ketika keluar dari istana.” “Jadi, bagaimana pencarianmu? Apakah membuahkan hasil?” Alicia masih tidak mau menatap Verx. “Bisa dibilang aku masih belum bisa mendapatkannya sekarang.” “Apa itu?!” “Ahaha, sepertinya kau masih marah padaku karena tidak membiarkanmu ikut waktu itu.” “Ti-tidak, a-aku hanya sedikit menghawatirkanmu.” Tiba-tiba rona merah pada wajah Alicia semakin tebal. “Bu-bu-bukan berarti aku peduli padamu atau semacamnya, tapi kalau kau tak medapatkan Kristal Warna kita bisa repot.” Melihat tingkah Alicia, Verx tersenyum tipis dan akhirnya tertawa pelan. Alicia langsung berpaling mendengar Verx menertawankan dirinya. “Jangan meledekku!” “Hahaha, maaf, maaf, aku tidak bermaksud begitu.” Verx berusaha meredakan tawanya. “Baru kali ini aku melihatmu seperti ini.” “Hmph!” Sekali lagi Alicia memalingkan pandangan. “Tapi, terima kasih sudah menghawatirkanku, Alicia.” Senyum yang terpancar di wajahnya Verx begitu tulus. “Setelah sekian lama tinggal seorang diri, aku akhirnya menemukan seseorang yang menghawatirkanku. Sungguh, terima kasih, Alicia ....” Wajah Alicia semakin memerah, kepalanya begitu panas seperti terbakar oleh api. Matanya berputar seperti terkena hipnotis, pikirannya kosong, dan tubuhnya gemetar hebat. 'Apa ini? Mungkinkan dia sedang menyatakan cinta padaku? Tidak begitu, kan?' “Eh? Alicia? Hei? Kau baik-baik saja, kan?” Verx sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi. *** Keesokan harinya, ketika matahari sebentar lagi muncul, tampak sepasang anak muda tengah bersama menanti matahari terbit. Di atas balkon, mereka berdua berdiri saling berdampingan. Si pemuda, Verx, tersenyum sesaat melihat gadis di sebelahnya. “Baru pertama kali kita seperti ini.” Verx kembali menghadap ke depan. “Apa yang membuatmu mau melihat matahari terbit bersamaku?” “Bukan apa-apa, aku hanya ingin memastikan apakah kita bisa melihat matahari muncul dari balik tembok itu.” Jari telunjuk Alicia menunjuk tembok air tinggi jauh di depan sana. Sejenak Verx menghela napas. “Padahal kau memiliki waktu lebih dari setahun untuk memastikannya, tapi kenapa baru sekarang?” “Setahun?” Alicia mengangkat sebelah alis, memandang Verx penuh keheranan. Verx membalas tatapan Alicia. “Apakah aku salah?” “Sudah lebih dari 2 tahun kau pergi ke dalam dimensi itu, dan sekarang kaubilang baru 1 tahun?” “Hah? Jangan bercanda, aku menghitung hari dengan jelas di dalam kepalaku. Waktuku di sana 520 hari yang artinya setara dengan 1 tahun lebih ....” Tiba-tiba Verx teringat pada sesuatu. “Perbedaan Waktu.” “Hanya itu satu-satunya penjelas situasi ini. Kau sudah berada di dalam dimensi lain selama kurang lebih 2 tahun 6 bulan.” “Waktu kita sudah tidak banyak lagi, dalam waktu 6 bulan aku harus menemukan Kristal Merah. Tapi ... di mana aku bisa menemukannya?” Kedua tangan Verx memegangi kepala, pemuda itu berusaha mencari jalan keluar dari situasi ini. “Tenanglah, kurasa aku tahu di mana Kristal Merah berada.” “Hah?” Verx yang tadinya murung menjadi sedikit terkejut. “Cepat katakan padaku!” Antusiasmenya sudah tak terbendung lagi. “Sebaiknya kita batalkan melihat matahari terbit bersama. Masuklah ke kamar, maka aku akan menceritakan semuanya, alasan kenapa mereka mengincarku.” *** Hari itu, waktu di mana Alicia sedang bertugas. Dokumen menunpuk di mejanya, sebagai seorang asisten, ia harus memeriksa semua jadwal serta hal lainnya. Saat ia sedang mengumpulkan dokumen di dalam pepustakaan, semuanya terungkap jelas. Istana adalah bangunan megah juga luas, pada lantai atas hanya raja dan beberapa orang penting saja yang bisa masuk. Seorang pria berseragam tentara masuk ke dalam ruangan, menghadap pada sang raja dengan penuh rasa hormat. Di sini hanya ada pria itu, raja, serta seorang penasehat raja yang sudah cukup tua. “Silakan laporkan laporan Anda, Jenderal Covery,” ucap sang raja penuh wibawa. “Kami telah selesai membasmi sekelompok bandit di hutan Ring, Yang Mulia.” “Bagus, kemudian?” Mendadak pria itu berada tepat di hadapan sang raja. Tangannya penuh darah karena menusuk jantung raja tersebut. “Raja telah mati.” Penasihat raja yang melihat kejadian itu sangat tercengang dan segera berlari menuju pintu, tetapi pria tadi berhasil membunuhnya sebelum mencapai pintu. Pria bernama Covery kemudian merasakan adanya aura kehadiran seseorang dari balik pintu. Segera dia membuka pintu lalu mendapati seorang prajurit tengah berlari. Covery lantas berlari mengejarnya, tangan pria itu mengepal erat untuk melancarkan satu serangan kepada prajurit yang dia kejar. Akan tetapi, prajurit bergender laki-laki tersebut berhasil menahannya menggunakan Lingkaran Sihir berwarna merah. “Jenderal Covery! Ada apa dengan Anda?!” Dalam satu kedipan mata, lantai rubuh sehingga kedunya terjatuh ke lantai bawah tepat di area perpustakaan. Covery melemparkan pemuda tadi ke dinding. Seisi istana menjadi riuh, semua prajurit satu per satu mulai menaiki tangga. Pemuda tadi terus didesak oleh Covery, lalu suara sebuah buku yang jatuh membuat suasana sedikit hening. Dari deretan rak buku ada seseorang, tetapi sekali lagi Covery melancarkan sebuah tinjuan pada si pemuda. “Kenapa Anda membunuh Raja?” Masih tidak menjawab, Covery memberikan pukulan beruntun dan si pemuda hanya bisa bertahan menggunakan Lingkaran Sihir merahnya. Getaran terjadi, rak buku mulai runtuh memperlihatkan sosok seorang gadis berambut pirang. Kali ini Covery mengalihkan target pada si gadis, tetapi si pemuda tidak tinggal diam dan menahan amukan pria tersebut. “Pergilah dari sini!” seru pemuda itu pada si gadis. Gadis itu terdiam sejenak kemudian segera keluar dari perpustakan melewati pintu yang hancur. Covery tetap berusaha untuk mengejar, sedangkan si pemuda berhasil menahannya hingga beberapa waktu. Gadis itu, Alicia, berlarian melewati tangga dengan wajah pucat. Para prajurit pun membiarkannya lewat begitu saja karena sudah kenal lama dengannya. Tujuannya adalah hutan Ring, maka dari itu dia harus berlari sekuat tenaga dari sekarang. Setelah lama berlari tanpa dihiraukan oleh para prajurit sebab menganggapnya melupakan sesuatu di rumahnya. Ya, Alicia memang gadis pelupa, sehingga tak jarang selalu pergi begitu saja dengan wajah pucat takut kena marah. Sementara itu, dalam ruang perpustakaan tadi, si pemuda sudah tak sanggup berdiri lagi usai dihajar habis-habisan oleh Covery. Tak lama, kawanan prajurit berdatangan mengelilingi perpustakaan, menatap Covery penuh keterkejutan. “Apa yang Anda lakukan, Jenderal Covery?” tanya seorang pria berseragam biru. “Letnan Jenderal Alphose hendak meracuni saya,” ungkapnya. “Dan ada seorang gadis yang membantunya, yakni asisten saya sendiri. Kalau tidak salah namanya Alicia.” Pemuda bernama Alphose hendak membantah, tetapi mulutnya sudah tidak dapat bergerak. Beberapa prajurit menggeledah pakaian Alphose dan menemukan sekantung kecil racun di sakunya. Lalu mereka mulai memeriksa ruangan Covery, dan memang benar ditemukan adanya gelas berisi minuman hangat yang telah bercampur dengan racun. Ruangan raja yang tadinya penuh darah, kini berubah dan tidak lagi dipenuhi darah. Seorang raja berserta penasehatnya masih ada di sana. Karena insiden ini, Letnan Jenderal Alphose dikurung seumur hidup dalam penjara bawah tanah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD