Chapter 4 : Mengantar

1088 Words
Udara begitu segar di pagi hari ini. Verx keluar dari rumah setelah mengambil sebuah busur serta pisau pendek dan segera menuju ke dalam hutan untuk berburu. Beberapa hari lalu ia telah memasang perangkap, tetapi masih belum ada seekor hewan pun yang berhasil terperangkap. Hal tersebut membuat ia harus menangkap ikan di sungai sebagai gantinya. Hari ini Verx berharap bisa mendapatkan seekor kelinci karena terlalu lelah serta bosan terus berburu atau menangkap ikan. Tak lama kemudian, pemuda itu memelankan langkahnya agar tidak menimbulkan suara. Di depan sana terdapat seutas tali yang terikat di dahan pohon, dan ujung lainnya masuk ke dalam semak-semak. Verx tersenyum senang melihat itu. “Akhirnya aku dapat makan enak tanpa perlu repot berburu,” gumamnya sembari mendekati semak-semak tersebut. Benar saja, di dalam sana terdapat seekor kelinci yang salah satu kakinya telah terikat tali. Dengan senyum riang Verx menangkap kelinci itu lalu memotong kepalanya menggunakan pisau. Ia kemudian mulai memeriksa perangkapnya yang lain, tetapi tidak ada hasil. Puas hanya menangkap seekor kelinci berukuran agak besar, ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Sampai di rumah, matahari sudah cukup tinggi. Tepat di halaman, ada Alicia yang sedang berlari-lari kecil. Verx tidak mengacuhkan gadis itu dan hanya melangkah sampai ke belakang rumah. Di sana terdapat sebuah pohon yang salah satu dahannya dapat dijangkau oleh Verx. Pemuda itu pun mengambil tali di dahan pohon tersebut lalu mengikat kelinci di sana dengan posisi terbalik. *** Sementara itu, Alicia telah berhenti berlari setelah beberapa putaran. Keringat membasuh habis tubuh mungil gadis tersebut. Ia kemudian duduk di teras rumah sambil menatap cerahnya langit biru. Pikirannya kini mulai melayang mengingat cerita dari Verx semalam. “Ternyata dia memiliki masalah seperti itu,” gumam Alicia, “Aku sungguh tidak menduganya sama sekali.” Alicia mengembuskan napas panjang. Suhu hangat saat ini benar-benar membuat tubuhnya merasa nyaman. 'Dia memang mengatakan kalau tadi malam adalah sebuah pertukaran setara, tetapi faktanya dia hanya memberikan beberapa informasi mengenai dirinya kepadaku karena telah mengetahui identitas asliku,' pikir Alicia. 'Sangat menyebalkan. Tapi juga membuat aku kasihan.' Waktu demi waktu berlalu, hidung Alicia tiba-tiba mencium aroma daging yang dipanggang. Tanpa berlama-lama, ia langsung berlari ke sumber aroma tersebut. Di sana terlihat Verx tengah memanggang hasil buruannya pagi tadi. Tak mau berbasa-basi, Alicia pun duduk di sebelah pemuda itu. *** Verx menyadari ada yang mendekat padanya. Tanpa perlu waktu lama ia tahu kalau itu adalah Alicia. “Apa yang kau inginkan?” tanya Verx dengan nada datar. Senyum manis terbentuk di bibir Alicia. “Tentu saja daging yang kau masak itu. Memangnya apa lagi?” 'Gadis licik, kau bahkan tidak membantuku membersihkan kelinci ini, tetapi tiba-tiba menginginkannya, bukahkah itu sangat kejam?' Kening Verx berkerut. Namun, sebisa mungkin ia sabar menghadapi gadis di sebelahnya ini. Akhirnya pemuda itu mengembuskan napas pasrah. “Baiklah, tunggu sebentar lagi.” “Oke.” Alicia sudah tak sabar ingin memakan daging kelinci yang dipanggang oleh Verx. *** Perut mereka berdua kini kenyang setelah memakan seekor kelinci panggang. Namun, tampaknya Verx masih belum puas karena daging kelincinya dibagi dua. Wajar saja, sebab biasanya ia memakan semuanya seorang diri. Meskipun begitu, ia tidak ingin mengungkapkan perasaanya itu secara langsung kepada Alicia. Sebenarnya, tak jauh dari tempat mereka berdua ini duduk, terdapat sebuah sungai yang cukup besar. Di sanalah Verx membersihkan daging kelincinya sebelum akhirnya ia memanggangnya. Angin berembus, udaranya begitu segar tidak seperti daerah pemukiman warga. Ini mengingatkan Verx pada kejadian tragis 2 tahun lalu. Verx menyimpan kembali busur beserta anak panahnya di gudang yang berada dalam rumahnya, kemudian keluar menemui Alicia. Gadis itu tampak tenang menikmati segarnya udara. Tidak menggubrisnya, Verx lantas membersihkan tempat ia menyalakan api untuk memasak daging kelinci tadi. Melihat Verx telah usai membersihkan perapian selama beberapa saat, Alicia akhirnya membuka mulut untuk menyampaikan sesuatu. “Hei, maukah kau mengantarku ke sebuah desa?” tanyanya, “Tidak jauh, hanya beberapa kilometer dari sini.” “Desa?” Verx memalingkan pandangannya pada Alicia. “Kenapa kau tidak pergi sendiri saja? Bukankah sudah kubilang tadi malam kalau kau bebas memilih?” “Aku memilih untuk membantumu,” kata Alicia, “Tapi kau juga harus membantuku. Itu syaratnya.” Verx menaikan sebelah alis mendengar perkataan Alicia. “Ternyata kau sudah memperlajari dan menerapkan tentang pertukaran setara.” “Hehe.” “Baiklah, aku akan membantumu.” Akhirnya Verx menyetujui syarat dari Alicia, sebab ia tak tahu apakah akan bertemu orang yang selalu ingin menegakkan keadilan seperti gadis ini lagi di kemudian hari. *** Usai berbenah, keduanya langsung berjalan menyusuri jalan setapak di dalam hutan supaya dapat mencapai desa terdekat. Mereka tidak berbicara sepatah kata pun dan masih meneruskan perjalanan. Mungkin perlu setengah hari agar mereka sampai ke tempat tujuan. Suasana hutan begitu sunyi, hanya suara langkah kaki mereka berdua yang dapat terdengar oleh telinga. Sesekali Verx menguap, cukup bosan untuk melakukan perjalanan ini. Namun, karena sudah setuju akan membantu Alicia, ia tidak mau mengeluh. Walau ada kemungkinan kalau mereka akan menginap, Verx tidak memiliki persiapan apa-apa. Ia pikir perjalanannya kali ini hanya mengantar sebentar kemudian kembali. Itulah mengapa dirinya hanya memakai pakaian biasa serta jubah hitam kesukaannya. “Seberapa lama lagi kita akan berjalan?” tanya Verx. “Bersabarlah, sebentar lagi kita akan sampai.” Akhirnya, mereka sampai di sebuah tebing tinggi. Tepat di hadapan mereka terhampar pemandangan dari sebuah desa kecil dengan bangunan rumah sederhana. Angin berembus kencang, menerpa tubuh Verx hingga membuat jubahnya berkibar. Ia merentangkan kedua tangan, menikmati sejuknya semilir angin. “Sampai kapan kau akan berdiri di sana saja?” Alicia langsung menuruni tebing melewati sebuah jalan setapak. Verx memalingkan pandangan ke arah Alicia. “Tidak perlu terburu-buru, desa itu tak akan lari.” Pemuda itu pun langsung mendekati si gadis. “Pakailah ini untuk menutupi dirimu.” Dengan santai Verx melepas jubahnya lalu memakaikannya pada Alicia. “Hei, apa yang kau lakukan?” Alicia hendak menolak pemberian Verx. “Jika kau tidak menyamar, ada kemungkinan mereka tahu kau masih hidup.” Meskipun tidak secara langsung dikatakannya, sebenarnya Verx cukup peduli kepada Alicia. “Oh, baiklah.” Masih tanpa ekspresi, Alicia menutup kepala menggunakan tudung yang ada pada jubahnya. Sekarang, karena Alicia telah memakai jubahnya, Verx hanya mengenakan kaos berwarna hitam. Mereka melanjutkan perjalanan, menyusuri lapangan luas untuk sampai ke desa terdekat. Masih terus melangkah, mendadak Verx melontarkan sebuah pertanyaan, “Setelah sampai di desa, apa tujuanmu selanjutnya?” Keheningan terjadi selama beberapa saat, hingga akhirnya Alicia menjawab, “Masih sama seperti yang kukatakan. Aku akan menegakkan keadilan bagi para penjahat itu.” “Begitukah?” Percakapan tersebut berakhir dengan keheningan. Desa yang mereka tuju sudah semakin dekat saja kala angin berembus melayangkan dedaunan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD