Bab 3

2021 Words
Hari Jumat datang dengan cepat. Itu artinya hari ini aku bertemu dengan senior menyebalkan itu lagi. Ya, siapa lagi kalau bukan Dafa. “Woi, Karet, tungguin.” nah kan baru saja aku membatin, orangnya sudah datang. Aku menoleh ke belakang dengan malas dan menemukan Dafa yang berjalan dengan cepat ke arahku. “Tugasnya udah selesai kan?” tanyanya yang kini sudah berhasil menyejajarkan langkahnya denganku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan malas. “Lesu amat, si Karet.” ucapnya dengan mencolek pelan lengan kananku. “Lesu gara gara kesel ama lo.” sungutku sambil mempercepat langkah lalu memasuki kelas dan memilih bangku. Aku pikir Dafa akan memilih bangku yang berbeda, namun kehadirannya di sampingku membuat tebakan tadi terbantahkan. “Ngapain duduk disini?” tanyaku sengit yang dibalas dengan, “Takut gue ntar disamperin cewek-cewek kemarin.” Aku menahan tawa. Jawabannya itu berhasil membuat kekesalanku sedikiiit berkurang. “Bukannya cowok biasanya seneng ya digerombolin sama cewek?” tanyaku sambil mengeluarkan tugas kami lalu memberikannya kepada Dafa. “Biasanya kan, tapi gue nggak.” jawabnya sambil memeriksa tugas kami. Setelahnya, hening menyelimuti kami berdua. Sampai akhirnya Flora datang dan aku pun sibuk mengobrol dengan sahabatku itu, melupakan Dafa yang sedang memeriksa paper. Jam masuk kelas yang hendak tiba, membuat banyaknya mahasiswa yang berbondong-bondong melangkah memasuki ruangan. Dan keramaian yang sempat tercipta akibat obrolan orang-orang di dalam langsung sirna begitu Mr.Taylor memasuki ruangan. ~~~~~~~~~~ Hari Minggu “Gue keluar bentar ya, cari angin.” ucap gue kepada Bara dan Gala yang sedang asik bertanding game. “Lah kan tinggal buka jendela kalo mau cari angin.” balas Gala. “Gue lama lama bisa bengek kalo ngirup kentut lo bedua yang dari tadi sahut sahutan.” kata gue yang dibalas dengan tawa ngakak dari kedua anoa itu. Selanjutnya, gue pun segera mengambil jaket yang terlampir di gantungan dan memakainya. Karena sekarang musim panas sudah akan berganti ke musim gugur, angin angin sejuk mulai menerpa. Gue berjalan dengan santai dan memandangi kegiatan orang-orang yang sedang malang melintang di jalanan yang sama dengan gue. Padahal ini hari Minggu, tapi masih banyak dari mereka yang tampak sibuk. Yah, mungkin sibuk mau ngedate kali ya. Posthink, man. Gue memutuskan untuk berjalan ke arah taman kota. Sekalian ntar makan siang di sana. Ya Allah, gue jones banget ya makan siang sendirian. Kagakpapa dah, cuek aja, cogan ma bebas. Haha, itu ucapan andalan banget dari Bara. Bara itu yang paling narsis dari kita bertiga. Selalu deh, kata ganteng dan berbagai sinonimnya nggak pernah terlupakan sama tu orang. Tak terasa kaki-kaki gue ini sudah membawa gue sampai di taman kota. Suasana di sini tidak begitu ramai. Cuma ada satu keluarga yang sedang bersenda gurau, sepasang kakek nenek yang masih tampak mesra, dan satu orang cewek yang sedang fokus pada laptopnya. Ck, tu cewek lagi liat bokep kali yak. Gue melihat sekitar dan memilih untuk berjalan mendekati sebuah bangku yang terletak di dekat cewek tadi. Eits, gue nggak ada maksud modus lho ya. Eh tunggu, kok kayaknya gue familiar ya sama tu cewek. Dan bener aja, semakin gue mendekat, gue semakin yakin kalo gue mengenali cewek yang sedang berkonsentrasi dengan laptopnya itu. Dengan langkah yang gue buat sepelan mungkin, gue berjalan sampai berada di belakangnya. Saat gue sudah berada di belakang cewek itu, gue langsung memegang kedua bahunya. “k*****t, sialan!” umpatnya dengan suara yang keras dan itu sukses membuat gue tertawa ngakak. “Anjir, pinter juga lo kalo ngumpat pake bahasa indo. Orang-orang nggak bakal ngerti.” ucap gue setelah tawa gue mereda. Cewek itu menghadap gue dengan wajah kesal. “Lo lagi, lo lagi. Kapan sih lo nggak bikin gue kesel.” katanya yang diakhiri dengan pukulan agak keras di lengan kanan gue. Gue meringis kecil dan mengusap pelan lengan gue sebelum duduk di sebelah si Karet. Gue melengok ke arah laptopnya dan mendapati aplikasi Microsoft Word sedang terbuka. “Tugas apaan?” tanya gue kepada Aretha yang sudah kembali fokus dengan laptopnya. “Baca aja judulnya.” jawabnya singkat yang kemudian gue patuhi. “Mr. Tom yang ngajar?” Aretha mengangguk sebagai jawaban dan gue pun memilih diam memainkan game di hp. “Daf?” panggil Aretha setelah sekian lama kami terdiam. “Hm?” “Dulu yang ngajar lo makul ini siapa?” “Mr.Tom.” “Ish, kenapa nggak bilang dari tadi. Kan gue bisa nanya.” sungut cewek itu yang membuat gue menghentikan permainan di hp dan memilih menghadapnya. “Kan lo nggak nanya, Karet. Salah gue?” Aretha hanya menggerutu tidak jelas sebagai jawaban dan membuat gue mendengus. Ck, cewek, semuanya aja salah cowok. “Ini gimana, Daf?” tanya Aretha kemudian sambil menyodorkan laptopnya ke arah gue. Gue pun memperhatikan layar laptop dan membacanya. Setelah mengingat-ingat tugas itu sebentar, gue lalu menjelaskannya ke Aretha. ~~~~~~~~~~ “Haaah, akhirnya selesai juga. Thankyou ya, Daf.” ucapku kepada Dafa yang hanya dibalas berupa gumaman. Aku menengok ke arahnya dan menemukan Dafa yang sedang berkonsentrasi dengan game di hp.  Ck, game dan laki-laki, pasangan yang tak terpisahkan. “Udah selesai kan?” tanya Dafa kemudian. “Udah, tinggal gue cek lagi.” “Traktir gue makan, laper.” ucap Dafa yang langsung membuatku menengok kembali ke arahnya. “Jadi, lo nggak ikhlas bantuin gue?” tanyaku sengit. “Di dunia ini nggak ada yang gratis, Karet.” balasnya santai yang membuatku mendengus dan memilih untuk melanjutkan pengecekan akhir tugasku. Setelah merasa mantab dengan tugas ini, aku pun menutup aplikasi dan mematikan laptop. “Buruan, Ret, cacing gue demonya udah mulai anarkis, nih.” ujar Dafa yang sudah berdiri tidak sabar. “Yang minta traktir nggak usah protes, sabar.” balasku yang dibalas dengan rengekan Dafa. Aku langsung melongo melihat kelakuannya. Astaga, seorang Dafa bisa merengek juga. Setelah memasukan laptop dan barang-barangku yang lain ke dalam tas, aku segera bangkit dari kursi dan berjalan mendahului Dafa. “Eh, coba makan burger di food truck pojok jalan sana, yuk. Kata temen kampus enak.” ajak Dafa dengan semangat dan kali ini dia sudah berjalan di depanku. Aku hanya bisa menggeleng-geleng dan menghela napas panjang. Sesampainya di sana, terlihat antrean panjang para pembeli. Sepertinya benar kata teman Dafa di kampus, kalau makanan di sini enak. “Lo jagain tempat duduk aja, biar gue yang antri.” kata Dafa sambil mendorongku ke sebuah meja dengan dua kursi. Setelah aku duduk, Dafa langsung berjalan menuju antrean. “Dafa.” panggilku agak keras. Dafa langsung menengokan kepalanya ke arahku dan mulutnya bergerak mengucapkan ‘apa’. “Uangnya?” tanyaku sambil mengacungkan dompet. “Nanti aja, kalo udah pesen.” teriaknya. Aku pun mengangguk lalu kembali memasukan dompet ke dalam tas. Sambil menunggu Dafa, aku mengamati para pembeli yang sedang mengantri maupun yang sedang makan. Pandanganku terhenti ke sebuah keluarga dengan dua anak kecil. Sang kakak sedang menggoda adiknya yang berada di pangkuan ibunya. Astaga, kenapa sih ya bayi bule bisa ngegemesin banget, mana bola matanya hijau lagi. Mataku terus mengamati mereka dan hanya sesekali mengalihkan pandangan, sampai aku tidak sadar Dafa sudah duduk di sebelahku. “Lo salah satu sindikat penculik bayi ya?” ucap Dafa tepat di sebelah telingaku. Aku refleks berjengit kaget dan memundurkan badan karena jarak kami yang begitu dekat. “Kok cepet banget?” “Cepet apanya, kaki gue sampe lempoh begini. Lo aja yang terlalu fokus merhatiin calon mangsa lo itu.” balasnya sambil menyodorkan kotak makanan yang berisi burger dan kentang goreng. “Lah terus bayarnya?” tanyaku sambil menerima kotak makanan itu. “Gue aja yang traktir. Besok besok giliran lo.” balasnya sambil mengunyah kentang goreng yang baru saja dia comot. “Ya udah, thankyou.” sahutku yang tidak dibalas oleh Dafa karena sekarang dia sudah sibuk dengan makanannya. Untuk sesaat, kami berdua terdiam dan menikmati makanan masing-masing. Sampai akhirnya, aku tidak tahan untuk berkomentar saat mengalihkan pandanganku ke arah Dafa. “Emang enak banget apa lo laper?” tanyaku dengan heran kepada Dafa yang sudah menghabiskan burgernya dalam sekejap mata. “Both.” jawabnya sambil nyengir dan mengambil minuman yang ada di meja. “Btw, Daf, gue belom bilang makasih ke lo udah bayarin minuman gue waktu di cafe.” “Itung itung buang duit.” balasnya cuek sambil mencomot kentang goreng terakhirnya. “Buang buang duit tapi minta traktiran ya.” sahutku sengit. “Kan traktirannya bayaran gue buat ngajarin lo tadi.” “Jadi orang itu kudu ikhlas, Daf. Nggak baik kalo mengharap imbalan.” “Astaghfirullah, ampuni hamba ya Allah.” balas Dafa sambil menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas. Melihat kelakuan Dafa dan ekspresinya sekarang membuatku mau tak mau tertawa lepas. “Sumpah ya, kalo cewek cewek kampus tahu lo kayak begini, nggak tahu deh masih ngefans sama lo apa nggak.” “Tambah banyak sih kalo menurut gue karena mereka ngelihat sisi imut gue.” sahut Dafa dengan tingkat kepercayaan diri yang luar biasa. “Ckck udah ah, nggak ngerti lagi gue sama lo.” “Ya emang siapa yang nyuruh lo buat ngertiin gue, hm?” tanya Dafa yang mendekatkan wajahnya. “Yee, bukan gitu maksudnya.” balasku sambil mendorong bahu Dafa agar menjauh. “Ngertiin gue juga nggakpapa, ntar biar gue ngertiin balik.” sahutnya santai sambil tersenyum ringan. Aku tahu kalau kalimat Dafa itu hanya bercanda, namun entah kenapa mendengarnya membuatku gugup. Sialan, sepertinya aku harus lebih berhati-hati lagi dengan orang di depanku ini. Dafa mulai berbahaya untukku. “Makannya cepetan, Karet. Kasian orang-orang yang mau duduk.” ucap Dafa yang menyadarkanku dari lamunan sesaat tadi. Aku langsung menggigit burgerku besar besar dan menghabiskannya dengan cepat. Setelah habis, aku hanya mencomot beberapa kentang goreng dan meminum minumanku sampai tandas. “Udah yuk.” ujarku sambil  berdiri dan menyampirkan tas di kedua bahuku. “Kentangnya nggak dihabisin?” tanya Dafa yang mengikuti tindakanku. “Tambah lama ntar.” “Ya elah sayang, gue bawa aja deh.” ucap Dafa seraya menjulurkan tangannya mengambil kotak makananku yang masih terdapat beberapa kentang goreng. “Rakus dasar.” ejekku kepada Dafa yang dibalas dengan gerakan tangannya yang seolah akan meninjuku. “Yok.” ajak Dafa kemudian yang sudah mulai melangkahkan kakinya dan aku pun mengikuti Dafa.  “Lo pulangnya lewat mana?” tanya Dafa saat kami sudah berada agak jauh dari tempat tadi. Aku menengok ke arahnya lalu menunjuk arah jalan di sebelah kirinya. “Oh, ya udah ayo.” ajaknya yang kemudian berbelok ke kiri. ~~~~~~~~~~ “Jadi lo tinggal di sini?” tanya Dafa saat kami sudah sampi di gedung tempat tinggalku. Aku mengangguk lalu menengok ke arah Dafa yang masih setia membawa kotak makanan tadi. “Tempat tinggal lo dimana?” “Tadi kan kita belok kiri, nah tempat tinggal gue belok kanan.” jawabnya yang membuatku ternganga. “Terus kenapa lo malah ngikutin gue?” “Nemenin lo jalan, sekalian ngawasin lo biar nggak nyulik bayi tadi. Siapa tahu kan ya waktu gue tinggal lo balik lagi terus nyulik tu bayi.” jawaban Dafa membuat mulutku membuka lebar tak percaya. “Astaga, mimpi apa gue bisa kenal sama lo. Ngapain gue nyulik bayi, ntar juga bakal punya bayi.” “Hohooo, ternyata cewek kayak lo bisa m***m juga ya.” balas Dafa dengan mata menyipit dan senyum mengejek. “Eh apaan m***m, kan ntar gue juga bakalan nikah terus punya anak. Lo aja mikirnya yang beda. Udah sana balik, mendung tuh kayaknya mau ujan.” ucapku setelah memandang langit sekilas. “Iye iye, gue balik dulu ya tukang culik bayi.” pamitnya yang aku balas dengan tendangan pelan di kakinya. Dafa berbalik sesaat dengan matanya yang melotot dan aku balas dengan menjulurkan lidah. Setelahnya kami berdua sama sama tersenyum lalu Dafa pun berbalik. Aku masih menatap punggung Dafa yang semakin lama makin menjauh sampai akhirnya terpaan angin yang berhembus kencang mengalihkan kegiatanku itu. Aku kemudian memasuki gedung apartment dan menaiki tangga sampai ke lantai tiga. Setelah sampai di depan apartmentku, aku langsung membuka kunci pintu dan memasukinya. Aku langsung berjalan ke arah kamar dan berbaring di atas kasur saat sudah berada di dalam. Gawat, sepertinya Dafa memang berbahaya. Bukan hanya karena dia sempat membuatku gugup tadi. Tapi, dia juga membuat senyuman di bibirku tidak bisa berhenti sampai sekarang. Karena segala tingkah lakunya. ~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD