Prolog

523 Words
Dua garis. Suatu keajaiban yang sangat ditunggu-tunggu kehadirannya saat usia pernikahan tak lagi seumur jagung. Lima tahun menunggu, akhirnya dua garis ini ia dapatkan. Bahagia? Wanita mana yang tidak akan merasa bahagia jika mengetahui kalau di dalam rahimnya saat ini ada seorang janin yang telah bersemayam. Matanya bahkan berkaca-kaca ketika melihat kembali alat tes kehamilan itu yang menunjukkan dua garis. Tak dapat dicegah, air mata mengalir begitu saja membasahi pipi. Bukan tangis kesedihan, melainkan tangis kebahagiaan penuh keharuan. Sebentar lagi, ia akan menjadi seorang ibu, beberapa bulan lagi perutnya akan membesar kemudian terlahir seorang anak lucu yang sudah dinanti-nanti kehadirannya. Tak hanya dirinya saja yang menanti, melainkan juga suami serta mertuanya. Ia harus memberitahu suaminya tentang kabar bahagia ini. Langkahnya begitu mantap keluar dari kamar, mencari-cari keberadaan suaminya yang sepertinya berada di ruang kerja. Ia yakin sekali kalau suaminya pasti akan sangat bahagia mendengarnya. Senyumnya terbit ketika samar-samar mendengar suara sang suami dari ruang kerja yang pintunya sedikit terbuka, tangannya sudah meraih handle pintu. Berniat membuka pintu itu, tetapi semua itu ia urungkan kala mendengar percakapan suaminya dengan seseorang yang membuatnya tercengang sekaligus terluka. Apa maksud semua yang ia dengar ini? Tidak mungkin suaminya selingkuh 'kan? Yang ia tahu, suaminya sudah berjanji padanya kalau mereka akan sabar menunggu kehadiran buah hati. Suaminya begitu mencintainya, jadi tidak mungkin dia selingkuh. Seharusnya begitu 'kan? Namun, semakin lama didengar, semakin menyakiti hatinya. "Aku nggak bisa ke sana sekarang, Sayang. Kema ada di rumah, kalau aku pergi nanti dia nanya-nanya sama aku." Diko–suami wanita bernama Kemangi itu berbicara pada seseorang lewat panggilan suara. "Kamu sudah setuju kalau aku tetap mempertahankan Kema, jangan pernah minta aku untuk menceraikannya. Aku mencintai kamu dan juga Kema. Aku tidak bisa memilih di antara kalian berdua." Sesak. Itu yang Kemangi rasakan ketika mendengarnya, apa maksudnya? "Nanti malam aku ke sana, kita akan bicara baik-baik. Kamu jangan marah-marah dulu ya, Sayang." Sayang? Bahkan, dengannya saja Diko tak pernah memanggilnya dengan panggilan mesra seperti itu meskipun pria itu mencintainya. Kemangi menyeka air mata yang membasahi pipinya, apa yang ia dengar sudah cukup membuktikan kalau Diko selingkuh. Wanita itu urung memasuki ruang kerja Diko, ia lebih memilih berlari menuju kamarnya. Tepatnya ke kamar mandi untuk menumpahkan segala tangisnya, sakit sekali, sungguh sakit. Mengetahui suami yang paling ia cintai menduakannya membuat hatinya seperti diiris-iris kemudian dibaluri dengan air garam dan lemon. "Hiks ... hiks ... hiks .... Apa maksud semua ini? Kabar baik sekaligus kabar buruk aku terima," ucapnya. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Kemangi. Tangannya terulur mengusap perutnya yang masih rata, di mana di sana ada calon anaknya yang bersemayam. Kemangi duduk bersandar di tembok kamar mandi, kedua lututnya ditekuk. Dipeluknya lututnya sendiri sambil menangis kecil. Mengapa nasib pernikahannya harus seperti ini? Suami yang paling ia cintai dan percayai ternyata telah membohonginya. Apa yang harus ia lakukan? Perceraian begitu dibenci oleh Tuhan, tetapi jika ia terus bertahan maka rasa sakit pasti akan selalu menghampirinya. Lantas, pilihan apakah yang harus ia ambil? Bercerai demi kebahagiaan dirinya sendiri dengan membawa calon bayinya? Ataukah bertahan dalam kesakitan agar calon anaknya bisa bersama ayahnya walaupun ia yakin sekali kalau kepahitan yang akan ia lalui berhari-hari. ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD