BAB 2

822 Words
"Ya, saya Arum Ileana" ucap Arum. Bibi Sarah tersenyum menatap Arum, "Silahkan masuk, saya dari tadi menunggu kedatangan kamu". "Benarkah?". "Ya, tentu saja" ucap Bibi Sarah. Arum menyeret kopernya, dan diletakkanya di samping pintu. Arum lalu mengikuti Bibi Sarah masuk kedalam. Ruangan bergaya Eropa yang manis, warna putih mendominasi ruangan sederhana ini. Rumah ini begitu nyaman untuk ditempati, menikmati masa tua. "Kamu, temannya Denis" bibi Sarah duduk disalah satu sofa. "Iya, Bibi Sarah". Arum lalu duduk disamping Bibi Sarah. "Saya masih tidak menyangka, bahwa wanita secantik kamu, ingin mencari pekerjaan disini". Arum tersenyum, "Sekalian saya mengadu nasib disini Bibi Sarah. Apapun pekerjaanya saya akan jalani demi kelangsungan hidup saya". Bibi Sarah lalu beranjak dari duduknya, ia lalu melangkahkan kakinya menuju kulkas, mengambil minuman softdrink untuknya. "Biasa anak muda seperti kamu, menyukai minuman seperti ini". Arum mengangguk, "terima kasih". "Sudah seminggu yang lalu, saya mencarikan perkejaan untuk kamu, saya tidak tahu. Apakah ini cocok untuk kamu atau tidak. Masalahnya wajah kamu, sama sekali tidak cocok dengan pekerjaan ini" ucap bibi Sarah. "Jika saya tahu, wajah kamu secantik ini, saya tidak perlu berjanji kepada keponakan saya". "Ah, tidak apa-apa bibi Sarah. Saya akan terima pekerjaan apa saja" Arum membuka kaleng soft drink. Jujur ia haus sekali, ketika ia mendarat di London tidak sempat minum apapun. Arum lalu meneguk minuman itu. Lalu diletakkan lagi soft drink itu di meja. "Yasudah kalau itu mau kamu, kamu pasti lelah sekali bukan, kamu bisa istirahat sebentar disini. Saya akan menelfon keponakan saya". "Iya, bibi Sarah". Sarah beranjak dan lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar. Arum menyandarkan punggunya di sofa. Semenit kemudian Sarah keluar dari kamar, dan ia tersenyum menatap Arum. "Sebentar lagi keponakan saya akan menjemput kamu". "Iya, terima kasih sudah mencarikan pekerjaan untuk saya". "masalah negosiasi gaji. Ia akan menggaji kamu sebesar 2500 poundsterling, jika kamu rajin, mungkin dia akan menaikkan gaji kamu". Arum lalu berpikir, dan mulai menghitung dalam pikirannya. 2500 poundsterling, Wow gaji yang sangat fantastis, hampir 40 juta jika dikrus kan dalam rupiah. "Jika boleh tahu, pekerjaan apa yang di maksud bibi Sarah". "Asisten rumah tangga". Arum tersenyum, "Ya, tentu saja saya mau bibi Sarah". Menjadi asisten rumah tangga, tidaklah sulit. Ia hanya perlu mengemaskan rumah, menyapu, mengepel yang sudah ia lakukan sehari-hari. "Syukurlah kalau begitu" ucap bibi Sarah. Beberapa menit kemudian, suara bel berbunyi kembali. Arum dan Sarah menegakkan tubuhnya. "Mungkin itu keponakan saya" Sarah lalu melangkahkan kakinya kearah pintu, dan lalu membuka pintu itu. Benar dugaan Sarah, dihadapannya adalah Emir. Emir tersenyum menatap bibi Sarah. "Hay, bibi saya yang cantik" ucap Emir. "Emir, sudah lama sekali tidak bertemu kamu" ucap Sarah, lalu memeluk keponakannya. Sarah melepaskan pelukkanya, dan Emir tersenyum menatapnya. "Apakah asisten rumah tangga saya sudah datang". "Ya, dia baru saja datang, dari Indonesia". "Indonesia? Oh ya, Indonesia, saya tahu itu. Asia tenggara bukan?" Tanya Emir. "Iya". "Apakah dia bermasalah? Maksudnya ke imgrasian". "Tidak, dia lengkap, tidak ada yang bermasalah dengan dirinya. Emir lalu masuk, tapi bibi Sarah mencegahnya. Emir mengerutkan dahi, "Kenapa?". "Sebenarnya ada sedikit bermasalah menurut saya" ucap bibi Sarah. Ia sengaja menggunakan bahasa Turki agar Arum tidak bisa mengerti apa yang ia ucapkan. "Oh ya? Apa itu, jika bermasalah dalam keimigrasian, saya tidak mau bibi Sarah" ucap Emir. "Bisakah kita menggunakan bahasa saja. Saya tidak enak dia tahu apa yang kita bicarakan". "Oke". Bibi Sarah lalu berucap lagi, "Sebenarnya dia terlalu cantik untuk menjadi asisten rumah tangga kamu Emir". Emir tertawa, dan ia menatap bibi Sarah, "Benarkah? Cantik mana dengan Helena?". Bibi Sarah tersenyum, "Menurut saya, masih lebih cantik dia sedikit, dari pada Helena kamu itu". "Serius?". "Ya, serius, dan bahasa inggrisnya terlalu sempurna menurut saya. Saya tidak yakin dia benar-benar cocok menjadi asisten rumah tangga kamu". Emir semakin pemasaran, apa yang dikatakan Sarah. Seperti apa cantiknya calon asisten rumah tangga untuknya. Emir tahu, bahwa Indonesia bukanlah penghasil wanita cantik seperti Rusia, Turki, Bulgaria, dan Brazil. Ras Indonesia bertubuh pendek, hidung pesek, dan berkulit coklat. Sangat mustahil baginya, bahwa bibi Sarah mengatakan asistennya itu cantik. Emir melangkahkan kakinya menuju ruang utama, disusul oleh Sarah. Emir menatap wanita berkulit putih bersih itu duduk, sambil bersandar di sisi sofa. Sedetik kemudian wanita itu sadar atas kehadirannya. Iris mata itu bertemu, dan kini Emir percaya apa yang dikatakan Sarah. Wajah cantik itu begitu simetris, mata itu begitu bening, hidungnya tidak begitu mancung, sangat pas dengan porsinya. Ya Emir, mengakui bahwa asistenya itu cantik. Emir melirik Sarah. Sarah melangkah mendekati wanita itu. Emir masih di posisi yang sama. Entahlah, ia harus berbuat apa, ia canggung jika seperti ini. Emir menyadarkan pikirannya, sadarlah ini hanya asisten rumah tangga. Tidak seharusnya ia canggung seperti ini, kenapa ia seperti berhadapan dengan wanita yang di taksirnya. Betapa bodohnya dirinya, Emir lalu melangkah mendekat, ia memastikan wanita itu. "Arum, ini keponakan saya Emir" ucap Sarah memperkenalkan diri kepada keponakannya. Arum tersenyum, "Saya, Arum Ileana". "Saya Emir, senang bekerja sama dengan anda". Perkenalan yang cukup formal bukan? Ini bukan seperti berkenalan dengan asisten rumah tangga dan majikan. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD