Ibu Muda

1235 Words
Bagian 1 Namaku Nelly Umurku 28 tahun, statusku masih single. Aku lahir dan tinggal di kampung... Pokoknya benar-benar kampung, kampung kecil di pedalaman provinsi Riau. Banyak kampung-kampung yang dibangun memanjang di sepanjang sungai. Karena sungai merupakan jalur transportasi yang paling umum di daerah pedalaman untuk menghubungkan antar daerah dan pulau-pulau kecil. Banyak pemukiman warga biasanya di sekitar daerah perkebunan. Baik perkebunan sawit yang dikelola oleh perusahaan maupun perkebunan masyarakat, hampir sebagian besar merupakan perkebunan kelapa lokal, dan sebagian besar ditanam di lahan gambut, yang airnya asam dan warnanya coklat kehitaman seperti air teh. Penduduknya sudah membaur dari berbagai suku. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, meskipun banyak yang dulunya bekerja menebang kayu liar di hutan. Tetapi setelah ada UU ilegal logging, banyak dari warga yang mulai sadar untuk membuka kebun, baik kelapa, sawit maupun pinang. Masyarakatnya masih belum modern meskipun di desa ku terdapat lembaga pendidikan dari tingkat pra sekolah sampai tingkat SMA, tidak lantas membuka wawasan dan cara pandang yang lebih maju. Buktinya anak gadis yang usianya diatas 25 tahun dan belum menikah, bakalan jadi omongan orang. Bahkan orangtuaku saja sudah berkali-kali mendesakku untuk segera menikah. Aku, mengenyam pendidikan pra sekolah, SD, SMP, dan SMA di kampung, lalu menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tinggi di ibukota kabupaten. Itu membuat pola pikirku terbuka.. Aku tak mau menikah muda dan ingin membanggakan serta membahagiakan orang tua. *** Aku ga pernah punya niatan untuk memiliki rival ataupun musuh. Tapi yang ku alami baru-baru ini, benar-benar membuatku sakit kepala. Dilayan salah tak dilayan membuatku marah. Dia..adik kelasku, dulunya sih... lumayan jauh juga beda usia kami.... terpaut 6 tahun jarak usianya. Namanya Gayatri... biasa di panggil "Gaya". Cocok memang dengan pribadinya yang sok paling cantik dan kepedean. Sore itu, aku duduk sendirian di jerambah. Melihat aktifitas transportasi sungai yang lalu lalang. Suara deru mesin kluthuk diselingi suara speed boat dan perahu yang penuh muatan kelapa. Ditambah suara tawa anak-anak yang sedang bermain sampan, dan teriakan anak-anak yang asyik berenang dan melompat dari jembatan labuh menyambut air pasang. Aku teringat kejadian siang semalam... Yang membuatku dan rekan-rekan kerjaku tak habis pikir... *** Ibu muda...!!! Ha...ha...ha... Itu panggilanku pada Gayatri. Ibu muda yang bucin... Nampak kali bucinnya... Hanya gara-gara berkaraoke dan berjoget-joget bersama suaminya yang merupakan salah satu rekan kerjaku membuatnya marah, panas dan cemburu. Oya... Aku bekerja di sebuah lembaga pendidikan. Tepatnya di sebuah lembaga pendidikan dasar dan menengah. Tentu saja sebagai guru. Pada mulanya berkaraoke itu hanya untuk mengisi waktu dan ajang refreshing setelah mengerjakan tugas administratif yang kami lakukan secara on-line. Kami berkaraoke ramai-ramai dan direkam kemudian salah satu teman mengunggahnya ke f******k. Karena melihat suaminya ikut dan ada di video yang diunggah tersebut. Hal itu membuatnya kebakaran jenggot dan menulis status yang kurang baik tentang suaminya. "Kok kaya gitu ya".kata salah satu rekanku Alin. "Kasihan suaminya... Apa sih kurangnya."kata rekanku yang biasa dipanggil Mak. "Beruntungnya dia (Gayatri) dapat suami seperti Poly... Baik.. tidak pemalu, mau bekerja apa saja dan tidak jaga gengsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga."kata Leni pula. "Jaman sekarang mah susah, cari suami yang tidak gengsian... Apalagi sarjana ... Mau bekerja seperti Poly... Beruntunglah si Gayatri." Kata Niken. "Harusnya merasa bersyukur... beruntung dapat Poly... Ini suami baik-baik di dzolimi...giliran dia ber-t****k, santainya suaminya, ga mencak-mencak kayak dia."ucap Alin sebal. Itulah topik hangat pembicaraan kami pagi ini. Disela -sela waktu menunggu jam masuk kerja. Baru terlihat beberapa puluh orang yang tiba di kantor. Sebagian masih di jalan, ada yang di kantin untuk sarapan pagi. 5 menit lagi jam masuk tiba. *** Tanpa terasa waktu berlalu cepat... Jam menunjukkan pukul 09.30. jam istirahat pun tiba. Disaat jam istirahat kantor. Lagi-lagi kami menyambung membahas topik hangat yang kami bicarakan pagi tadi. "Seram...,masa suami di gituin sih"rekan satunya menyahut. "Cemburu itu" ucap dua rekan kerjaku Niken dan Salsa menyahut hampir bersamaan. "Ha ha ha....' kami tertawa serempak. Sambil minum makan jajanan yang kami beli di kantin... Rumpian terus berlanjut. Sejak status istrinya di sosmed yang isinya " Bekerjalah... selesaikan kewajibanmu, ambil hakmu lalu pulang. Habiskan waktumu di rumah bersama anak dan istrimu, jangan bersenang-senang sendiri di luar." Yang maksudnya tak boleh ngumpul dengan rekan kerjanya. Selesai kerja langsung pulang. Harus menyendiri, tidak boleh bergaul dengan rekan kerja perempuan. Padahal kadang kala ada saja kerja tambahan yang tidak terduga. Biasa pulang jam 2, karena ada kerja tambahan jadi bisa pulang jam 3 atau jam 4. Poly tidak lagi masuk ke kantor. Mungkin dia membaca status istrinya dan merasa malu juga... "Poly kemana...?" tanya pak Edi, salah satu senior laki-laki di tempat kerjaku. "Tadi saya lihat di pos satpam pak." jawabku. "2 hari ini tak nampak masuk ke kantor ya," ucapnya tanpa curiga. "Iya pak, di pos satpam ber-angin, dan ga ada ceweknya..." Timpalku sekenanya. Kami tak lagi banyak bicara, sambil menunggu bel tanda masuk berbunyi. Jam istirahat habis, kamipun mulai masuk dan melanjutkan pekerjaan kami masing-masing. Ting...Ting...!! Suara notifikasi HP ku berbunyi. Salah satu rekan kerjaku mengirim pesan via w******p. "Gimana..??? Lanjut ngerumpinya??? Jam pulang kantor ya!!!" "Ok, di tempat biasa..."balasku Tempat biasa adalah warung makan yang jadi basecamp kami untuk ngumpul-ngumpul dan ngerumpi bebagai hal ramai-ramai. Ada beberapa rekan kantor yang memang benar-benar klop dan cocok.. Meskipun mereka seniorku semua. Tapi... Seperti iklan "Ga ada loe ga ramai" cocok kali untuk grup kami. Salah satu personil ga hadir saja ga seru. *** Pulang kantor, ku menunggu beberapa rekan di parkiran. "Yuk.., cap cus kita" ajakku Masing-masing personil menghidupkan sepeda motor dan yang lainya membonceng. "Cuma ber-tujuh kita," si Salsa ga bisa ikutan, dijemput suaminya kata Niken. "Ga pa pa... Kita-kita aja." Reva dan Alin.menjawab serempak. Sepeda motor kamipun beriringan menuju warung basecamp. Sesampainya di sana, kami parkir sepeda motor dan mencari tempat duduk yang "Pewe"/posisi wueenak kata anak jaman now. Lalu kamipun beraksi. Masing-masing memesan makanan dan minuman untuk mengisi perut dan melampiaskan dahaga kami. "Bakso sapi kak" kata emak Emak adalah rekan dan juga seniorku. Umurnya sudah kepala empat "Aku mie-ayam, pakai bonus." Kata Huges seniorku yang lain. "Aku ayam geprek, sambal extra pedas." Kataku "Ada Pecel Lele?"tanya Alin rekanku penyuka ikan. "Ami, apa ya? Ayam penyet tapi nasinya nasi putih biasa ya, bukan nasi uduk."kata Rara juniorku dengan kalimat lembut manja khasnya. "Nasi goreng udang ya." Ucap Wike rekanku paling senior "Samalah." Kata Leni "Minumannya apa?" Tanya pramu saji "Aku Oren." Kataku "Aku juga." Jawab tiga rekanku bersamaan. "Oren empat mbak." Kataku "Aku teh es."siapa lagi mau teh es tanya rekanku pada rekan yang lain "Aku." Jawab Leni "Emak. Emak apa?" Tanyaku padanya "Biasa, teh manis." Jawabannya. "Memang selera Mak yang satu ini...."kataku sambil geleng-geleng kepala. "Hari panas, orang pesan yang dingin-dingin, dia yang panas-panas." Ucapku. Disela-sela makan kami pun membahas lagi upload baru t****k Gayatri yang menyinggung aku, menyebutku tak laku...menyebutku gadis tapi muka kayak emak-emak, dia merasa emak-emak tapi masih seperti gadis. "Ih jijai.... Muak kali aku nengoknya," kata Huges. "Berarti aku cantik... Makanya si ibu muda cemburu sama aku..."kataku sambil tersenyum. "Iya takut kalah saing dia.."Rara menjawab pelan. "Aku muak juga nengok si Poly... Takutkah dia sama istrinya?" Kata Alin penuh tanda tanya. "Ga cuma sama istrinya saja, tapi sama mama mertuanya juga...ntar dipecat jadi menantu."kata Bu Wike. Poly kan laki-laki... Mudahnya cari pengganti... Atau setidaknya sekali-kali tinggalkan. Beri dia jera, jangan terus-terusan mengalah" Huges pun emosi. Akhirnya bukan cuma si ibu muda Gayatri saja yang kami diskusikan...tapi suaminya juga. Andai Poly ada disini, pasti sudah kami beri banyak nasihat... Satu sisi kasihan dengan penderitaan yang dialaminya karena istrinya. Tapi satu sisi geram akan ketidaktegasannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD