Bab 2 : Pertemuan Pertama

1089 Words
Ayla mengendarai motor nya menuju alamat wanita paruh baya kemarin. Beberapa menit ia berkendara akhirnya ia sampai di alamat yang ia tuju. "Mau cari siapa neng?" "Betul dengan rumahnya bu Ita?" "Iya betul, ada yang bisa saya bantu?" "Saya mau ambil baju." "Oh silakan masuk kalo gitu." Pak Dodo--satpam keluarga Bismatara itu pun membuka lebar pagar dan mempersilakan Ayla untuk masuk. Sesampainya di depan pintu Ayla mulai memencet bel. Ceklek! "Dengan non Ayla?" "Eh? Iya." "Masuk non." Ayla memasuki rumah megah tersebut. ART yang mempersilakan Alya masuk untuk duduk di sofa ruang tamu. Ayla juga ditawari untuk minum, tapi Ayla menolak, lagi pula ia hanya mengambil baju kotor untuk di laundry. Setelah itu ART pamit ke dalam untuk mengambil baju kotor yang akan di laundry. Sambil menunggu ART tadi, mata Ayla disuguhkan dengan foto-foto yang berderet di rak pajangan di sudut ruangan. Disana ada foto anak laki-laki kecil sedang tersenyum menunjukkan deretan giginya. Di sebelah nya ada foto anak laki-laki kecil sedang di pangku oleh seorang pria paruh baya, mereka juga sedang tertawa. Disamping foto itu terdapat pot kecil berisi tanaman hias. Sampingnya lagi terdapat buku-buku tebal berjejer rapi. Sampai rak bawah juga masih banyak foto-foto. Mata Ayla terus menatap sekeliling sampai, berhenti pada pigura paling besar diantara pigura lainnya. Disana ada 2 pria beda usia yang sedang berdiri di belakang kursi yang diduduki oleh Bu Ita. "Sudah lama, dek?" suara itu membuat Ayla tersentak karena kaget. Disana ada Bu Ita yang ia temui waktu di rumah sakit kemarin. Cepat-cepat Ayla berdiri dan menyalami punggung tangan Bu Ita. Setelah itu, Ayla dipersilakan duduk kembali. "Mau minum apa, dek?" tanya Bu Ita setelah melihat Ayla duduk dengan nyaman. "Enggak usah bu, terimakasih," Ayla menjawab dengan gelengan pelan dan senyum sopan. "Ini non, baju nya yang mau di laundry." padangan Ayla dan Bu Ita beralih menatap ART yang baru saja datang. Ayla segera menghampiri ART itu untuk membantu membawakan baju-baju itu ke motornya. Ada 2 kantung plastik besar berisi baju yang satu kantung diletakkan di depan bagian pijakan kaki motor matic Alya, dan satunya lagi diikat di jok belakang. "Sudah?" terdengar suara dari belakang ART dan Ayla. Serempak mereka menoleh ke belakang, ternyata disana ada Bu Ita yang tadinya mengikuti dari belakang. "Sudah." jawab ART dan Ayla bersamaan. Bu Ita mengangguk dan meraih tangan Ayla mengajaknya masuk kembali. "Bi, tolong buat kan minum ya." pinta Bu Ita kepada ART setelah sampai di ruang tamu. "Baik, Nyonya." "Disini dulu aja ya. Temenin Ibu, Ibu kalo pagi sampe sore selalu sendiri." ucap Bu Ita setelah duduk di samping Ayl. Ayla hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Mereka berbicara banyak hal, mengenai pekerjaan Ayla, pengobatan Ibu Ayla, dan alamat tempat tinggal Ayla. Sedangkan Ayla sendiri, ia tidak melontarkan pertanyaan sama sekali. Entah karena malu atau gugup. Tak berselang lama, ART pun kembali dan menghidangkan minuman dan sedikit camilan kepada Ayla dan Bu Ita. Sampai Ayla merasa tidak enak karena merepotkan. "Assalamualaikum, Bun." terdengar suara berat dari arah pintu masuk. Disana ada Satria dengan tubuh jangkung tinggi dan paras yang tampan. "Waalaikumsalam," jawab Bu Ita dan Ayla bersamaan. "Eh? Ada tamu?" Satria menghampiri Bu Ita dan mengecup punggung tangan dan pipi nya. "Iya, duduk sini." Bundanya pun menepuk sisi kanan sofa yang ia duduki. Dan sekarang Bu Ita berada di antara Satria dan Ayla. "Mas, nggak kerja hari ini?" tambanya. "Kerja, habis ketemu klien terus mampir." "Mas udah ngomong ke Salsa tentang yang kemarin itu?" ingat Bundanya. "Setelah Salsa pulang, Bun. Aku mau nya setelah Salsa pulang dibicarakan baik-baik." "Salsa nggak di rumah sekarang?" Satria menggeleng, "Salsa ada pemotretan di luar negeri," "Kenapa nggak kamu susul aja sih, Mas? Sekalian honeymoon gitu." gemas Bu Ita pada Satria. "Mau nya sih gitu, tapi pelerjaan lagi numpuk, Bun." Bu Ita memincingkan matanya, "Yaudah terserah Mas aja. Pokoknya Bunda cepet punya cucu." "Ekhm! Maaf bu, menyela. Sebaiknya saya pulang dulu, masih harus menghantar baju. Terimakasih untuk hidangannya." Bu Ita melebarkan mata nya. Cepat-cepat ia berbalik menghadap Ayla yang sedari tadi tidak dihiraukan. "Aduh, maaf ya, dek. Bunda lupa, beneran mau pulang ini?" ringis Bu Ita yang menggenggam tangan Ayla. Ayla mengangguk. "Oh ya, kenalin dulu. Anak Bunda, namanya Satria." Ucap Bunda dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. Satria menatap Ayla dengan anggukan dan senyum tipis. "Dan mas ini Ayla. Bunda kemarin ketemu dia di rumah sakit." tambanya kepada sang putra. "Ayla pamit dulu bu." Alya meraih tangan Bu Ita dan menciumnya. Dan bersalaman singkat dengan Satria. Bu Ita mengulum senyum. **** Satria akhirnya terbang menuju Paris dimana saat ini istrinya sedang melakukan pemotretan di sana. Setelah pulang dari rumah Bunda nya dan memikirkan banyak hal dengan pertimbangan yang matang. Besoknya pun ia berangkat dengan membawa serta pekerjaannya itu. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 23 jam lebih 5 menit dari kota tempat tinggalnya Surabaya. Dan sekarang ia sudah sampai di Bandara Internasional Paris Charles de Gaulle. Satria sengaja tidak memberi tahu kedatangannya ini pada istri tercinta nya. Karena ia ingin memberi kejutan. 'Pasti Salsa akan bahagia jika melihatku datang.' batin Satria yang sedang duduk menikmati perjalanan menuju hotel. Bagaimana Satria bisa tau hotel tempat menginap sang istri? Ya jelas sebelumnya ia sudah tanya demgan sedikit kecurigaan sang istri, tapi syukurlah Satria berhasil. Sekarang Satria sedang berada di depan pintu kamar hotel Salsa. Ia mencoba membuat mimik wajah yang cocok untuk mengageti istrinya itu. Satria mulai membuka pintu kamar hotel dengan keycard yang ia dapatkan dari pihak resepsionis. Setelah berhasil membuka pintu tersebut Satria segera masuk. Badannya sudah sangat lelah, ia ingin tidur dan memeluk istri nya itu. Satria mulai menarik koper nya dan pandangan yang pertama kali ia lihat adalah sepi. Tidak ada Salsa disana. "Apa Salsa belum pulang?" gumam Satria. Satria pun memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Selesai mandi, Satria masih mendapati bahwa kamar itu masih kosong. "Apa aku salah kamar?" gumam Satria sambil mengedarkan pandangannya. Namun ia melihat koper milik istrinya di dekat sofa. Satria memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya dahulu. Ia membuka tas ransel yang berisi kertas-kertas untuk rancangan pembuatan gedung dan penggaris kayu. Satria mendudukan tubuhnya di sofa dan menggelar kertas yang baru saja diambilnya ke atas meja. Satria larut dalam keseriusan nya menggarap project nya. Ceklek! Mendengar suara pintu dibuka Satria segera mendongak memasang senyum senang. 'Pasti itu Salsa.' batinnya bersorak senang. Tap! Tap! Tap! Deg! Salsa tersentak kaget, suaminya di depannya saat ini. Sedangkan Satria, ia mengerutkan kening. Satria bingung akan ekspresi yang ditunjukkan istrinya itu saat melihatnya. "Sat? Kamu disini? Kok nggak bilang?" tudung beruntun Salsa. Satria hanya bisa terkekeh mendengar keheranan istrinya itu. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD