34. The Decision

2136 Words
Entah hubungan jarak jauh macam apa yang dijalani oleh Roger dan Anna. Mereka seharusnya berjauhan seperti yang sudah direncanakan sedari awal. Berjauhan dalam arti menunggu Anna pulih terlebih dahulu dan pekerjaan Roger yang bagai mati satu tumbuh seribu juga selesai lebih dulu. Sebenarnya tanpa menunggu Anna pulih, mereka tetap bisa menyegerakan pernikahan. Hanya saja, keputusan tetap dari keduanya, tidak bisa diambil secara sepihak. Saat Anna setuju cepat saja tidak apa-apa, Roger bersikeras untuk menunggu Anna pulih lebih dulu. Masalahnya, dia tidak akan bisa menahan apapun kalau berhubungan dengan Anna. Roger tidak bisa. Kalau ada Anna di dalamnya, Roger harus menentukan hal yang pasti. Kalau Anna sedang ada msalah dengan tangannya, maka tangannya harus sembuh dulu, dia baru tenang menikah dengannya. Menjadi Roger memang ribet, Lelaki itu terkadang suka sekali memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya dia pikirkan berlebihan. Dan jatuhnya, dia sendiri yang sakit kepala. Padahal, Anna terima-terima saja jika dipercepat ataupun diperlambat, yang penting akhirnya menikah juga. Lagi pula, mereka juga paham satu sama lain kalau masing-masing mereka memiliki jiwa menggebu-gebu untuk melebarkan karier yang sekarang sedang bagus-bagunya. Jadi tidak perlu buru-buru, toh menikah bukan perkara cepat-cepatan. Namun apa yang terjadi sekarang? Roger malah menarik tangan Anna perlahan dan menuntun perempuan itu untuk duduk di sofa ruang keluarga kediaman oma. Menuntunnya hati-hati. Dia tidak paham dengan yang terjadi. Pertanyaannya masih sama. Kenapa tadi dia mendengar Anna menangis dan semua orang juga terlihat sedih bukan main seperti sekarang? Roger menoleh ke arah Anna yang terlihat lemas, kemudian melihat ke arah keluarga besar calon istrinya ini. Oh ayolah, Roger tahu kalau Anna dan sekeluarganya sedang berduka atas kepergian oma yang belum ada 24 jam. Jelas Roger tidak perlu bertanya lagi perihal apa yang membuat Anna dan sekeluarga terlihat terpukul seperti ini. Roger pergi setelah menemani Anna tadi bukan karena ingin menghindar dari tanggung jawabnya. Namun dia hanya ingin memberikan Anna kebebasan dalam mengeluarkan seluruh kesedihannya. Seperti yang Roger katakan pada Khris, Anna butuh waktu untuk sendiri bahkan hanya untuk menangis sekalipun. Tapi sekarang, alih-alih memberikan waktu sendiri, Roger menyesal karena memilih pergi. Seharusnya dia tidak pergi kemana-mana. Harusnya puluhan jam lalu dia tetap keras kepala di samping Anna, menemani perempuan itu hingga tenang. Kalau sekarang, dirinya sudah kehilangan jutaan detik karena memilih membiarkan Anna sendirian untuk sementara waktu. Nyatanya apa yang Roger pikir baik, tidak melulu baik juga. Dia sudah melewatkan hal penting yang seharusnya dia ketahui sedari awal. Barach yang berada di runag keluarag juga hanya diam, tapi tatapan matanya lurus ke arah Anna yang melihat ke arah lantai tidak semangat. Entah karena Roger salah melihat atau bagaimana, tapi wajah Anna pucat sekali. Entah apa yang yang terjadi saat Roger pergi tadi. Untuk kesekian kalinya, Roger menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya. Harusnya. Dan seharusnya lagi dia tidak pergi meski dirinya diusir oleh orang satu rumah sekalipun. "Paman, ada apa lagi?" Roger menatap Barack Abraham tidak nyaman. Pria paruh baya itu menatapnya tidak seperti biasa yang selalu Roger lihat, ada tanda tanya besar dalam benaknya. Sementara Irish yang berada di sampingnya tahu-tahu memalingkan wajah, agak menunduk dan menangis tanpa bisa berkata-kata. Sementara Roger tanpa sadar mempererat genggaman tangannya pada tangan mungil Anna yang dingin. Ada apa sebenarnya? Sungguh Roger bukan orang peka yang akan mengerti kalau orang menangis begitu saja tanpa menjelaskan apa yang terjadi. "Na?" lelaki itu beralih menatap ke arah Anna berada, di sampingnya. Sayangnya, Anna hanya memberikan gelengan pelan seakan-akan Roger akan mengerti tanpa diberitahu terlebih dahulu. Sungguh, Roger tidak pernah suka ditempatkan dalam posisi seperti ini. Dia mana paham kalau orang tidak mau menjelaskan sementara dia juga tidak bisa asal menebak dan belum tentu juga tebakannya betul. Kalaupun betul, harus ada afirmasi agar Roger tahu permasalahan yang sebenarnya itu apa sampai orang-orang berkumpul dini hari begini seakan memang diperuntukkan untuk menyambutnya, untuk mendengarkan apa yang akan diirnya dan Anna katakan dalam pembicaraan ini nanti. Ya Roger tahu semua orang sedih. Tapi tatapan semua orang yang dilihatnya kali ini menunjukkan kesedihan yang berlipat-lipat ganda, Roger bisa merasakan ada yang tidak beres di sini. Bahkan, semua sudah tidak beres saat dia mendengar Anna menangis tadi. Perempuan itu bukan lah perempuan manja yang mudah mengadu saat sedih. Makanya Roger khawatir dan langsung tancap gas saja untuk menemuinya. Mana tahu waktu datang matanya malah disuguhi kesedihan semua orang seperti ini yang membuat dirinya bertambah pusing kepala karena memaksa otaknya berpikir di saar Roger benar-benar tidak bisa berpikir sama sekali. "Ger, kami sudah memutuskan dan akan meminta pendapatmu." Meski terhalang jarak yang ada, tapi Roger bisa merasakan helaan nafas sang calon papa mertua dari bahasa tubuh yang secara alami diperlihatkan. "Ya? Memutuskan apa, Paman?" Bak sang dosen memberi kuis dadakan padahal semalam tidak ada persiapan sama sekali, Roger merasakan jantungnya berdetak signifikan. Perasaannya langsung tidak enak kembali. Dalam kepalanya langsung tercetus banyak kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa Roger segerakan untuk menjadi kenyataan. "Pernikahan kalian akan dipercepat. Untuk akadnya sederhana saja, nanti waktu resepsi baru mengundang orang sebanyak ya kalian inginkan. Paman tidak tenang kalau Anna sendiri setelah kejadian terakhir peneror itu nekat datang ke rumah." Satu helaan nafas berat lagi Barach lepaskan, "dari pesan terakhir Oma juga ingin pernikahan kalian dipercepat. Jadi kami memutuskan untuk mempercepat pernikahan kalian. Bagaimana, apa kau setuju?" Seperti ini? Semudah ini mengambil keputusan dan langsung beratnya begitu saja kepadanya seakan Roger tidak penting di sini meski dia yang akan menikah dengan Anna? Butuh waktu sangatlah lama untuk Roger mengatakan apa yang ada di benaknya sekarang. Dia mau. Mau sekali. Namun, Roger masih mempertanyakan dirinya sendiri. Apakah dia benar-benar pantas untuk Anna? Apakah dia betul-betul diinginkan oleh Anna? Apakah Anna juga menginginkan dirinya sebesar Roger menginginkan dirinya? Roger hanya takut gagal bahkan sebelum memulai. Masalahnya, dia punya prinsip menikah hanya sekali seumur hidup. Tidak akan ada pernikahan kedua atau ketiga apalagi sampai keempat. Roger bilang, dia menyayangi Anna. Lalu sekarang masalahnya apa lagi? Harusnya mudah bagi Roger langsung mengiyakan saja mengingat dia juga sama menginginkan Anna menjadi pendamping hidupnya. "Bagaimana, Ger?" Barack Abraham bertanya sekali lagi karena Roger tak kunjung menjawab. Anna yang sedari duduk di samping Roger juga tidak melakukan apa-apa. Dia bahkan tidak menenangkan Roger yang terlihat bimbang. Karena Anna sendiri tidak bisa menenangkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia menenangkan orang lain kalau menenangkan dirinya sendiri saja dia tidak bisa? Anna sering kali memilih terjerumus bersama daripada menolong salah satu. "Apa ada alasan lagi kenapa pernikahan kami dipercepat, Paman?" lelaki ini nampak membasahi bibirnya yang kering. "Maksudku, pekerjaanku masih banyak di sini. Kemungkinan menjalani hubungan jarak jauh seperti kemarin sangatlah besar." Barack mengangguk paham melihat nada resah dari yang Roger lontarkan kepadanya. Dia juga tahu perjuangan Roger untuk menghidupkan perusahaan keluarganya Kembali. Jelas itu bukanlah hal yang mudah. Dan pernikahan ini juga bukan bertujuan untuk meruntuhkan perjuangan Roger sedari dulu. Justru, hubungan keluarga ini akan membantu perkembangan perusahaan Roger juga meskipun bukan itu tujuan pernikahan ini terjadi. Barack juga ingin membantu kalau Roger bersedia dibantu. Lagipula Barack juga tahu kalau Roger adalah pemuda yang baik. Dia tidak akan membiarkan perjuangan Roger sia-sia begitu saja. Pernikahan yang seharusnya memabahagiakan tidak seharusnya menjadi begitu menyiksa bagi keduanya karena terpaksa dipercepat. Yang namanya pernikahan, bukan hanya menyatukan dua jiwa, tapi juga menyatukan dua belah pihak keluarga. Kalau mengatakan dua jiwa yang saling mencintai, kenyatannya banyak juga yang menikah karena dijodohkan. Jadi menyatukan dua jiwa yang saling mencintai untuk menggambarkan pernikahan secara luas kurang tepat di waktu sekarang ini. Kalau pernikahan itu dikhususkan untuk Anna dan Roger, itu lebih tepat karena mereka berdua jelas menyayangi satu sama lain. "Kau tidak perlu khawatir, Ger. Kau boleh membawa Anna ke Singapura sementara. Paman juga akan menambah pengawal untuk kalian. Tidak perlu khawatir." Kata pria paruh baya itu meyakinkan. Roger refleks menoleh ke arah Anna, menatap perempuan yang tengah menatap lantai itu ingin tahu. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Roger jelas tahu ada yang tidak beres. Anna tidak mungkin diizinkan pergi begitu saja disaat mereka dilarang untuk keluar dari rumah semeter pun. Dan sekarang, Roger tidak mungkin bertanya kalau semua baik-baik saja di saat lelaki itu tahu betul tidak ada yang baik-baik saja. Ada yang salah tapi Roger tidak bisa menebak-nebak itu apa. "Boleh aku berbicara dengan Anna berdua, Paman?" Roger bertanya pelan, masih menatap Anna yang enggan melihat ke arahnya sama sekali. Terlihat tidak sopan memang. Berbicara pada siapa, tapi yang dilihat siapa. Namun apa boleh buat, Roger hanya ingin mencari tahu dari sorot mata Anna yang belum pernah dia lihat sebelumnya. "Silakan." Barack mempersilakan. Tanpa diminta untuk berdiri, Anna langsung bangkit sendiri meski tetap dibantu oleh Roger. Sungguh, tubuh Anna lemas sekali. Apa lagi ini sudah malam waktu setempat, pasti Anna juga lelah, butuh istirahat. Mata perempuan itu yang sayu menunjukan segalanya. Seakan-akan beban yang selama ini menumpuk, kembali menjulang dan menjatuhi bahunya tanpa ampun hingga Anna tidak mampu untuk berdiri. Mereka pergi ke kamar yang ditunjuk oleh Anna. Itu adalah kamar oma dan Roger juga tahu tentang itu. Sudah dibilang kalau Roger juga sering ke sana bahkan beberapa kali menginap. meskipun oma memiliki banyak cucu laki-laki, nyatanya Roger juga menjadi kesayanngannya. Karena itu pula sebelum pergi, beliau berpesan agar pernikahan Roger dengan Anna dipercepat. Berhubung memang keadaan Anna tidak aman kalau dipaksaan untuk sendiri lebih lama. Setidaknya, mereka semua berpikir kalau Anna lebih aman kalau ada Roger bersamanya. Lelaki itu tidak mjngkin membiarkan Anna dalam bahaya karena mereka jelas melihat ketulusan di mata lelaki itu untuk Anna. Mereka saling duduk membelakangi. Anna menghadap dinding sementara Roger menghadap pintu keluar masuk. Ada hening di antara keduanya. Sampai akhirnya Roger harus buka suara karena tidak mungkin terus diam seperti ini. Tidak akan ada yang selesai kalau berkomunikasi diam-diam. "Apa kau keberatan dengan keputusan pernikahan dipercepat, Na? Kalau memang keberatan, katakan saja, tidak apa-apa, aku akan menunggu sesuai tanggal awal. Tidak perlu terburu-buru, kita masih punya waktu." "Kakak tidak mau menikah denganku?" perempuan yang sedari tadi lebih banyak diamnya ini malah balik bertanya. "Ya?" Roger langsung membasahi bibirnya yang kering. "Memangnya aku mengatakan hal seperti itu? Aku hanya bertanya, tidak mau kalau kau sampai tertekan dengan pernikahan yang dipercepat tiba-tiba. Kita baru saja kehilangan oma." Tuturnya lembut. Dengan mata yang masih enggan menatap di mana Roger berada, Anna kembali berujar. "Itu karena semua orang tidak ingin kalau sampai kehilangan lagi, Kak." Perkataan Anna barusan sukses membuat Roger bertanya-tanya. Maksudnya apa? Memangnya kalau menikah bisa menjamin seseorang tidak kehilangan lagi? Namun, Roger memilih mengabaikan perkataan Anna barusan dan bertanya tentang hal tak kalah penting lainnya. "Tapi kau tidak keberatan kan? Tolong jawab jujur. Aku tidak mau kau terpaksa. Pernikahan bukan permainan, Na. Kalau sudah menikah, sudah jelas kehidupan kita tidak bisa sebebas dulu dan aku akan mengakui kalau nanti setelah menikah, pasti ada hal yang tidak kau suka. Kebiasaan burukku, kesibukanku, pasti ada yang membuatmu tidak suka. Jadi, jangan terburu-buru." Menghela nafas pelan menjadi pilihan Anna di waktu ini. Dia ingin segera menyelesaikan pembicaraannya dengan Roger dan setelahnya istirahat. Kalau besok mau membahas lagi, Anna bersedia-sedia saja. Yang jelas, Anna setuju dan tidak keberatan sama sekali dengan keputusan yang sudah dibicarakan tadi. Karena kalau Anna sedari awal tidak setuju, orang tuanya tidak mungkin berkata seperti tadi kepada Roger. Harusnya Roger sadar. Tapi mungkin karena saking kagetnya, Roger melupakan fakta kalau calon istrinya adalah kesayangan keluarga Abraham yang tidak mungkin dipaksa. "Aku setuju, Kak." Roger kembali diam untuk beberapa waktu. Sampai akhirnya berdiri. "Apa aku boleh bertanya lagi?" tatapan mata lelaki ini terlihat teduh sekali meski nampak jelas kegelisahan di dalamnya.   "Silakan."   "Apa alasanmu juga menyetujui pernikahan dipercepat, Na? Padahal seingatku, kau yang tidak mau terburu-buru sedari awal dan aku menerimanya. Sesuatu yang dipaksakan akan berakhir tidak baik." Anna menoleh, tersenyum kalem ke arah calon suaminya ini. "Karena keinginan Oma, Kak. Karena keluarga juga khawatir kalau ada teror lagi saat aku sendiri." Mendapati Anna tersenyum, Roger malah mencelos. Dia tidak mengerti kenapa senyuman Anna rasanya menyakitkan sekali di matanya. Itu senyum palsu, harusnya Anna tidak tersenyum meski setipis apapun. Karena senyuman Anna yang sekarang, bukan malah meringankan, tapi menambah beban di pundak Roger yang sudah dihuni beban-beban hidup lainnya.   Setelah menarik nafas dalam dan mengembuskannya perlahan, Roger kembali bersuara. "Ya sudah, ayo kita bilang ke semua orang." Anna yang duduk, tengadah menatap Roger yang sudah berdiri, "Kakak tidak keberatan, kan?" Senyuman tipis langsung menyambut. Roger jelas tidak keberatan sama sekali. Kapan lagi dia menunggu hal membahagiakan seperti ini. Mungkin, ini definisi tiada duka yang abadi di dunia. Buktinya, setelah mendapat cobaan, mereka juga mendapat jalan lebih terang untuk menyegerakan pernikahan. Namun, bukan berarti mereka berpesta di atas kepergian seseorang. Jelas mereka mempercepat pernikahan karena alasan yang bukan main-main. Apa lagi kalau bukan nyawa Anna yang sedari terancam? Nyawa perempuan itu dikejar banyak pihak sekarang. Dan kalau Anna tetap sendiri, dia bisa saja terluka lebih dalam. "Aku tidak keberatan sama sekali, Na. Aku hanya sedikit khawtir, makanya bertanya kembali padamu. Takut kalau kau tidak nyaman. Karena pernikahan ini melibatkan kita berdua, bukan aku saja." jawab Roger layaknya orang paling bijak yang pernah ada. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD