55. Little

1146 Words
Anna menarik tubuhnya menjauh pelan tatkala terbangun mendapati tubuhnya yang ramping didekap erat oleh Roger. Suaminya ini memang suka mencari ketiak kalau mau tidur. Anna sampai kegelian sendiri. Kalau masih kecil Anna merasa wajar saja, masalahnya suaminya ini sudah besar, malah bisa dibilang dua kali lipat dari Anna. Masih saja mencari ketiak kalau tidur. Sayangnya, meksipun sudah hati-hati, sudah sangat pelan juga, Roger tetap saja terjaga. Lelaki itu terbangun di detik kedua Anna menarik tubuhnya menjauh. Matanya yang memerah memandang Anna dalam diam. Kemudian tangannya yang kekar merengkuh Anna kembali agar kembali berbaring di sampingya. Seolah-olah tak diizinkan pergi kemana-mana. “Mau kemana? Ini jam berapa?” tanya Roger dengan mata yang kembali terpejam setelah, ya… kelelahan sendiri meladeni Anna yang mendadak nakal. Tadi, saat Niel tidur dan pembicaraan mereka mengarah pada usaha untuk memiliki seorang anak, mereka malah berakhir tertidur seraya memeluk Niel, menganggap bayi gembul itu seperti putranya sendiri. Dan begitu sore menjelang mereka terbangun dan Niel masih saja tertidur lelap. Dia tahu sekali kalau uncle dan auntynya harus banyak istirahat agar tidak stress. Mereka tadi hampir saja pulang ke rumah, Niel yang kebetulan terjaga juga sudah digendong oleh Roger. Namun ada Kania dan Jordan yang malah datang bertamu seakan rumah ini langsung resmi ditempati. Mereka bertamu sebentar baru membawa Niel pulang. Justru saat Roger ingin ikut kembali ke rumah, dia malah diminta Jordan untuk di sini saja bersama Anna. Jadi ya dijadikan kesempatan mereka berdua untuk usaha lebih giat saat hanya ada mereka di dalam rumah yang megah ini. “Ini masih jam setengah 12 malam.” Gumam Anna pelan, sedikit menaikkan selimutnya yang melorot karena tubuhnya kedinginan kalau terpapar langsung suhu pendingin ruangan meski sudah dinaikkan sekalipun. Makanya pelukan Roger sangat membantunya sekali. “Tidur lagi, Na. Kenapa bangun?” “Mau mengecek pintu, tadi sudah dikunci apa belum.” “Kan pakai kunci automatis, jadi kalau sudah tertutup ya terkunci. Mau buka harus memasukkan passcode dulu.” “Kenapa passcode? Kenapa tidak memakai finger print saja?” “Tetap bisa dibobol, Na. Kalau ada orang jahat pasti menggunakan diri kita sendiri untuk melakukan kejahatan. Makanya pakai passcode biar hanya kita yang bisa masuk.” Anna mengangguk mengerti. Makhlum saja, dia mana tahu kalau hal-hal seperti itu. Lagi pula Anna tidak pernah berpikir ke arah sana. Dia hanya berpikir kalau semuanya akan baik-baik saja. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Tuhan bersama hamba-hamba-Nya yang bersabar. “Mau membuatkan Niel adek lagi?” Roger sedikit membuka matanya dengan senyuman tipis yang menawan. Anna yang melihat balas tersenyum sama tipisnya. Perempuan itu menerima begitu saja saat Roger yang bertelanjang d**a langsung memagut bibirnya perlahan. Begitu lembut, begitu hati-hati, sangat menghayati. Tangan hangat Roger yang mengusap tengkuk leher Anna mulai menjelajah ke mana-mana, sementara Anna sendiri hanya mengalungkan kedua tangannya di leher Roger. Posisi setengah duduk yang mereka lakukan terasa nyaman meski agak pegal juga. Namun Anna suka setiap kali Roger menyentuhnya secara hati-hati. Lelaki itu tampak sekali tidak ingin menyakiti dirinya. Kalau diminta menghitung sudah berapa kali mereka melakukan hubungan badan seperti ini, Anna tidak bisa menghitungnya karena usaha mereka yang tidak main-main untuk memperoleh keturunan. Ketika Anna yang sekarang mulai mencatat kapan periodnya datang, kemudian menghitung masa subur dari data yang dirinya dapat, kemudian laporan pada Roger kalau setidak-tidaknya tanggal segini itu masa suburnya. Mereka sudah menikah, punya tujuan yang sama juga. Kalau dulu Anna merasa tidak enak sendiri karena menganggap semua adalah kekurangannya, sekarang Anna sudah bangkit dan berjalan bersama-sama Roger untuk bisa meraih mimpinya, memiliki seorang putra, memiliki seorang keturunan. Kalau di luaran sana lebih memilih meratapi kesedihannya, maka perlu diingatkan kalau Tuhan tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan apa lagi dalam hal kesedihan. Tuhan itu suka umatnya bekerja keras dalam kebaikan. Dan usaha untuk memperoleh keturunan adalah kerja keras mereka untuk bisa memiliki anak nantinya, yang menjadi pewaris, menjadi anugerah yang makin menyempurnakan keluarga kecilnya. “Terima kasih, Na.” Roger bergumam pelan saat sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah Anna. Dia mengangkat wajahnya, hanya saja tidak sampai jauh. Tangannya yang tidak terlalu lembut membelai pelan bibir bawah Anna yang merekah. “Untuk apa, Kak?” Senyuman lantas terbit mendengar Anna justru balik bertanya. Roger memang harus menjelaskan kesempurnaan perempuan di depannya ini. Dia terlalu merendahkan dirinya sendiri dengan tidak suka ketika orang menyanjungnya. “Terkadang, tidak apa saat dipuji orang, Na. Entah memujimu cantik, ataupun baik.” “Aku tahu, tapi aku takut besar kepala. Aku tidak mau kalau karena hal seperti itu, aku jadi semakin tidak punya teman. Aku lebih suka saat semuanya berjalan biasa saja, tidak perlu sampai dipuji-puji seperti itu. Kan kesempurnaan hanya milik Tuhan, Kak.” “Iya. Berarti aku tidak boleh mengatakakan kalau kau cantik, Na?” “Kalau itu boleh.” Anna langsung mendekat, memeluk perut suaminya, memberikan kecupan di rahang Roger yang tegas. Yang bersamaan itu juga membuat Roger sama tertawanya. “Rutin minum vitamin dari dokter, kan? Minggu depan kita ke dokter lagi, punyaku hampir habis.” “Kakak jadi rajin sekali.” “Ya dong, yang mau punya anak, harus berjuang, harus bersabar, mie instan saja harus usaha menyeduh dulu. Masak kita yang ingin punya anak, anugerah dari Tuhan, usahanya itu-itu saja. Kita kan istimewa, Na.” “Iyaaa, kita istimewa. Terima kasih, Kak.” Roger menerima dekapan Anna dengan senang hati saat perempuan itu meneumpukan kepalanya di d**a Roger, mencari posisi ternyaman versinya sendiri. Sementara Roger hanya membalas mengusap kepala Anna menggunakan tangan yang dijadikannya tumpuan kepala istrinya ini, kemudian memberikan kecupan dalam di puncak kepala perempuan yang berarti dalam hidupnya ini. “Ayo lanjutkan, Kak. Aku tidak mengantuk.” Dengan mata yang berbinar, Anna menengadah menatap Roger. Anna memang seringnya mengantuk kalau sudah melakukan hubungan badan. Tidurnya jadi lebih lelap. Jadi karena sama untungnya di kedua belak pihak, baik Anna maupun Roger juga mau –mau saja kalau salah satu dari mereka ingin melakukan hubungan yang memiliki banyak manfaat selain mendapat nikmat juga dari Tuhan. Memeiringkan tubuhnya hingga kepala Anna yang semula di d**a Roger tergeletak di bantal, Roger tersenyum melihat Anna yang menatapnya dalam diam. Tubuh istrinya yang kecil seperti akan hilang kalau Roger menindihnya. “Kenapa senyum-senyum seperti itu?” Roger hanya menggeleng dengan kedua siku yang dirinya tumpukan di sisi tubuh Anna hingga jarak mereka semakin dekat. Tangannya yang besar mengusap surai kecoklatan Anna perlahan. “Apa aku pernah mengatakan ini sebelumnya?” “Mengatakan apa?” Anna balik bertanya. Tangannya juga tak tinggal diam. Dia sama mengusap tangan Roger yang paling dekat dengan jangkauannya. “Kau semakin hari semakin cantik.” “Mata keranjang sekali.” Anna malah mengejek. “Lhoh, mata keranjang?” Roger mendelik dan mencium bibir Anna begitu saja tanpa aba-aba di saat Anna sendiri dalam kondisi tertawa yang mempermudah Roger menginvansi rongga Anna secara bebas, membiarkan lidah keduanya menari-mari di langit sana. Sementara Anna dan Roger sendiri sudah tak berjarak. Mereka menyatu dengan caranya sendiri. Dengan tempo yang sesingkat-singkatnya tapi tidak tergesa-gesa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD