48. Comeback

1237 Words
Menurut dokter yang menangani Roger, pemeriksaan memberikan hasil yang normal untuk Roger. Hanya saja untuk luka luarnya memang masih memeperlukan waktu pemulihan. Karena Anna sudah mendengar sendiri, jadi dia mengiyakan saja saat Roger memaksa pulang karena Anna sendiri juga bisa merawat luka Roger. Paling beberapa waktu ke depan akan pergi ke rumah sakit jika diperlukan lagi. Dan karena Roger baru pulang juga, Anna dan Roger tentu saja tidak diperbolehkan langsung ke rumah barunya. Mereka harus di rumah dulu apapun yang terjadi. Irish akan membantu merawat Roger juga. Malam yang memang sebagai waktu Roger diizinkan pulang, lelaki itu langsung diminta istirhat agar segera pulih. Karena memang Roger juga ingin cepat sembuh, dia ingin sekali membiying Anna ke rumah baru, seperti yang memang keduanya rencanakan sebelum musibah ini datang. “langsung istirahat ya, Kak?” Anna mengapit lengan Roger pelan saat lelaki itu turun dari mobil. Bukan berlebihan atau mau pamer atau apa, tapi waktu belum pulih benar, Roger tidak bisa berdiri tegak, dan ingin terjatuh saat berjalan di tempat yang agak tinggi. Makanya Anna meminta Roger diperiksa lebih lanjut. Tapi sekarang Roger sudah biasa, naik turun tangga pun sudah bisa, sudah kuat. “Tidur di atas saja, di kamarmu.” Kata Roger membalas Anna. “Di bawah saja, nanti kalau turun ke bawah capek.” “Tidak, aku kan sudah kuat.” Roger bersikeras. “Di atas saja tidak apa-apa, Na. Nanti kalau butuh sesuatu tinggal bilang, biar dibantu, tidak perlu naik turun.” Barack yang memang ikut bersama mereka tadi langsung menyahut. “Baiklah,” Anna menurut, tidak menedebat lagi. Mereka lantas masuk ke dalam rumah, sementara Barack memilih duduk di ruang keluarga, Anna menemani Roger ke atas, mau langsung istirahat saja. Di dalam kamar yang selalu rapi itu, mereka langsung menuju ranjang, dengan telaten Anna membantu menaikkan kaki Roger. Begitu sudah memastikan Roger mendapat posisi yang nyaman, Anna langsung balik badan, ingin mengambil air minum karena kalau malam dia suka kehausan, Roger juga suka terbangun malam minta minum. “Anna kemari.” “Ya?” Anna kembali menoleh menatap Roger yang memanggilnya. “Ada apa, Kak?” Anna mendekat, langsung menerima uluran tangan Roger, kemudian duduk serong ke arah lelaki itu. “Ada apa?” ulang Anna. Roger yang sedang bersandar pada headboard hanya menggeleng pelan, lantas tersenyum kecil dan meminta Anna untuk lebih mendekat lagi. Anna mendekat saja, menerima dengan senang hati saat sisi wajahnya dielus oleh sang suami. “Harusnya kita senang-senang.” Roger berujar lirih yang langsung disenyumi Anna saat itu juga. “Tidak apa-apa, Kak. Kan bisa besok-besok. Kenapa tergesa sekali?” tanya Anna kalem yang dibalas Roger cengiran. “Kan pengen, Na. Baru juga malam pengantin. Kemarin sebelum kecelakaan sudah menyusun rencana, harus rajin usahanya biar cepat diberi momongan.” Anna jadi geli sendiri, dia tersenyum tak habis pikir dengan Roger yang jujur sekali jadi orang. “Mau Kakak apa? Jangan yang itu. Kakak kan masih pemulihan.” “Kan aku tidak sakit, Na.” Roger menatap Anna tanpa dosa, sok kuat pula. “Besok-besok ya, kalau sudah sembuh?” Anna menatap Roger setengah memohon. Kalau Roger sehat-sehat saja Anna tidak akan keberatan. Masalahnya mata sebelah kanan Roger masih bengkak. Bagaimana kalau nanti Anna tidak sengaja menubruk matanya? Pulang bukannya cepat sembuh malah tambah bengkak yang ada. “Kan aku tidak sakit, Na…” Roger malah merajuk seperti anak kecil, yang sama sekali tidak cocok dengan tampang gaharnya. “Astaga, Kak. Kakak bukan anak kecil, kenapa merajuk seperti itu?” “Ya memangnya akum au merajuk pada siapa, Na? Tembok? Kan mumpung sudah punya istri, bebas dong?” Anna hanya menggeleng pelan dengan senyum yang menguar dari bibirnya yang ranum. “Kakak istirahat dulu, besok-besok saja, ya?” “Terserah kamu, lah.” Roger langsung melepas tangan Anna dan memposisikan tubuhnya untuk tidur, benar-benar seperti anak kecil yang merajuk pada sang ibu. Perempuan bertubuh ideal ini menghela nafas pelan, lantas menepuk paha suaminya yang meringkuk ini pelan. Tidak menyangka kalau Roger akan betulan merajuk padanya. Sayangnya, Anna memang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungan badan dengan Roger sekarang. Ya lihat saja tampang Roger, bukannya merasa tenang, Anna jatuhnya malah tertekan. “Kak, aku ambilkan minum dulu.” Roger tetap diam meski Anna sudah keluar dari kamarnya sekalipun. Ini. Mungkin hal semacam ini yang akan dirasakan oleh pasangan yang baru menikah. Perlahan-lahan sifat asli mulai tampak. Anna saja tidak menyangka kalau Roger bisa menjadi sosok yang manja, yang sangat kontras sekali saat lelaki itu tengah fokus pada sesuatu yang terlihat dewasa sekali. Baru saja Anna kembali ke kamar, membawa air putih untuk Roger kalau tengah malam kehausan. Jadi sekalian saja diambilkan, daripada naik turun dalam keadaan mengantuk, takutnya jatuh di tangga. Apapun itu bisa terjadi. Selalu ada kemungkinan meskipun kecil. Tahu apa yang Anna lihat? Suaminya itu malah memposisikan handphone-nya landscape seperti orang sedang main game. Anna jelas langsung memekik, setengah berjalan cepat menghampiri Roger. “Kak? Istirahat?” setengah memelas, Anna menatap dimana suaminya ini berada. Sayangnya, Anna malah dianggurkan seperti orang tidak penting. Roger tetap duduk bersandar pada dashboard dan memainkan handphone-nya. Dokter bilang, Roger dilarang menaytap layar apapun. Anna masih ingat itu. Karena itu hanya mentrigger nyeri yang dirasakan oleh Roger. Tapi lihat sekarang, malah lelaki itu mencari penyakit. Padadal, sudah jelas kalau Roger juga mendengar tentang pantangan itu dan dirinya sendiri juga merasakan itu adanya. Namun tetap saja Roger tidak menghiraukan kesehatannya sendiri. Entah apa yang lelaki ini inginkan sebenarnya. “Ya sudah, iya.” Kata Anna pasrah dengan wajahnya yang nampak kuyu, sepertinya ikutan lelah sendiri menghapi kekanak-kanakan Roger. Senyum penuh makna lantas Roger berikan. Handphone diletakkan begitu saja di tepi ranjang yang membuat Anna mau tak mau ikutan naik ke ranjang. Anna kira, mereka akan melakukan hal itu lagi. Namun bukan itu yang ternyata Roger lakukan. Lelaki itu hanya minta ditemani karena Anna sibuk dengan urusannya sendiri sedari tadi. “Kau istiraht saja, Na. Aku menikahimu bukan dijadikan sebagai pelayan.” Gumam Roger pelan, kemudian mendekat masih dengan posisi telentang karena kalau miring, tangannya masih sakit. Karena itu jadi Anna yang tidurnya miring, menghadap Roger. Tangan rampingnya sibuk mengusap puncak kepala suaminya ini sayang. “Aku tidak pernah merasa dijadikan sebagai pelayan.” Anna membalas pelan. Lagi pula memang seperti itu kenyataannya. Roger memperlakukannya begitu lembut hingga Anna merasa orang paling berharga bagi lelaki yang tengah tiduran dalam dekapannya ini. “Mari merencanakan ke depannya kita mau apa.” “Hm?” Anna membalas denga gumaman pelan, lantas kembali bertanya. “Berencana apa lagi? Kakak sudah punya rumah, ke dokter bulan depan.” Saking polosnya jawaban Anna, Roger jadi tertawa. Menertawakan kepolosan istrinya sendiri. “Maksudku saat ini, Na. Kenapa sulit sekali membuatmu mengerti, hm?” “Apa sih, Kak? Aku tidak paham sama sekali, sungguh.” Roger sedikit mengangkat kepalanya, tangannya juga bekerja sama dengan menarik tengkuk wajah Anna mendekat, agar bisa menyatukan bibir keduanya. “Ini kau baru mengerti.” Roger kambali tertawa yang memuat Anna tersenyum seadanya. “Aku kira sudah lupa.” Jawab Anna alakadarnya. Pasalnya, dia mengira kalau setelah ini langsung istrahat, tapi harus olahraga malam dulu untuk menidurkan suaminya yang mendadak menjadi manja saat sakit. Ketika pasangan ini kembali menyatu, dengan tempo yang sederhana, tidak tergesa, Anna tahu kalau Roger memang bukan pilihan yang salah. Hanya saja dirinya yang salah karena baru tahu setelah semua yang terjadi. Setelah sekian lama, yang seharusnya waktu selama itu cukup bagi ini untuk mengembalikan segala yang telah hancur berkeping-keping, tak akan pernah bisa terbentuk kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD