Ruang rapat yang dingin dengan dinding kaca dan pencahayaan elegan itu seketika terasa sempit dan tegang ketika Reinaldi masuk, mengenakan jas rapi dan senyum tipis yang tak sepenuhnya tulus. Arga sudah duduk di ujung meja panjang, dikelilingi beberapa staf senior, namun hanya ada satu kursi kosong—tepat di hadapannya. “Lama tak bertemu, Arga,” sapa Reinaldi, suaranya datar tapi mengandung nada menantang. “Langsung ke inti saja,” jawab Arga dingin, berusaha menjaga fokusnya pada dokumen proyek di hadapannya. Pertemuan itu semestinya membahas kerja sama ekspansi properti di kawasan pinggiran kota—proyek besar yang melibatkan investasi besar dari kedua belah pihak. Namun Reinaldi tampaknya datang dengan niat lain. Di tengah pembahasan, Reinaldi tiba-tiba menyisipkan kalimat menusuk, “Ngo

