Tubuh Deswita yang selama enam tahun terbaring kini perlahan mulai bergerak. Jemarinya gemetar menopang tubuhnya untuk duduk, dan matanya yang semula sayu kini berbinar melihat sosok Arga berdiri di ambang pintu. “Arga…” ucapnya pelan, senyum mengembang di bibir pucatnya. “Aku pikir… ini mimpi.” Arga melangkah pelan mendekat, tapi dalam hatinya ada perang batin yang tak tertahankan. "Tidak Des, aku... benar-benar ada di sini, bersamamu." "Aku sangat bahagia, karena kamu... masih memegang janjimu." Deswita tersenyum menipiskan bibirnya dengan mata berbinar. Senyum Deswita yang dulu selalu membuatnya tenang kini justru menggetarkan dadanya dengan rasa bersalah. Bukannya bahagia, Arga justru memikirkan wajah Alula—sosok perempuan yang kini menjadi pendamping hidupnya, yang selalu mend

