Part 4 - What's Going On Here?

1483 Words
"Astaga bisa kau hentikan itu!" Woojin tak tahan lagi. "Ha? Apa Kak?" Yeonsoo menoleh padanya, terlihat sekali gadis itu sedang tidak fokus. Woojin heran. Semalam sepulangnya mereka ke apartemennya, Yeonsoo terus saja linglung dan bertingkah seperti orang bodoh. Gadis itu melamun sambil menatap ke satu titik. Bila ditanya ia hanya mengatakan 'ha?' atau 'eh?' yang membuat Woojin ingin melemparinya dengan pisau dapur. Woojin tak terbiasa melihat tingkah Yeonsoo yang seperti ini. Biasanya gadis itu akan melompat-lompat dan berteriak seperti monyet untuk meminta sarapan setiap pagi. Namun kali ini Yeonsoo bangun dengan tenang. Ini bukan gaya Yeonsoo sama sekali. "Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Woojin sambil meletakkan sepiring roti bakar di depan Yeonsoo. "Aku baru menyadari kalau aku sangat bodoh." keluh Yeonsoo. "Kau baru menyadarinya? Aku bahkan sudah sadar sejak awal kau menginjakkan kakimu di apartemenku." ejek Woojin. Ejekan Woojin tak digubris oleh Yeonsoo. Gadis itu mengambil sepotong roti dan mulai mengunyah. "Aku sangat jarang bertemu dengan Senior Jongchan. Mengapa kemarin aku bisa lupa meminta kontaknya? Kalau begini bagaimana aku bisa bertemu dengannya lagi? Takdir tak selamanya mempertemukan kami secara tiba-tiba." keluh Yeonsoo. Ah ... Jadi ini masalah senior Yeonsoo itu?Woojin berdecih, dasar remaja labil! Ah tak sadarkah kau dirimu bahwa kau juga seperti itu bila menyangkut Seungwan, Park Woojin? Ting tong ... Ting tong ... Woojin melepas apronnya dan melihat siapa yang datang. Ia mendengus saat mengetahui yang datang itu sahabatnya, Jaehoon. Jaehoon berkali-kali mengucap syukur saat Woojin membukakan pintu untuknya. Jujur, saat ini Jaehoon tak seperti Byun Jaehoon yang Woojin kenal. Pria yang biasanya sangat peduli dengan penampilannya itu sekarang sangat berantakan. Rambutnya acak-acakan, kemejanya kusut dan beberapa kancingnya terlepas. Belum lagi di pipi Jaehoon ada cap tangan. Sepertinya Jaehoon baru saja ditampar oleh wanita. Woojin heran, sebenarnya ada apa dengan semua orang pagi ini? "Park Woojin kau harus membantuku! Ini akan menjadi hari terakhirku untuk hidup bila dia menemukanku!" pinta Jaehoon panik. Tak lama setelah mengatakan itu, bel pintu Woojin berbunyi lagi. Kali ini berkali-kali. Woojin jadi khawatir pada keadaan bel pintunya. "Kau membuat masalah apa lagi?" tanya Woojin malas. "Nenek sihir tahu aku menambah jumlah kekasihku lagi." keluh Jaehoon pelan. "Kau memang cari mati! Kak Jaehwa sudah memberi keringanan padamu dan membiarkanmu memiliki sepuluh kekasih. Mengapa kau melanggar perjanjian kalian lagi?" omel Woojin "Aku tak membutuhkan omelanmu. Yang kubutuhkan saat ini adalah tempat bersembunyi!" Apa kalian tahu siapa Jaehwa? Coba tebak! Apa? Salah satu kekasihnya Jaehoon? Salah! Yang benar Jaehwa adalah kakak perempuan Jaehoon. Jaehwa benar-benar tak suka bila adiknya mempermainkan para gadis dan menjadi playboy. Sayangnya hobi Jaehoon ini sulit dihilangkan. Sehingga Jaehwa berkali-kali menghukum dan memukulinya agar Jaehoon berhenti dari hobinya itu. Walau sepertinya itu tak berguna. Karena Jaehoon tak pernah jera walau dihukum dengan cara apapun. "Kak Woojin, mengapa pintunya tak dibuka?" tanya Yeonsoo. Woojin menyeringai. Mungkin sesekali mengerjai Jaehoon bukanlah ide yang buruk. Ia menahan lengan Jaehoon, "Kang Yeonsoo, buka pintunya!" Jaehoon menoleh pada Woojin dengan tatapan horor ia beralih pada Yeonsoo dengan cepat, "Jangan!" Yeonsoo menatap mereka heran. Tapi begitu melihat wajah pucat Jaehoon dan juga seringai Woojin, ia tahu akan terjadi sesuatu yang menarik. Ia pun membuka pintu itu sesuai perintah Jaehoon. "Jangan!" jerit Jaehoon sambil memberontak meminta dilepaskan. Bagaikan slow motion, pintu itu terbuka pelan menampilkan Jaehwa yang menyeringai iblis. Gadis itu memukul-mukulkan payung yang dipegangnya ke telapak tangannya. "Kau pikir kau bisa lepas dariku adikku sayang?" Jaehoon segera bersembunyi di belakang punggung Woojin. Pria itu terlihat sangat ketakutan. Woojin tertawa. Hanya Byun Jaehwalah yang bisa membuat Jaehoon bertingkah seperti ini. "Kakak, aku berjanji tak akan seperti itu lagi. Aku akan memutuskan semua kekasihku saat ini. Jadi lepaskan saja aku, ya? Ya? Kumohon!" bujuk Jaehoon. "Tidak! Tak ada jaminan kau takkan berbuat seperti itu lagi." Jaehwa berucap tegas. Jaehoon meneguk air liurnya takut-takut. Pria itu semakin mengeratkan pegangan tangannya di pundak Woojin saat Jaehwa mulai melangkah ke arahnya. "A-aku bisa menjamin hal ini! Lagipula sekarang aku sudah memiliki orang yang kusukai. Hanya dia satu-satunya yang akan menjadi kekasihku mulai sekarang." ucap Jaehoon meyakinkan. "Kau pikir aku akan percaya begitu saja?" Jaehoon berpindah ke sebelah Woojin Menarik agar sahabatnya itu untuk menjadi tamengnya. Sebuah ide melintas di pikirannya. Pria itu menggigiti bibirnya. Lakukan atau tidak sama sekali! Jaehoon lalu tanpa aba-aba, ia tiba-tiba menarik tengkuk Woojin yang lebih tinggi darinya. Membuat Woojin menoleh padanya dan bibir mereka bertemu. Woojin membelalak saat bibir sahabatnya itu mendarat di bibirnya. Woojin syok setengah mati. Ia merasa ingin muntah saat ia menyadari yang menciumnya adalah sahabat prianya. Jaehwa membeku di tempat sementara Yeonsoo menjerit sambil mengabadikan moment ini dengan kamera yang entah ia dapatkan darimana. Jaehoon melepaskan ciumannya dan memeluk lengan Woojin. "Mulai sekarang aku takkan berpacaran dengan gadis-gadis itu. Berterimakasihlah pada Woojin yang sudah membantuku menemukan orientasi seksualku yang sebenarnya. Kau tak perlu khawatir lagi, Kak. Aku hanya akan memiliki satu kekasih, yaitu Park Woojin." Bruk ... Jaehwa sukses pingsan, begitu pun Woojin. Jaehoon tak menangkap tubuh Woojin walaupun ia ada di sampingnya. Dirinya membiarkan sahabatnya itu jatuh ke lantai dan menambahkan tendangan di perut Woojin. "Itu balasannya karena tak tahu membalas budi. Aku sudah banyak membantumu tapi kau membantu menyembunyikanku dari Jaehwa saja tak bisa." ucap Jaehoon datar. Yeonsoo yang melihat itu hanya bisa meringis. Niat jahil Woojin malah berujung petaka baginya. Tapi tak apalah. Ia mendapat banyak foto bagus yang bisa ia jual. Yeonsoo akan kaya setelah ini. *** Woojin membuka matanya dan mengerjap. Apa yang terjadi? Siapa dia? Dimana ini? Ah benar-benar tidak lucu kalau ia amnesia hanya karena dicium Jaehoon. Dicium oleh Jaehoon, mengingatnya saja Woojin merasa ingin muntah. "Sudah bangun?" Yeonsoo menatapnya polos. Woojin bangkit dari posisi berbaringnya ke posisi duduk. Badannya sakit semua. Ia ditidurkan di sofa yang bahkan lebarnya hanya setengah tinggi badannya. Tentu saja badannya pegal-pegal. Astaga seharusnya ini menjadi hari minggu yang tenang untuknya. Terimakasih pada Woojin dan Jaehoon yang berhasil membuat hari minggu berharganya hancur berantakan. "Mana Jaehoon?" tanya Woojin. "Di dapur." ucap Yeonsoo santai. Ya, Yeonsoo santai. Tapi Woojin tak santai mendengar Jaehoon ada di dapurnya. Yeonsoo dan Jaehoon sama buruknya dalam memasak. Woojin segera berlari ke dapur. Hah ... Untung saja dapurnya aman. Jaehoon sepertinya baru bersiap-siap untuk memasak. "Kau sudah bangun?" "Begitulah. Dimana Kak Jaehwa?" tanya Woojin. "Pulang. Kau pikir kemana lagi? Hahaha aku sangat berterimakasih pada Yeonsoo karena memotret ekspresinya saat aku menciummu. Ekspresimu juga sama parahnya." Jaehoon tertawa puas. "Sialan kau! Bibirku masih suci dan tak pernah dicium gadis mana pun! Kau membuat ciuman pertamaku bersama pria!" marah Woojin Jaehoon mengendikkan bahunya tak peduli. Woojin tahu dengan jelas sahabatnya yang satu itu pendendam. Dan Jaehoon akan melakukan apapun agar dendamnya terbalaskan. Mungkin yang dilakukan Jaehoon tadi adalah bentuk balas dendam Jaehoon padanya. Dasar sinting. "Kak Jaehwa takkan menggangguku lagi. Aku telah membunuh dua lalat dalam satu kali tepuk." ucap Jaehoon dengan nada menyindir. "Terserahlah. Lagipula aku yakin Kak Jaehwa juga masih curiga padamu." ejek Woojin. Jaehoon bersedekap, "Kalau begitu aku harus terus menempelimu agar kakakku takkan curiga lagi padaku. Mudah bukan?" Woojin melotot, "Hei, mengapa kau membuat—" "Kak Woojin, aku lapar! Jangan salahkan aku kalau apartemenmu kuhancurkan bila lima belas menit lagi belum ada makanan di meja makan!" teriak Yeonsoo. Jaehoon dan Woojin saling berpandangan. Woojin pun mulai panik menyiapkan makan malam. Astaga hari ini benar-benar kacau! *** "Woojin-ah!" Woojin menoleh dan mendapati Seungwan yang memanggilnya. Ia tersenyum. Ini sebuah kemajuan! Akhirnya tuhan memihak padanya! Seungwan yang memanggilnya lebih dulu! "Ada apa?" tanya Woojin. Pura-pura kalem padahal dalam hati jingkrak-jingkrak kanguru. "Ah itu ... Bagaimana skripsimu?" tanya Seungwan. Semangat Woojin turun sekian persen. Menanyakan skripsi pada seorang mahasiswa yang skripsinya berkali-kali di tolak adalah hal yang haram untuk di lakukan. Kalau Jaehoon yang menanyainya mungkin Woojin sudah mencekik leher sahabatnya itu hingga mati. Untung saja yang bertanya adalah Seungwan. Lagipula sebuah keajaiban bagi seorang Park Woojin karena bisa berhasil bertahan sampai bab tiga saat ini. "Eumm itu ... Yah kau tahu lah ...," Woojin. menggaruk tengkuknya gugup. "Kau butuh bantuan? Kebetulan milikku sudah sampai di bab akhir. Aku bisa membantumu bila kau mau." tawar Seungwan. Sebenarnya Woojin ingin menolak karena harga dirinya. Tapi bila memikirkan rambutnya yang bisa-bisa botak karena skripsi membuat ia mengangguk mengiyakan tawaran Seungwan. Ambil sisi baiknya. Ia bisa dekat dengan Seungwan berkat skripsinya. "Eumm baiklah." ucap Woojin. "Bagaimana kalau kita membicarakannya setelah pulang nanti?" tawar Seungwan lagi. "Baiklah." *** Woojin pulang dengan perasaan bahagia. Ya tentu saja. Ia berada bersama Seungwan dalam waktu yang lama. Ia tak menyangka ternyata Seungwan adalah gadis yang memiliki banyak ide-ide yang menarik dan juga sangat paham mengenai hukum. Kalau seperti ini skripsi Woojin pasti akan cepat selesai dan akan diterima dengan baik oleh dosen pembimbingnya. Woojin membuka pintu apartemennya dan terkejut melihat ada dua pria yang tak ia kenal ada di dalam dengan Yeonsoo yang terbaring tak sadarkan diri dengan wajah babak belur di sofa. "Apa yang terjadi di sini?" **** Makassar, 07 Agustus 2016
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD