Kau sangat jelek

1058 Words
Kesal lantaran diketawain Rindu mengambil lumpur dan melempar wajah Pernadi. "Rindu!" Gertak Pernadi, membersihkan lemparan lumpur di wajah. Gadis disana terbahak-bahak. Pernadi menghampiri menyentil kening sepupunya itu. "Auh sakit, bang." Rindu mengaduh, memengangi keningnya yang berdenyut. "Sudah jelek bertingkah lagi." Pernadi mendengus kesal. "Kau tahu kenapa Nenek menjodohkan kita? Itu karena Nenek takut, tidak satupun pria yang mau sama kamu di dunia ini." Ketus Pernadi, mengejek. Rindu mendongak, mereka berdiri di pematang sawah yang habis panen. Membalas pria ini tidak boleh dengan kemarahan. Gadis remaja mengulum senyum di bibir lalu meyengir kuda. "Abang ...." Mendesis, mengibaskan bulu mata lebat, berusaha genit. Pria yang di goda menaikkan kedua alis, perutnya mual. Jemari menyentil jidat untuk kedua kalinya. "Abang sakit...." Merajuk, mengoyangkan kedua bahu. Bibir mencebik sok manja. "Berhenti memanggilku begitu, bodoh. Dasar menyebalkan!" Pria jangkung kesal, ia mendorong bahu kecil Rindu. Kaki gadis tergelincir dari pematang sawah kehilangan kestabilan tubuh. "Pariban(sepupu), aku mencintaimu ...." Teriak Rindu, sengaja menggoda. Memancing kemarahan pria jangkung. Pernadi sangat marah mendengarnya, ia berbalik. Berjalan menghampiri, hampir terpeleset. Membuat Rindu terbahak. Ekspresi pria itu saat menahan kestabilan tubuhnya, terlihat lucu bagi Rindu. Dasar anak kota! "Kau dengar baik-baik, ya." Menuding, tatapannya sangat menusuk. "Jangan harap menikah denganku!" Tatapan penuh kebencian. "Aku akan menikah denganmu," Nada manja. "Kau tuh jelek, rambutmu ini kayak sarang tikus. Lebat, kaku, berantakan dan tidak ada yang menarik dari tubuhmu. Jangan bermimpi menikah denganku." Sengaja mengibaskan kasar rambut ikal Rindu. Memindai seluruh penampilan gadis itu dengan tatapan remeh. "Memangnya kenapa kalau aku jelek? Rambutku lebat berantakan? Kau tuh harus terima karena sebentar lagi, aku bakal jadi istri kamu." Menantang, mulutnya bicara begitu cepat dengan suara melengking. "Kau!" Pernadi mengepal kedua tangan erat. "Apa?" Rindu menatang, mendongak membalas tatapan tajam Pernadi. "Minggir, calon istri mau lewat!" Rindu sengaja mendorong pria jangkung hingga terjatuh masuk ke dalam kubangan kerbau. Pernadi tidak bisa menghindar, seluruh tubuh depan mencium kubangan. Pernadi keluar dari kubangan, wajah penuh dengan lumpur, ia berubah layaknya manusia tanah liat. Rindu terbahak. Pria itu sudah sangat marah, tampak dari dadanya yang naik turun menahan emosi. "Rindu ....!!!" Teriaknya, menyapu lumpur yang menempel di wajah. Gadis di sana langsung diam. Kali ini kemarahan pria itu tidak boleh di anggap remeh. Pernadi membawa langkahnya pulang. Rindu mengikuti dari belakang. Pria tampan jadi bahan ketawaan orang yang berpapasan dengan mereka. Rindu sesekali menggertak anak-anak yang menertawakan Pernadi. Pria desawa, terus melangkah mengabaikan tatapan orang padanya. Sepanjang jalan mereka terdiam. "Nadi, kamu kenapa?" Tanya Rukaya saat melihat putranya pulang dengan keadaan begitu. Ini pemandangan langkah baginya hingga wanita paruh baya itu terbahak di teras rumah. "Tanya ponakanmu itu." Ketus Pernadi. "Pa, pinjam ponselnya." Rukaya menyambar ponsel yang ada di tangan suaminya. Ia segera menekan camera dan memotret putranya. "Mama!" Hardik Pernadi begitu mendengar bunyi camera. "Semua orang tidak waras!" Teriak Pernadi, menekan langkah menuju halaman belakang. "Dia marah, Pa." gumam Rukaya pada suaminya. Sambil melihat hasil photo Pernadi lalu menunjukkan pada Gordon. Mereka kedua terbahak melihat hasilnya. "Rindu, coba tengok calon suamimu ini." Ucap Rukaya sembari terkekeh. Rindu menekan bibir dengan giginya. Ia menyesal mengusili sepupunya itu. "Tante, Rindu kebelakang ya." "Iya sayang." kata Rukaya tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel. "Kirimin ke Wa dia pa, ini lucu bangat." "Eih, jangan. Makin marah nanti." ucap Gordon. Rindu menunggu Pernadi di depan pintu kamar mandi. Suara air terdengar mengalir deras. Tidak lama kemudian, pintu membuka. Pernadi terkejut melihat gadis yang paling ia benci saat ini tepat di hadapannya. Gadis itu menutup mata dengan kedua telapak tangan, mengintip dari celah jari. Pria di hadapanya sangat seksi. Handuk melilit di pinggul, sisa air dari rambutnya menitik mengalir di leher jenjang turun ke d**a putih yang bidang. Rindu menelan ludah kuat-kuat, jantungnya berdegup kencang. Ini pertama baginya melihat pria setampan ini. Sepupunya sangat menggoda. Rindu bahkan membayangkan lengan berotot milik Pernadi bisa meremukkan gadis di bawah tubuhnya saat bercinta. "Minggir!" Perintah Pernadi. Rindu segera menggelengkan kepala, otaknya tiba-tiba m***m. Ia memberi jalan untuk Pernadi. Rindu kembali ingat, tujuannya menunggu di depan pintu kamar mandi. Ia mengejar Pernadi dari belakang. "Bang," panggilnya menghentikan Pernadi membuka pintu kamarnya. Pria itu berbalik. Ia kesal gadis itu mengikutinya, menarik tangan Rindu dan membawanya masuk ke dalam kamar. "A-apa yang ...." "Ssttt ...." Menutup mulut Rindu dengan telapak tangannya, mendorong gadis remaja pada dinding. "A-aku cu-ma mau minta maaf." gumam Rindu, lututnya gemetar. Ia yakin Pernadi tidak akan berani melakukan hal memalukan padanya. Pernadi mengangkat dagu Rindu, menekan kuat. "Aku sangat membencimu!" Ia berucap di wajah Rindu dengan nada lambat dan tegas. Aroma nafas yang keluar dari rongga mulut sangat segar. Pria itu baru gosok gigi. "Kau akan menyesal setuju menikah denganku, karena itu. Katakan pada Nenek, bujuk dia supaya membatalkan perjodohan kita." Pernadi melepas kasar dagu Rindu. "Aku nggak mau," Alih-alih takut dengan ancaman sepupunya. Rindu malah tergoda menikah dengan pria ini. Rindu meleletkan lidah, menjadikan Pernadi kesal. "Dasar gadis aneh." Pernadi jengkel.Ia membuka pintu dan membuang Rindu dari dalam. Rindu tersenyum, menekan d**a yang berdebar. Wajahnya sangat merona, otak mesumnya meraja lela mengingat perut datar dan bibir seksi Pernadi. .... Semenjak dijodohkan Rindu jadi sering merawat diri. Tiap malam mengolesi Body Lotion. Luluran dan maskeran, ia sangat bersemangat melakukannya. Sementara di Jakarta, Pernadi menjalani hari-harinya indah bersama kekasih, Cintya. Cintya gadis gadis idamannya, cantik dan berkelas berbanding terbalik dengan sepupunya yang tampak urakan. "Mau kencan kemana, sayang?" Tanya Pernadi setelah Cintya masuk kedalam mobilnya. Pernadi langsung mendekat hendak mencium kekasihnya tetapi, Cintya segera memalingkan wajah, sengaja. "Mmm, kemana aja deh." Ucapnya sembari mencari sesuatu di dalam tasnya. "Pantai ya?" "Sayang ... kemana aja boleh, kecuali pantai. Aku nggak mau main air." Cintya menolak lalu mengolesi bibirnya dengan lipstik merah. "Baiklah, aku tahu tempat yang bisa menyenangi hati kekasihku ini." Pernadi menjawil ujung hidung Cintya. Menghidupkan mesin mobil dan mulai mengemudi. Dalam perjalanan Cintya sibuk memainkan ponselnya. Beberapa kali Pernadi menangkap senyum di bibir kekasihnya itu saat mengetik. "Sibuk bangat sih sayang?" Tanya Pernadi, sesekali melihat Cintya. "Ini loh sayang, teman group pada bahas hal-hal lucu." Jawab Cintya, tanpa melepas jari dan tatapannya dari ponsel. "Bahas apa emangnya, sampai lupa sama pacar sendiri." Cintya, mengembuskan nafas kecil. Ia melihat Pernadi lalu mengulas senyum manis. "Maaf ya sayang." Menyimpan ponsel ke dalam tas. "Aku sangat pencemburu loh, Tya. Saat kita bersama jangan mainin ponselmu. Kita kencan hanya seminggu sekali, jangan sia-siakan momen itu." Ucap Pernadi dan diangguki Cintya. . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD