Chapter 3

1956 Words
Sudah seminggu sejak kejadian itu Mikaila tak menampakkan dirinya di sekolah. Edzard penasaran apa yang sebenarnya terjadi, gosip tentang Mikaila beredar bahwa Mikaila sekarang ada dirumah sakit jiwa. Edzard berusaha untuk meyakinkan itu. Dia mencari tahu temtang Mikaila dan benar, dia berada disana. Apa yang sebenarnya terjadi, bahkan Mikaila seharusnya tak sampai menjadi seperti itu. Entah kebenaran atau apa, ibunya Edzard, Anita bertanya padanya tentang anak perempuan yang berasal dari sekolahnya. "Ed, apa kau tahu ada anak sekolah dari sekolahmu yang dirawat ditempat Mom bekerja?" Ibunya membuka perbincangan saat mereka sedang santai diruang keluarga. "Siapa Mom?" Dalam hati Edzard berharap kalau itu bukanlah Mikaila. "Namanya Mi ... ehm sebentar," wanita itu berusaha mengingatnya. "Mikaila?" Tanya Edzard. "Ya, itu dia." Ucap ibunya, sedang Edzard seakan lemas setelah mendengarnya. "Sejak kapan Mom?" Suara Edzard yang terdengar meninggi dan terlihat nada kekhawatiran disana membuat Ibunya memandang curiga. "Sudah lima hari yang lalu." Jawabnya datar. "Apa aku boleh melihatnya Mom?" Tanya Edzard dengan sangat jelas. "Bisa saja sih, kamu mengenalnya?" Rasa ingin tahu ibunya ini ada ragu pada Edzard untuk mengatakan bahwa dia mengenalnya dan bahkan dia mengkhawatirkan gadis itu. "Ya, dia temanku Mom. Aku kasihan padanya, dia sepertinya harus diberi dukungan yang lebih besar." Jawab Edzard sambil melihat kearah Ibunya. *** Edzard melihat Mikaila dari luar ruangan, mereka mengatakan Mikaila baru saja habis mengamuk jadi dia belum bisa didatangi oleh orang lain. Menurut perawat yang menjaganya, dia tak mau makan atau minum dan dia juga selu menjerit histeris pada orang lain. Terlebih parah lagi kemarin saat ada temannya datang. Setelah kedatangan mereka Mikaila yang sudah mulai tenang kembali berteriak histeris. Sudah beberapa hari ini Edzard datang dan hanya melihat Mikaila dari luar. Dia juga selalu menitipkan roti kepada perawat yang sedang berjaga, dan Mikaila hanya mau menerima roti itu, bahkan jika sampai sore dia belum menerimanya dia akan bertanya pada perawatnya. Dengan membujuk ibunya yang juga seorang perawat ditempat ini, akhirnya Edzard dibantu Ibunya diam-diam menemui Mikaila, padahal keluarganya jelas memerintahkan bahwa Mikaila tidak boleh dijenguk oleh siapapun, karena dokter yang merawatnya juga menganjurkan seperti itu untuk saat ini. Dilihat dari tingkah Mikaila yang selalu mengamuk saat ada orang lain yang datang menemuinya, termasuk kedua orangtuanya. Saat Edzard memasuki ruang perawatan ini, dia sangat hati-hati menghampiri Mikaila yang masih melihat dengan tatapan kosong keluar jendela. "Ila ..." Sapa Edzard dengan hati-hati dan suara yang sangat pelan, takutnya dia mengejutkan Mikaila. Gadis itu saat mendengar suara yang sudah dikenalnya langsung melihat kesumber suara. Dia yakin betul bahwa itu adalah anak laki-laki yang memberikannya rasa nyaman saat bercerita tentang keresahan dalam hatinya. Dia bahkan tidak menyangka bahwa Edzard bisa menemukannya diruang kecil yang mengurungnya ini. "Ed, aku merindukanmu." Ucapnya ketika itu dan membuat Edzard tersenyum sangat manis. "Apa kau sudah makan hari ini?" Tanya Edzard padanya dengam sangat lembut. "Aku hanya perlu roti darimu." Jawab Mikaila. "Apa yang kau rasakan?" Tanyanya lagi. "Mereka masih saja bertengkar, aku muak mendengarnya." Ucap Mikaila pada Edzard. "Apa kau masih berkutat dengan cerminmu?" Tanya Edzard saat dia melihat ada cermin yang disembunyikan oleh Mikaila dibawah selimutnya. "Hanya dengan ini aku bisa bertahan Ed. Orang disekolah pasti mengejekku karena aku masuk rumah sakit jiwa kan?" Pertanyaan ini terdengar miris ditelinga Edzard. Edzard hanya tersenyum, dia bingung menjawab apa karena jelas disekolah sudah heboh dengan sakit mental yang dialami oleh Mikaila. Cerita ini cepat menyebar bagai serbuk bunga yang tertiup angin diatas bukit. "Yah ... aku tahu kau juga pasti berpikir aku gila, tapi kemudian aku berpikir kalau kau berbeda dari mereka. Aku mengucapkan terima kasih atas roti-rotimu." Ucapnya dengan sangat santai. Edzard tersenyum lagi dan dia mendengarkan semua apa yang dikatakan oleh Mikaila. Saat dokter ingin datang memeriksa keadaan Mikaila, dia menyadari sesuatu bahwa Mikaila masih memiliki teman yang dia bersedia untuk bercerita tanpa dipancing. Dokter Farukh berhenti didepan pintu dan memerhatikan keadaan pasiennya. Setelah Edzard keluar dari ruang perawatan dia terkejut karena dokter Itu berdiri disana bersama dengan Ibunya yang memasang wajah muram. Sepertinya dia membuat Ibunya dalam masalah karena telah membiarkannya masuk kedalam ruang perawatan Mikaila. Dokter itu memerintahkanEdzard untuk datang keruangannya setelah dia memeriksa seluruh keadaan pasiennya. "Mom, apa mom tak masalah dengan kejadian ini? Kenapa dokter itu memanggilku dan kenapa Mom terlihat ketakutan?" Edzard sepertinya merasa bahwa Ibunya akan dihukum karena perbuatannya yang memaksa wanita itu untuk masuk melihat keadaan Mikaila. "Nak, tidak ada masalah dengan ini. Kau tenang saja. Ibu sudah menjelaskan dengan dokter Farukh kalau kau adalah teman dari Mikaila." Ibunya berusaha tenang, tapi jelas saja dia juga tidak tenang karena dia membuat kesalahan dengan memasukkan orang lain kedalam ruang perawatan dimana pasien tersebut tidak diperbolehkan menerima tamu. Dia bahkan menyalahgunakan wewenangnya. Mereka berdua tiba diruang dokter Farukh, ada sedikit kecemasan terlihat diwajah Ibunya Edzard. Tentu saja anaknya menyadari hal ini dia merasa bersalah pada Ibunya karena kekeraskepalaannya ini mungkin akan membuat ibunya diberi sanksi. "Silahkan duduk." Dokter Farukh dengan ramah menyapa ibu dan anak ini. Edzard dan Ibunya duduk berhadapan dengan dokter ini. Edzard terlihat tenang dan ini bisa dibaca oleh dokter Farukh. "Sebelummya Saya mohon maaf Dok karena membiarkan anak Saya masuk ke dalam ruang perawatan pasien." Ucap Ibu Edzard dengan lemah, Edzard melihat Ibunya dengan rasa penyesalan dan dia hanya tertunduk. "Ah bukan, saya bukan ingin mempermasalahkan hal itu. Saya hanya ingin tahu, apa kau teman Mikaila?" Tanya dokter ini pada Edzard dan membuatnya yang tertunduk itu melihat kearah lawan bicaranya. "Be ... betul dok." Edzaed sedikit gugup saat ini, dan ibunya melihat bergantian antara dokter Farukh dan Edzard. "Apa dia sering bercerita tentang masalahnya padamu?" Tanyanya lagi dan membuat bingung Ibunya. "Sebenarnya kami sempat bercerita satu kali sebelum dia masuk kerumah sakit ini Dok. Setelah itu Saya tidak bisa menemuinya lagi disekolah." Jawab Edzard dengan sangat jelas dan membuat dokter Farukh tersenyum. "Apa dia dekat dengan temannya yang lain? Ataukah dia ada teman yang sering diajaknya bicara lagi?" Dokter ini seperti sedang mengintrogasi Edzard. "Dokter, sebenarnya anak Saya ini tidak terlalu dekat dengan pasien bernama Mikaila, tapi dia hanya merasa bahwa sesama teman perlu ditolong, makanya dia memaksa Saya untuk menjenguk temannya." Ibunya Edzard memotong pembicaraan Edzard dan dokter Farukh, dia sebenarnya tak ingin melibatkan anaknya dengan hal yang bisa membuatnya terlibat masalah. "Kamu tenang saja Anita. Apa Saya boleh minta bantuanmu Nak?" Tanya dokter ini pada Edzard. Edzard mengangguk dengan pasti, sedang Ibunya hanya melihat Edzard dengan tatapan berat hati. Dia sebenarnya tak menginginkan anaknya terlibat jauh dengan anak perempuan yang ada di bangsal rumah sakit tempatnya bekerja. "Tapi dokter, dia masih dibawah umur dan memerlukan persetujuan Saya sebagai walinya." Ucap Ibunya pada dokter ini. "Mom, tenanglah ini akan baik-baik saja. Percayalah padaku." Edzard meyakinkan ibunya bahwa tak ada masalah dengan hal ini. "Baiklah." Ibunya menyetujuinya lalu meninggalkan ruang dokter ini. Edzard ditanya apa saja yang terkait dengan Mikaila, dia menceritakan semuanya, karena dia ingin Mikaila segera mendapatkan perawatan yang tepat agar mereka bisa bertemu kembali. Setelah hari ini, Edzard tidak bisa datang menemui Mikaila, karena dia harus sibuk dengan kegiatan sekolah. Setelah memenangkan olimpiade tingkat nasional tiga bulan lalu, dia harus mewakili negara tercintanya untuk ikut dikancah internasional. Olimpiade fisika itu diadakan di Jepang. Dari mulai persiapan sampai dengan selesai memakan waktu lebih kurang dua bulan, sampai akhirnya saat dia ingin melihat Mikaila, dia harus menelan sebuah kekecewaan. Mikaila telah dibawa oleh orang tuanya ke luar negeri untuk menjalani pengobatan. "Mom, apa Mom tidak tahu keluarganya membawa Mikaila kemana?" Edzard bertanya penasaran saat makan malam dirumahnya. "Kita tidak diperbolehkan menanyakan apapun tentang pasien Sayang. Lagipula, kenapa kau sangat penasaran dengan Mikaila?" Ada rasa tidak suka dari nada bicara Ibunya. "Aku kasihan padanya Mom, dia bahkan memiliki masa lalu yang mungkin jika aku ada diposisinya entah aku sudah melakukan apa saking putus asanya." Jawab Edzard sambil memandang pasti Ibunya. "Mom sebenarnya tidak terlalu menyukainya, Mom sebenarnya sejak awal merasa menyesal karena mengatakan hal itu padamu sampai akhirnya kau sangat dekat padanya." Ujar Ibunya Edzaed saat mereka sedang menonton acara televisi bersama. "Mom, dia itu gadis yang keren! Dia bisa melewati masalahnya. Kenapa Mom tak melihat Mikaila dari sisi yang lain?" Edzard membela Mikaila. "Nak, Kau harus menjauhi anak yang seperti itu. Dengar ya, Mom tak menyukainya. Orang tuanya saja sangat sombong, mungkin itu juga kenapa anak mereka menjadi seperti itu." Ibu Edzard mengambil air minum dan meneguknya dengan campuran rasa dongkol dihati. "Nah itu Mom tahu!" Edzard tersenyum melihat Ibunya, "Mom tahu kan orang tuanya seperti itu, nah dia itu sebenarnya bisa lebih baik dari orang tuanya. Apa Mom masih meragukan aku?" Ibunya menyerah melihat tingkah anaknya ini. "Mom, Dengerin aku deh. Mikaila itu sangat berbeda, sebelumnya dia sangat ceria dan punya banyak teman, dia selalu tersenyum lalu setelah banyak hal yang membuatnya terpukul dia menarik diri dari lingkungannya. Menurutku orang seperti itu dibantu bukan malah dijauhi." Edzard berkata dengan lembut pada Ibunya. "Terserah kau saja. Kau tahu, seorang yang memiliki penyakit mental akan terus seperti itu. dia tidak akan berubah, karena kita tidak bisa mengubahnya dan gangguan seperti itu bahkan sudah terbentuk dari DNA nya." Ibunya masih saja menentang. "Mom, itu untuk kasus yang berbeda, apa Mom tak percaya padaku?" Edzard kemudian memluk dan mencium pipi Ibunya. "Mom tahu? Dia itu gadis yang baik, Mom harus lihat dia dari sisi lainnya, Aku bahkan bersedia membantunya." "Apa kau menyukainya?" Ibunya bertanya dengan sangat jelas. Edzard diam, dia tak bisa menjawabnya, karena menurutnya dia memang memiliki rasa lain pada Mikaila, tapi dia memiliki tujuan lain yang lebih besar daripada sekedar cinta-cintaan yang dimiliki anak SMA. "Kau menyukainya kan?" Pertanyaan itu kembali diulang oleh Ibunya. Edzard hanya tersenyum, "Mungkin, tapi Mom tahu aku harus menjadi seorang yang bisa berhasil agar aku bisa membuat Mom bangga padaku." "Nak, dengarkan Mom, Kau boleh menyukai siapapun, Kau boleh jika mau pacaran, tapi Mom minta jangan dengan orang yang aneh." "Kenapa Mom selalu mengatakannya aneh? Apa ada sesuatu yang tak aku ketahui?" Edzard memandang curiga pada ibunya. "Setelah tiga hari kau tak menjenguknya kerumah sakit, dia menjerit sejadi-jadinya, entah apa yang dilakukannya saat itu, lalu dia melakukan percobaan bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya dengan pecahan cermin yang selalu dia bawa ..." ucapan itu terhenti, membuat Edzard sangat terkejut mendengarnya. "Maksudnya? Dia berusaha untuk bunuh diri? Lalu bagaimana reaksi orang tuanya?" Edzard dengan mata yang melotot bertanya dengan sangat tidak santai pada Ibunya. "Kebenaran saat itu Ibu yang sedang bertugas jaga, setelah kami melihat keadaannya dia hampir kehabisan darah kami langsung membawanya keruang perawatan darurat. Orang tuanya datang dengan cepat setelah dihubungi pihak rumah sakit lalu saat tiba disana Ayahnya mengamuk dan mengatakan kalau kami tidak becus mengawasi pasien." Ibunya Edzard berbicara dengan tenang sambil mengelus kepala anaknya. "Lalu, karena itu orang tuanya membawanya keluar dari rumah sakit itu?" Tanya Edzard. "Yah begitulah kira-kira kejadiannya." "Apa Ibu tahu mereka membawa Mikaila kemana?" "Entahlah, katanya keluar negeri. Dia akan mendapatkan perawatan disana." "Luar negeri mana Mom?"Tanya Edzard penasaran. "Ed, jangan tanya lagi. Mom mengantuk dan mau istirahat. Kau istirahat saja dan jangan pikirkan anak gadis itu lagi." Ibunya beranjak dari tempat duduk lalu measuk kedalam kamarnya. Edzard yang ditinggal sendiri mulai memikirkan cara bagaimana cara agar dia bisa bertemu kembali dengan Mikaila. Bahkan Mikaila mungkin sudah mengisi hati kosongnya dengan berbagai macam bunga. 'seandainya aku bisa bercerita padamu tentang aku yang sekarang merindukanmu.' Gumam Edzard pelan. Saat itulah, Edzard memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang dokter. Dulu, dia sangat ingin menjadi terampil dibidang informasi teknologi, tapi saat dia kehilangan Mikaila dari jangkauannya, dia sangat ingin menolong orang-orang yang seperti Mikaila. 'Mikaila, kau harus tahu saat ini aku memiliki cita-cita baru yang seharusnya aku bisa menemukanmu.' batin Edzard. Setelah membersihkan meja makan, dia kembali memasuki kamarnya. Dimeja belajarnya dia membuka sesuatu dari tasnya. Roti isi coklat yang sangat dia sukai, roti yang selalu dia bawa untuk Mikaila saat dirumah sakit. 'Aku berharap bisa menemukanmu segera Mikaila.' Edzard berkata perlahan sambil menguyah rotinya. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD