Bab 3

1597 Words
"Ry!" Gadis manis itu menoleh kemudian tersenyum ketika tahu siapa yang memanggilnya. "Keiya!" serunya senang. "Kok Ry sendiri?" tanya Keiya sambil memutar topi baseball-nya ke arah belakang. Ry mengangkat bahu. "Rin di lapangan basket, setelah tadi ngomel karena Sie nggak masuk lagi." Ry tertawa kecil yang membuat lesung pipinya melekuk dalam. Keiya terpesona melihatnya. "Terus, tadi Mina ada rapat sama Shoun." Keiya diam melongo menatap Ry. Membuat gadis bertubuh mungil itu bingung sekaligus kesal. "Keiya!" sentak Ry. Pemuda itu kaget. "Ah i-iya," jawab Keiya gugup. "Keiya kenapa sih?" sungut Ry kesal. "Aku kan lagi ngomong sama Keiya, nggak lagi ngomong sama tembok." Gadis itu cemberut. "So-sorry." Keiya tergagap. "Tumben Ry baca," ucapnya mengalihkan pembicaraan. Kapten klub baseball itu menunjuk buku yang berada di tangan Ry. Ry nyengir sambil mengangkat bukunya. Keiya tersenyum melihat buku itu. Komik. Pantas. Harusnya dia sudah tahu, tidak mungkin Ry membaca buku selain buku komik. "Aku mau ngomong serius sama Ry," ucap Keiya tiba-tiba. Pemuda itu mendekati Ry kemudian duduk di sampingnya. "Ngomong aja," pinta Ry santai. Dia masih fokus padaa bacaannya. "Aku suka Ry!" ucap Keiya lirih. Tidak bisa keras-keras, nanti mengganggu orang lain yang juga asyik membaca. Mereka kan sedang berada di perpustakaan. "A-apa?" Ry tidak percaya mendengarnya, mata bulatnya melebar. Ditatapnya pemuda itu nanar. Astaga, dia tidak salah dengar kan? Keiya, the cool boy menyukainya? Yang benar saja? Keiya kan salah satu dari tiga pemuda most wanted di sekolah. Rasanya tidak mungkin pemuda yang tampannya selangit menyukainya. Oke, Ry memang suka berlebihan, tapi dia tidak mempunyai kata-kata lain lagi untuk mendeskripsikan seorang Keiya Setsuna yang mempunyai fansgirl bejibun dan cantik-cantik. Sangat berbeda dengannya yang bertubuh pendek dan kecil. Masih banyak gadis lain. Sepertinya dia memang salah dengar. Keiya mengganguk. "Aku serius. Aku suka sama Ry!" ulang Keiya. Wahh ini pasti mimpi. Iya mimpi. Harus cepat-cepat bangun nih. Ry mengerjapkan matanya beberapa kali juga memasang telinganya baik-baik supaya dia tidak salah dengar lagi. "Ry?" Keiya mengibaskan tangan kanannya di depan wajah Ry membuat gadis itu tersentak kaget. "Aku beneran suka sama Ry!" ulang Keiya lagi. Kali ini lebih keras dan penuh penekanan di setiap katanya. Ternyata bukan mimpi, ucap Ry dalam hati. Pendengarannya juga tidak bermasalah, tidak perlu ke dokter THT untuk check-up. Ry menatap Keiya dengan mulut terkatup. Gadis itu berpikir keras. Dia juga menyukai Keiya, tapi dia sudah memiliki Ruu, dan dia sangat menyayangi Ruu. Walaupun dia tau Ruu tidak setia dan tukang selingkuh, Ry tetap menyayangi pemuda itu. "Ry?" Ry terkejut. "Ya-ya?" tanyanya tergagap. "Kenapa?" tanya Keiya khawatir. "Ry diam aja." Ry menggeleng cepat. "Aku nggak minta Ry buat jawab, aku cuma ngutarain perasaan aku aja. Aku tau juga Ry belum siap buat jawab perasaan aku," ucap Keiya lembut. "Kalo Ry mau jawab, jawab aja kalo pas Ry udah siap." Keiya tersenyum. "Aku nggak bakalan kemana-mana." "Keiya." Ry menggenggam tangan pemuda itu. Perasaannya mulai aneh. Dadanya berdebar. Keiya memegang tangan Ry yang menggenggam tangannya kemudian mengangguk. "Aku tau," ucap Keiya. "Ry udah punya cowok kan?" Ry menatap Keiya lirih. Gadis itu merasa bersalah. Padahal dia tidak melakukan hal apa pun yang menyakiti Keiya. "Sie yang ngasih tau ke aku," ucap Keiya seolah tahu jalan pikiran Ry. "Sie?" potong Ry cepat bertanya. Sepasang alisnya bertaut bingung. "Namanya Ruu, kerja di Mobeus. Cakep katanya," sambung Keiya. Senyum tak luntur dari bibirnya. "Lalu?" tanya Ry penasaran. "Lalu aku tetap aja sayang sama Ry," jawab keiya. "Walopun aku tau udah ada cowok lain di hati Ry." Keiya... Ry menggenggam tangan pemuda kapten tim baseball itu kuat. Dia semakin bingung. Hatinya serasa terbelah. Keiya pemuda yang baik. Populer juga. Sebenarnya dia juga suka Keiya, tapi... *** "Gimana dong?" tanya Ry bingung ke-genknya saat mereka menikmati waktu istirahat di taman. Duduk di bawah pohon sambil ngemil memang sangat menyenangkan. Ditambah angin yang bertiup sepoi-sepoi, membuat Ry ingin memejamkan mata dan tidur siang seandainya bisa. "Ry juga suka Keiya kan?" tanya Rin balik sambil menyedot minumannya. Ry mengangguk ragu. "Ya udah terima aja," usul Rin enteng. Ry terkejut. Mina juga tersedak softdrink yang diminumnya saking kagetnya. Rin payah, pikir gadis lembut itu. Sembarangan saja memberikan saran. "Terus, Ruu gimana?" tanya Ry lagi setelah hilang kagetnya. "Aku kan sayang sama Ruu." Rin mencibir. "Sayang?" ulangnya. "Emangnya Ruu sayang juga ama Ry?" tanya Rin pedas. Ry terdiam, kemudian mengangguk ragu. Rin tersenyum sinis. "Kalo Ruu sayang juga sama Ry, nggak mungkin dia selingkuh!" Ry menatap adiknya kacau. Benar nggak ya omongan Rin? tanyanya dalam hati. Apakah Ruu juga menyayanginya? Bagaimana kalau tidak? Namun dia yakin Ruu menyayanginya. Ry tertunduk. "Ry." Mina mendekati temannya yang kekanak-kanakan itu. "Kalo Ry emang yakin berarti iya," hibur Mina sambil memeluk Ry. Mina tahu Ry terpukul dengan kata-kata adiknya. Rin memang keterlaluan! rutuk Mina dalam hati. Marah pada Sie dilampiaskan pada Ry dan Ruu. "Rin!" tegur Mina. Gadis tomboy itu menoleh. Mina memberinya isyarat agar minta maaf pada Ry. Rin menundukkan kepala lalu beringsut mendekati kakaknya. "Ry..." Ry mengangkat wajahnya. "... Sorry," ucap Rin menyesal. "Aku nggak serius ngomong kayak gitu. Ry kan tau kalo aku marah sama Sie." Ry tersenyum. " Aku tau kok," ucapnya sambil menjitak kepala Rin. "Aww sakit, b**o!" Rin mengusap kepalanya. Ry cengengesan. "Balasan karena Rin tadi udah bikin aku baper." Rin menatap kakaknya sengit. Ry menjulurkan lidahnya mengejek. Sementara Mina hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan kakak-beradik itu. . . . . . . . . . . "Mii!" Dari jauh Ry sudah meneriakkan nama itu. Dengan berlari kecil diselingi lompatan di antaranya Ry mendekati rumah itu. Ry tau Ruu tidak ada di rumah, tadi sore dia melihat pemuda itu pergi lagi, lembur atau ngedate dengan gadisnya yang entah nomor berapa Ry tidak peduli. Yang pasti dia bisa bebas bercanda bersama Mii. Lagipula dia masih belum mau bertemu dengan Ruu, belum siap. Omong-omong soal Ruu ngedate dengan gadisnya yang lain, apakah benar dia tidak cemburu? Sepertinya tidak, hanya saja rasanya sedikit sesak dan kesal. Ugh, baiklah! Ry merasa dia kalah. Bukan pada gadis yang bersama Ruu, melainkan pada Ruu sendiri. Rasanya sangat tidak menyenangkan saat kau merasa dikalahkan oleh kekasihmu sendiri. Ry menggeleng pelan mengusir rasa itu. Dengan langkah perlahan Ry memasuki pekarangan kemudian mengendap-endap di beranda agar tidak ketahuan. Rencananya dia ingin mengagetkan Mii, tidak sadar kalau teriakan super kerasnya tadi sudah terdengar oleh gadis berwajah imut itu. Ry mengetuk pintu begitu tiba lantas bersembunyi. Namun gadis mungil itu mengerutkan alisnya karena Mii yang ditunggunya tidak muncul-muncul. Pintu rumah Mii memang terbuka, tapi tak ada siapa pun yang berdiri di ambang pintu. Padahal Ry sudah siap-siap untuk mengagetkan Mii. Ry melongokkan kepalanya ke dalam rumah. "Mii?" Kening Ry berkerut heran melihat Mii yang duduk manis di depan tv. Gadis itu tersenyum jahil menggodanya. Ry berpikir keras. Kerutan tajam tampak di dahi putihnya. Biasanya yang membukakannya pintu adalah gadis berwajah boneka itu. Terus juga, seingatnya tidak ada seorang pun yang iseng di rumah ini membuka pintu lalu bersembunyi dibalik pintu kecuali Mii tapi sekarang Mii duduk manis di sana. Dengan penasaran Ry menjulurkan kepalanya menengok siapa di balik pintu, dan yang dilihatnya hampir membuat jantungnya berhenti berdetak. Ruu! "Ruu ngapain ngumpet di situ?" omel Ry setelah kagetnya hilang. "Nunggu Ry, jawab Ruu dengan tampang tak berdosa. Ry mengerjap beberapa kali mendengarnya. Ruu menunggunya, benarkah? Pendengarannya sedang tidak bermasalah kan? Ry menatap Ruu heran. "Ayo!" Ruu menarik tangan Ry menuju kamarnya. "Aku mau ngomong sama Ry," ucapnya. Ry mengikuti Ruu dengan bingung. Kenapa Ruu mau berbicara dengannya? Tidak biasanya. "Ruu mau ngomong apaan sih?" tanya Ry setelah sampai di kamar Ruu. Dengan cuek gadis itu duduk di sisi tempat tidur Ruu. Ruu menutup pintu, menguncinya kemudian duduk di depan Ry. Ditatapnya gadis mungil itu lembut. "Ry kok jarang di rumah?" tanya Ruu. "Jarang?" potong Ry cepat sambil menatap Ruu kesal. Bagaimana tidak kesal, bertanya seperti ini saja masa harus di dalam kamar? Dasar Ruu kurang kerjaan atau apa? "Bukannya Ruu yang nggak ada terus? Aku sering ke sini kok, tanya aja Mii!" Ry cemberut. "Masih marah ya?" tanya Ruu tanpa memedulikan ucapan Ry. "Ruu nggak denger ya aku ngomong tadi?" Ry makin kesal. Gadis itu mengentakkan kaki. "Tapi seenggaknya kan Ry bisa mampir ke Mobieus." "Ngapain?" tanya Ry galak. "Biar aku bisa liat Ruu mesra-mesraan sama cewek lain lagi?" Ry menggigit bibir setelah menanyakan itu. Ruu terdiam. Sedetik kemudian sudah dikecupnya bibir gadis itu, dilumatnya beberapa saat. Ry kaget, tapi dibiarkannya tanpa berniat membalas. Dia masih kesal pada Ruu. "Sorry, ucap Ruu lirih setelah ciuman mereka berakhir. Digenggamnya tangan Ry erat. Ry menatap Ruu heran. Alisnya terangkat sebelah. Tidak biasanya Ruu seperti ini, Ruu kan tidak semelankolis ini. Ruu memang romantis, tapi tidak seromantis sekarang, bahkan kadang-kadang menyebalkan. Namun sekarang, angin apa yang merasuki Ruu sampai dia bersikap ala-ala Romeo seperti ini. "Waktu itu Gea datang sendiri. Kalo tau Ry mau datang aku bakalan nyuruh Gea pulang dan nggak kayak gitu," ucap Ruu. "Kalo tau." Ry menggeleng mengusir sesak yang tiba-tiba menyeruak dengan tidak tahu dirinya. "Kalo nggak?" Ruu diam lagi. Ditundukkannya kepalanya. "Meskipun begitu, di belakang aku Ruu tetap ngeduain aku kan. Bahkan lebih." Ruu menatap Ry cepat. "Tapi yang aku sayang cuma Ry!" protesnya membela diri. Ry memejamkan matanya. Apakah dia harus memercayai Ruu? Atau lebih percaya pada Rin? Entahlah, Ry tidak tahu. Yang diketahuinya cuma satu. Dia sangat menyayangi Ruu. Perlahan Ry membuka matanya. Dipeluknya pemuda itu. "Aku sayang Ruu," bisik Ry lirih. Ruu balas memeluk Ry erat. "Aku juga sayang Ry!" Ruu menenggelamkan wajahnya diceruk leher Ry. Menghirup aroma yang dirindukannya. Dan berharap waktu berhenti saat ini, saat mereka bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD