Aneh mengapa Olin tidak berjingkrak kegirangan mendengar penuturan Arif bahwa dirinya dan Inge telah menyepakati perceraian dan membatalkan perjanjian. Bukankah dengan begitu Olin bisa memiliki Arif dan anaknya? Olin mengusap perutnya yang buncit. Bolehkah sekarang ia merasa menjadi calon ibu? Olin benar-benar tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Entah karena Olin terlalu lelah dipermainkan dalam harapan dan segala ketidakpastian yang Arif berikan, atau karena tidak percaya semua akan berakhir begini saja. "Terus apa rencanamu, Mas?" tanya Olin, menemani Arif yang tengah melampiaskan segala yang dirasakannya dengan minum minuman beralkohol. "Mau bagaimana lagi? Aku nggak akan bisa menjadi gubernur termuda. Semua usahaku nggak ada artinya." "Apa nggak ada cara lain? Mungkin maju

