10. How Old You

969 Words
 Chapter 10 How Old You? Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?" Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan. "Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya. Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine." Alva bisa merasakan kakunya cara Sidney menerima cumbuan bibirnya, ia menduga hal itu karena Sidney terlalu tegang dan anehnya ketegangan yang Sidney alami ternyata menular padanya dan Alva merasakan jika hal itu cukup aneh mengingat Sidney bukan wanita pertama yang ia kencani. "Menikmati wine dan mengobrol sampai pagi?" tanya Sidney dengan nada sedikit menggoda. "Jika kau menginginkan itu, kita bisa menghabiskan malam ini dengan bertukar pengalaman hidup kita." Dan aku hanya akan mendapatkan kantung mata lalu kehilangan kesempatan tidur dengan pemain sepak bola seksi yang telah berada di depan mata. Sidney tidak ingin membuat kesempatannya hangus untuk kedua kali. Sedikit canggung ia menyentuh lengan Alva yang masih terbungkus kain kemeja, tetapi otot lengan pria itu terasa keras di tangannya. "Aku tidak tertarik mengobrol malam ini," ucapnya dengan nada tegas tetapi tetap terkesan lembut. Alva juga tidak. Bahkan sejak kemarin malam ia tidak ingin mengobrol, yang ia inginkan adalah berada di dalam tubuh Sidney sembari meremas b****g indah wanita yang kini berada di bawahnya. Ia menunduk untuk mendapatkan bibir Sidney, mengecupnya dengan lembut kemudian perlahan-lahan memagutnya dan mencumbui setiap bagian bibir indah Sidney yang terasa sangat lembut. Sidney merasakan dadanya bergemuruh saat tangan Alva mulai meraba sekujur tubuhnya, menelusuri kulitnya yang masih terbalut pakaian namun terasa sangat peka. Dadanya terasa mengencang dan bagian bawah perut Sidney merasakan penyiksaan yang luar biasa, ia mendambakan Alva hingga mulai melupakan kegugupannya yang kini mulai berubah tidak sabar. Sel-sel dakam dirinya mendambakan Alva sepenuhnya. Ia mengerang, membusungkan dadanya merapat pada Alva. Kedua kakinya melingkar di pinggang Alva, napasnya tersengal-sengal, sedangkan bibirnya tidak kalah rakus membalas cumbuan Alva yang semakin b*******h. Sidney membiarkan Alva satu persatu melucuti pakaiannya, ia pasrah di bawah tatapan mata cokelat gelap Alva yang menatapnya dengan lapar. "Kau sangat cantik, Sidney," erang Alva sembari menangkup kedua d**a Sidney, meremasnya kemudian mulutnya berada di sana. Menjilatinya bergantian. Sidney melengkungkan dadanya, ia mengerang putus asa sembari mencengkeram bagian belakang kemeja Alva saat pria itu menggigit puncak dadanya. Ia semakin putus asa saat bibir Alva menelusuri bagian perutnya dan menuju pangkal pahanya, Sidney segera merapatkan kedua pahanya. Dengan wajah bibir bergetar ia berucap, "Tidak, Alva. Jangan lakukan itu." Ia tidak siap untuk itu, ia tidak bisa membayangkan seperti apa gila dirinya jika lidah Alva berada di sana. Mungkin akan lebih gila dibandingkan saat lidah Alva berada di puncak dadanya, mungkin ia akan berteriak hingga melupakan harga dirinya. Alva mengecup pinggul Sidney dan di dalam benaknya ia bersumpah akan membuat Sidney menyesali ucapannya barusan suatu saat nanti. Ia menegakkan tubuhnya kemudian satu persatu melepaskan kancing kemejanya dan melempar kemeja itu ke sisi tempat tidur disusul dengan celana kainnya kemudian merangkak di atas tubuh Sidney. "Tunggu," ucap Sidney seraya menatap tubuh Alva, mengamati otot tubuh Alva yang kini tersaji di depannya. Ya Tuhan, dia benar-benar sempurna. Sidney tidak akan menyesal memiliki pengalaman pertama bersama Alva, atau menyerahkan kesuciannya kepada pria yang sedang berada di atasnya. Otot-otot Alva yang terjaga dengan baik, menonjol dengan bentuk tidak terlalu besar, pria itu saat tidak mengenakan pakaian bagaikan patung dewa yang dipahat sempurna. Ya sempurna. Dengan tangan nyaris bergetar Sidney mengulurkan tangannya, menyentuh otot d**a Alva kemudian turun ke perut pria itu. "Apa semua pemain sepak bola memiliki otot seperti ini?" Alva merasakan gairahnya yang panas semakin menggelegak akibat sentuhan Sidney di kulitnya dan ia tidak ingin menunggu lagi. "Beberapa menit yang lalu kau mengatakan tidak ingin mengobrol," ucapnya sebagai bentuk protes. Sidney tidak sempat menjawab protes Alva, ia tersentak karena itu memosisikan diri di antara kedua pahanya, menggesekkan perlahan benda keras yang terasa hangat miliknya ke kulit sensitif Sidney yang lembab, kemudian menindihnya dan dalam sekali sentakan Alva menerobos masuk ke dalam diri Sidney. Ia nyaris menjerit karena merasakan bagian dalam tubuhnya sobek oleh benda tumpul yang berukuran besar. Ia mencengkeram bahu Alva, menancapkan kukunya dengan tubuh yang bergetar hebat karena tidak menyangka jika pengalaman pertamanya akan sesakit ini. Sialan! Alva nyaris menjauhkan dirinya dari Sidney. Andai saja ia tahu bahwa ini adalah pengalaman pertama Sidney, ia akan lebih berhati-hati. Ia akan memasuki Sidney perlahan-lahan, bukan dengan satu sentakan keras yang menyakiti wanita itu. Berapa usia Sidney dan apa yang dia tunggu hingga bertahan sejauh ini? Dua pertanyaan itu menggema di benak Alva, tetapi saat ia mendapati Sidney yang memejamkan matanya dengan erat seolah sedang merahasiakan rasa sakit, pertanyaan di dalam benaknya menguap. Alva mengecup kening Sidney dengan lembut kemudian mengulanginya di tempat yang sama lalu perlahan-lahan ia memberikan kecupan di bibir Sidney, mencumbunya dengan cara yang mesra dan mulai menggerakkan pinggulnya dengan lembut agar tidak menyakiti Sidney meski gairah di dalam dirinya menuntut untuk dipuaskan. Namun, ia lebih memilih memberikan Sidney rasa nyaman dan aman kemudian setelah ia kembali mendengar erangan halus Sidney, Alva mulai memacu dirinya untuk mendapatkan kepuasan yang telah beberapa tahun tidak pernah ia dapatkan. Alva membenamkan kepalanya di ceruk leher Sidney, napasnya terengah-engah, sedangkan cairannya membasahi kulit luar bagian bawah perut Sidney. "A-apa kita telah selesai?" tanya Sidney dengan suara serak. Ya Tuhan, dia benar-benar polos. Alva mendaratkan bibirnya di pelipis Sidney dan berbisik, "Aku baru memulainya, Guapa." *Guapa = cantik Bersambung.... Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE. Salam manis dari Cherry yang manis. ❤️🍒
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD