BAB 4 CHANTERBURY

1069 Words
Kereta berhenti tepat di depan pintu kediaman keluarga Harrington yang sudah terbuka lebar dengan beberapa pelayan. Seorang pengurus rumah yang lebih senior berjalan lebih dulu menyambut kedatangan mereka dengan senyum ramah yang berlebihan. Meski Alex sudah lama tidak mengunjungi kediaman bibinya namun dia  masih  ingat dengan kepala pelayan yang dimiliki bibinya tersebut, meski dengan beberapa kerut disudut wajahnya yang nampak lebih mengglambir sejak beberapa tahun terakhir dia melihat nya, Adel kepala pelayan tersebut masih tidak banyak berubah. Adel memanggil beberapa pelayan lain di  belakangnya untuk membantu, beberapa pelayan muda datang menghampiri Alex dan membimbingnya keruangan yang lebih nyaman dengan sofa beludru berwarna hijau muda dan beberapa bunga segar menghiasi meja-meja di dekat jendela besar menghadap halaman rumput luas di bagian samping kediaman keluarga Harrington. Pelayan yang lain menawarkan teh beraneka aroma, yang segera disajikan dalam cangkir bermotif Mawar. Pelayan itu meletakkannya di meja kecil di samping sofa yang juga di hiasi satu vas bunga segar, aroma kuntum Mawar semerbak bercampur aroma lemon segar dari cangkir teh yang baru di tuang. Alex ingin merilekskan  tubuhnya sebentar sebelum para pelayan akan menunjukkan kamarnya. Dari tempatnya beristirahat samar-samar Alex masih mendengar keributan para pelayan yang sedang membongkar isi keretanya, saat itu lah Alex baru sadar jika ada seorang gadis muda yang sedang memperhatikannya dari tempatnya berdiri di dekat anak tangga. "Perkenalkan, Lady Annabeth, dia istri sepupumu," kata bibi Mary yang ikut duduk di sofa tak jauh darinya, Lady Mary mempersilahkan menantunya tersebut untuk ikut bergabung, dan di perkenalkan secara resmi dengan keponakannya. Lady Annabeth sudah berjalan menghampiri mereka. Awalnya Alex masih agak syok, memang selama ini dia tidak pernah memikirkannya. Meskipun dia tau sepupunya tersebut baru menikah beberapa tahun lau, tapi sejauh ini Alex benar-benar tidak pernah berpikir jika sepupunya itu tega meninggalkan seorang gadis muda sebagai seorang janda. Simpati yang tulus menyeruak sebagai wujud keprihatinan atas nasib gadis muda yang kali ini sudah berdiri di depannya dan Alex ikut berdiri. Lady Annabeth mungkin adalah gadis paling menawan yang pernah dia lihat, gadis dengan surai keemasan itu sedang berusaha tersenyum ramah menyambutnya, Netra biru terangnya nampak sayu mungkin karena lelah atau karena tumpukan kesedihan, bahkan senyum yang coba ia ciptakan pun tak mampu menyembunyikan kedinginan hatinya. Alex bisa maklum mengingat gadis semuda itu sudah harus menjadi janda seorang Earl di usianya yang masih sangat muda. Alex tau bagaimana masyarakat menghargai seorang janda dalam lingkungan sosial, tak peduli semuda dan semenawan apapun semua itu seolah tak ada artinya. Tak heran banyak janda-janda kaya pada akhirnya hanya terperangkap dalam hubungan kotor tanpa ada yang berminat untuk benar-benar menawarkan pernikahan, sangat di sayangkan Lady Annabeth masih sangat muda dan mungkin juga gadis paling menawan di seluruh London di masa debutnya. Pikir Alex, George pasti sangat beruntung mendapatkan nya. Setelah mereka sempat beramah-tamah singkat untuk memperkenalkan diri, bibi Mary menyuruh seorang pelayan  mengantarkan Alex untuk beristirahat di kamarnya. Setelah perjalanan dari Yorkshire dirinya tidak mendapatkan istirahat yang cukup selama singgah di London, dan kali ini kebutuhan itu seperti benar-benar sudah sangat menuntut, seorang pelayan  menyiapkan air panas dalam bak yang sudah di beri wewangian . "Bisakah kau tinggalkan aku sendiri." Awalnya pelayan tersebut agak canggung, tapi Alex memang tidak terbiasa dilayani hanya untuk membersihkan diri. "Sebelum itu apa ada yang bisa saya bantu My Lady." "Baiklah kau bisa melepas tali korsetku, kemudian kau bisa pergi." "Baiklah My Lady." "Cukup longgarkan saja, aku bisa melakukannya sendiri." Baiklah My Lady, Anda bisa memanggil jika memerlukan sesuatu,  ada lonceng di dekat tempat tidur Anda yang suaranya bisa kami dengar dari dapur." Alex hanya mengangguk. "Setelah mandi Anda bisa langsung beristirahat, pelayan akan mengantar makan malam Anda ke kamar. "Baiklah terimakasih, Bibi." Berterima kasih pada seorang pelayan sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus dilakukan, apa lagi memanggilnya, bibi, pelayan itu sampai hampir tersendak karena syok dan masih berdiri di tempatnya. "Baiklah kau boleh pergi." Pelayan itu seperti tergagap, "permisi My Lady," dan pelayan itu mengundurkan diri melangkah tanpa suara sampai akhirnya menutup pintu.                        ***** Dua hari sudah Alex tinggal di kediaman keluarga Harrington, dia sudah mendapat istirahat yang cukup, dan mulai membiasakan dirinya untuk beradaptasi. Pamannya belum pulang dari pejalanan bisnis yang harus kembali di urusnya setelah kepergian putranya, tak heran Lady Marry sering merasa kesepian belakangan ini.  Kali ini mereka bertiga duduk saling berjauhan mengitari meja makan yang sebenarnya terlalu besar jika tujuannya untuk mengakrabkan sebuah keluarga. Alex coba menikmati menu makanan di piringnya, coba mengabaikan bibinya yang sibuk membahas jadwal bimbingan yang harus diikutinya mulai besok. Sebenarnya Alex ingin mengajak iparnya itu bicara tapi sepertinya Lady Anna tidak terlalu acuh untuk menghiraukannya, Alex tidak tau apa memang sedingin itu sikap iparnya itu selama ini atau memang karena rasa kehilangannya yang belum usai dan masih bisa di maklumi.  Lady Anna cukup berkonsentrasi pada irisan daging asap yang baru dilumurinya dengan saus almond. "Bibi bisakah aku memiliki seekor kuda di sini? " tiba-tiba pertanyaan Alex memecah kesunyian, dan hampir membuat kedua orang di depannya tersendak. "Oh tidak, kau bahkan harus memperbaiki cara berjalanmu, My Lady, dan hewan itu sama sekali tidak akan membantu." "Bibi aku hanya minta sekali dalam seminggu." Bibi Marry masih menggeleng, "Bahkan setahun sekalipun tidak My Lady," bibi Marry ingat bagaimana hewan berkaki empat itu berlari bagai akan melempar-lemparkan tubuh gadis muda itu dari punggungnya. "Tolonglah, Bibi, aku akan mengikuti rentetan jadwal yang sudah Bibi susun rapi itu, sedangkan aku lebih khawatir bisa mati karena bosan di tempat ini sebelum aku menyelesaikan nya, tolong Bibi pertimbangkan itu sebagai sedikit konsekuensi." "Anda terlalu banyak menawar, Lady," sindir sang bibi. "Kupikir kita bisa kompromi, Bibi." Alex memang luar biasa cerdas dalam berdiskusi. "Oh Richard.... " Lady Marry kembali mengelus dadanya tiap kali, seolah untuk menambahkan hatinya sendiri, "tidak young Lady," tegas sang Contess menggeleng dan kesunyian kembali keperadabannya. Lady Anna tiba-tiba berdehem pelan namun cukup menarik perhatian mereka berdua. "Maaf saya sudah selesai Ma'am, bisakah saya kembali kekamar lebih dulu." "Oh, tentu istirahatlah nak." Lady Anna memang tak banyak berbicara, hanya sesekali saja saat dia sedang menyuruh seorang pelayan atau sedang meminta ijin pada bibinya, selebihnya belum pernah sama sekali Alex diajaknya berbicara.  Bagi orang yang belum mengenalnya mungkin akan beranggapan Lady Anna adalah gadis yang angkuh dan sombong, kadang kala Alex sempat ingin berpikir seperti itu mengingat bertapa tak acuhnya gadis cantik itu sejak kedatangan nya kerumah ini.  Tapi tiap kali Alex coba mengingat bagaimana seorang gadis muda yang sangat jelita itu harus menjadi janda di usianya yang masih sangat muda tersebut, entahlah hidup seringkali terasa kurang adil. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD