Perasaan yang hancur

2056 Words
ANDRA menarik nafas dalam-dalam. Andra kembali berbicara tanpa melepaskan pelukannya padaku. "Dia hamil Vi." Ucap Andra takut. Deg! Jantung Vio yang sebelumnya berdetak dengan kencang serasa berhenti detik ini. Pernyataan Andra membuat darah Vio berhenti mengalir dan juga membuat kaki Vio seakan mati rasa. Tak habis sampai disitu, pandangan Vio menggelap, ini kiamat bagi Vio. Pernyataan Andra benar-benar menghancurkan hati dan perasaan Vio. "An." Vio berusaha mendorong Andra menjauh dari tubuhnya dengan segenap kekuatannya yang masih tersisa. Tapi sayang, usahanya nihil. Andra semakin mengencangkan pelukannya. Vio hanya diam dan memilih untuk pasrah akan keadaan ini. Setelah merasa lebih lega, Andra melepaskan pelukannya. Vio melihat dengan jelas jika Andra menghapus air mata disudut matanya. "Andra nangis? Karna apa?" Batin Vio singkat. "Karna udah ngehamilin pacarnya? Atau karna udah bikin kecewa orang tua nya? Atau--- tidak, tidak air mata itu bukan karna ku, dan gak akan pernah untuk mu vio. Kau harus sadar." Batin Vio kali ini. Vio masih memilih untuk diam, ada banyak pertanyaan yang hinggap di otaknya saat ini, tapi Vio menahan semuanya. Vio memilih untuk tidak tau, dari pada merasakan sakit hati. Bukan hanya Andra, Vio juga sangat ingin menangis saat ini. Andra adalah pria yang dicintanya baik itu 6 tahun yang lalu dan juga detik ini. "Berapa minggu?" Tanya Vio singkat. Vio menutup matanya singkat, entah kenapa hati dan pikirannya tidak sinkron sama sekali. Andra menatap Vio nanar, ada perasaan terluka didalamnya. Tetapi Vio masih berusaha menatap Andra dengan perasaan tegar. Vio tidak ingin menangis dihadapan Andra, Vio tidak mau menitihkan air mata didepan orang yang membuat nya sakit. "11 Minggu." Pelan, tapi Vio bisa mendengar dengan jelas jawaban Andra. Vio menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Egonya sudah lebih besar saat ini. "Udah kasih tau mama?" Tanya Vio dengan nada mulai bergetar. "Vi." Vio diam sambil mengepalkan tangannya menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata. Vio memilih diam karna semakin dijawab semakin Andra tau bahwa Vio sedang menahan tangisnya. Andra menghela nafas untuk kesekian kalinya. "Maaf vi. Aku benar-benar minta maaf." Vio diam mengindahkan permintaan maaf nya. Vio sangat bersyukur karna kali ini karna hati dan pikirannya sinkron, keduanya enggan untuk menerima permintaan maaf Andra. "Mama belum tau, aku gak siap buat ngasih tau mama. Aku belum siap buat nyakitin perasaan mama." Jelas nya panjang lebar. Entah angin apa yang menerpa Vio saat ini, Vio yang sangat enggan menangis dan memperlihatkan kesedihannya pada Andra. Tapi kali ini Vio malah menegakkan kepalanya untuk menatap Andra. Vio melihat Andra dengan pandangan yang kabur dipenuhi air mata, meski begitu Vio masih bisa merasakan kekhawatiran andra padanya. Vio menarik nafas dengan susah payah. "Dan untuk kesekian kalinya, kamu lebih milih untuk cerita hal kayak gini ke aku dan nyakitin perasaanku?." "Vi, jangan nangis." Vio bisa merasakan kecemasan pada nada bicara Andra. Tapi Vio mengindahkan hal itu, perasaan Vio benar-benar tersakiti saat ini. Andra juga berusaha menggapai tangan Vio, tapi dengan cepat Vio menarik tangan nya. Vio tertawa sinis. "Jangan nangis? Setelah apa yang aku dengar dari kamu baru barusan, kamu minta aku jangan nangis?" "Vi." "An, apa kamu gak pernah sedikitpun perduli sama perasaan aku? Kamu tau semua nya an, kamu tau gimana perasaan aku ke kamu. Dan kamu selalu nyari aku disaat kayak gini, kamu selalu nyakitin perasaan aku dengan segala kelakuan kamu." Kecam Vio pada Andra. Andra hanya diam, pria itu tidak tau kata apa yang pas untuk menjawab pertanyaan Vio. Semua yang dikatakan Vio benar, Andra tau segalanya, Andra sangat tau bagaimana perasaan Vio padanya sejak 6 tahun lalu, tidak satupun ada rahasia yang disembunyikan Vio dari nya. Dan Andra mengetahui itu dengan sangat jelas. "An, apa aku gak pernah berharga sedikit pun dimata kamu, sampai kamu numpahin semua kesakitan ini sama ku?" "Kamu berharga Vi, kamu berharga." "Terus kenapa kamu nyakitin aku sedalam ini, An?" Pertanyaan simple yang dilontarkan Vio mampu membungkam mulut Andra. Tak ada satupun jawaban dan pembelaan keluar dari mulutnya. Vio menghapus jejak air mata dipipi putihnya, begitu juga dengan air mata yang tersisa disudut mata. Lalu tersenyum singkat seraya menarik nafas dalam. "Kapan kamu mau bilang ke mama? Kamu bilang apa sama pacar kamu? Kamu bilang kamu mau bertanggung jawab kan?" Tanya Vio beruntun, berusaha mengalihkan obrolan tentang perasaan nya yang sudah hancur lebur ini. "Aku gak akan bilang mama." Vio membelalakkan matanya kaget. "Andra!" "Aku minta dia untuk aborsi." Sepertinya tidak cukup bagi Andra menyerang perasaan Vio dengan pernyataan bahwa dirinya menghamili wanita yang sudah menjadi pacarnya sejak 3 tahun lalu. Kini Andra kembali menyerang perasaan Vio dengan pernyataan bahwa pria itu ingin mengaborsi janin berusia 11 Minggu yang telah disemainya. "Andra!" Vio berteriak sampai beberapa pelanggan di cafe itu menoleh pada keduanya. Vio tidak perduli apapun saat ini, dia hanya meluapkan kemarahannya. "Aku gak bisa vi, aku gak bisa sama dia." "Kalau kamu gak bisa, kenapa kamu lakuin hal sejauh ini sama dia. Kenapa an?" Tanya Vio membuat Andra bungkam. "Dari awal kamu tau, apa tujuan aku mau pacaran sama dia, kamu tau semuanya vio." Nada bicaranya mulai melemah, ada rasa frustasi didalamnya. Tapi, persetan dengan rasa frustasinya, janin berusia 11 Minggu itu lebih penting saat ini. Janin itu tidak tahu-menahu perihal alasan yang dibuat oleh ayahnya yang kurang ajar ini. "Aku tau An, aku tau semua. Tapi kamu yang milih jalan itu, kamu yang milih buat pacaran sama dia. Semua yang terjadi ini bermula dari kamu Andra." "Aku gak cinta sama dia Vi." "Kalau kamu gak cinta, kamu gak akan niduri dia sampai dia hamil Andra." Sarkas Vio sambil menatap tajam Andra. "Aku gak bisa sama dia vio, aku gak bisa." Andra bicara dengan nafas memburu. Terlihat jelas ada perasaan marah dari nada suara dan ekspresi nya berbicara. "Dari awal orang yang aku sayang kamu bukan dia! Dari awal orang yang aku cinta itu kamu bukan dia!" Ucapnya dengan tegas. Lagi. Perasaan itu muncul lagi. Perasaan senang ketika Andra mengakui perasaan nya padanya. Vio sangat membenci perasaan ini. Vio Sangat benci pada diri nya yang melupakan kesalahan Andra saat dia mengakui perasaan nya pada Vio. Vio tersenyum tipis setelah diam cukup lama. "An, kalau kamu memang sayang sama aku kita gak akan putus 5 tahun yang lalu." "Kamu tau vio alasan kita putus apa!" "Kamu gak mau merusak sesuatu yang bagus. Kamu mau kamu dapat sesuatu yang bagus itu tetap dalam keadaan bagus. Itu alasan kamu?" Tanya Vio sambil menatap Andra lama. "Aku gak mau ngerusak kamu Vi, aku gak mau nyakitin kamu nantinya." "Tapi kamu jauh menyakitkan aku dengan kamu pacaran sama cewek lain apalagi sampai kamu ngerusak cewek lain Andra!" Andra hanya diam dan pasrah. Entah mengapa, percakapan dengan Andra kali ini tidak seru. Biasanya Vio tidak pernah merasa menang saat bicara dengan nya. Vio selalu kalah jika berdebat dengannya. Tapi kali ini Vio melihat Andra yang berbeda, pria itu hanya diam dan pasrah menerima amarah Vio. Dan Vio benar-benar tidak menyukainya hari ini. "An, aku harap kamu segera kasih tau mama soal ini. Atau kamu mau aku bantu untuk bilang ke mama?" Ucap Vio menahan rasa sakit hatinya. "Jangan! Aku gak mau kasih tau mama." "Kalau begitu aku berharap kamu bertanggung jawab atas apa yang udah kamu perbuat An." Ucap Vio lagi. "Aku akan bertanggung jawab vio, aku akan bertanggung jawab kalau itu kamu vio, tapi ini bukan kamu!" Aku diam sesaat. "Perasaan sayang dan cinta kamu ke aku, udah mati sejak beberapa tahun yang lalu An. Sejak kamu mutusin untuk ninggalin aku dan milih wanita lain." Jawab Vio pelan, sangat pelan bahkan. "Enggak vio!" "Kalau kamu memang masih sayang dan cinta sama aku, kita gak akan putus. Kamu gak akan pacaran sama cewek lain, dan bahkan kamu gak akan hamilin cewek lain kayak gini!" Ucap Vio dengan nada bicara yang kembali bergetar. Andra diam. Mulutnya kembali bungkam. "Kalau kamu memang mencintaiku, kamu gak akan tergoda dengan wanita yang datang setelah ku." "Vio-." "Dan kamu gak akan berbagi tempat tidur sama wanita lain kalau memang perasaan kamu itu masih untuk aku Andra." Skakmat. Andra benar-benar tidak bisa mengeluarkan pembelaan apapun. Dia benar-benar kalah dalam perdebatannya dengan Vio kali ini. Vio berdiri dari duduknya, Vio sudah berada dititik terendahnya saat ini. Mengungkapkan apa yang dipikirkan barusan sangat menyakitkan bagi Vio. Tapi bukankah kejujuran memang selalu menyakitkan bukan? Andra mendongakkan kepalanya untuk melihat Vio, jika semakin ditelusuri semakin banyak perasaan terluka terpancar dari mata Andra. Maka semakin Vio tidak sanggup melepas Andra dari genggamannya. Melepasnya? Ya, bukankah itu yang harus Vio lakukan saat ini? Vio harus benar-benar melepaskan nya kali ini. Andra benar-benar sudah milik Vio lagi dan Vio harus mampu melepaskan dan merelakannya kali ini. "Aku pergi dulu an, aku tunggu undangan pernikahan kamu." Ucap Vio berusaha tegar. "Vio jangan gini." "Mungkin ada beberapa urusan yang harus kita selesaikan. Nanti, sekali lagi sebelum kamu nikah kita selesaikan semuanya." Vio mengepalkan tangannya erat menahan air mata yang sudah memenuhi pelupuk matanya. "Aku perlu waktu untuk menerima ini semua dan aku perlu menata sedikit hati ku lagi untuk menyelesaikan semuanya." Andra hanya diam tak sanggup menahan Vio lebih lama lagi. Karna dia tau, semakin lama dia menahan Vio maka semakin hancur perasaan Vio dibuatnya. "Hati-hati." Ucap Andra dengan enggan. Vio tersenyum tipis melihat Andra. Kemudian Vio mengulurkan tangannya untuk menepuk pundak Andra. "Bertanggung jawab atas segala yang kamu lakukan jauh lebih baik dari pada kabur dari masalah. Aku tau kamu pasti bisa." "Pergi Vi." Balas Andra akan ucapan Vio. Vio tersenyum dengan air mata yang sudah mengalir dipipinya tanpa permisi. Kemudian Vio melangkahkan kakinya keluar dari cafe itu. Andra hanya mampu menatap punggung Vio yang semakin lama semakin menjauh. "Maaf vi maaf." Hanya ungkapan tulus itu yang keluar dari bibir Andra. Setelah keluar dari cafe itu, Vio langsung mencari keberadaan mobilnya. Vio sangat ingin segera menumpahkan semua air mata yang sudah mendesak keluar. Bersamaan dengan itu, Andra mengambil hpnya dan mengetikkan pesan untuk vio, tanpa sadar air matanya mengalir saat mengetik pesan itu. Terluka? Pasti, Andra sangat terluka saat ini, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya, karna semua ini tejadi saat ini tidak lain karna ulahnya sendiri. •••• Dimobilnya, Vio tidak langsung pergi kembali ke kampus tempatnya berkerja. Vio memilih untuk diam dimobilnya dan menumpahkan semua kesedihannya. Vio menangis dalam diam saat ini, hatinya benar-benar sudah hancur. Untuk kesekian kalinya Andra memporak-porandakan hatinya. Bukan dengan memperkenalkan pacar barunya, tapi dengan kenyataan bahwa dia sudah menghamili pacarnya. Tling. Satu pesan masuk kedalam hp Vio. Vio sangat enggan untuk membaca apapun hari ini, tapi entah ada perasaan dari mana. Vio mengambil hp nya dan mulai membaca pesan tersebut. Ya, pesan tersebut berasal dari Andra. Pesan yang membuat perasaan Andra terluka sampai menitihkan air mata. ••• Maaf Vi, seharusnya aku sadar kalau aku gak pernah berhenti sedetik pun dalam 6 tahun ini nyakitin kamu. Aku sangat berterimakasih atas perasaan yang kamu kasih ke aku selama 6 tahun ini. Maaf aku gak bisa membalas semua perasaan kamu dan maaf atas semua rasa sakit yang kamu rasakan. Aku akan bertanggung jawab atas perbutan aku. ••• DUAARR! Bagai petir disiang bolong. Hati Vio kembali hancur berkeping-keping saat membaca pesan dari Andra. Entah berapa kesakitan lagi yang akan diterima nya dari laki-laki yang dicintainya itu. Tidak ada satu ungkapan yang bisa men gutarakan betapa sakit hati vio saat ini. Vio hanya diam dan menangisi kenyataan pahit yang diterimanya entah itu yang sudah berlalu atau yang terjadi hari ini. ••••• Saat ini, sudah satu jam Vio menangisi hari nya. Vio mengambil hpnya dan memberi pesan pada mahasiswanya untuk menyampaikan tugas karna keadaannya sudah sangat tidak mungkin untuk masuk kedalam kelas lagi. Sesampai dirumahnya, Vio langsung masuk kedalam kamarnya tanpa memperdulikan panggilan namanya yang diserukan sejak Vio tiba. Vio kembali menangis sejadi-jadinya didalam kamarnya. Tangisnya saat dimobil sebelumnya belum bisa menyamakan seberapa terlukanya perasaan saat ini. Seberapa kuat pun Vio menahan tangisnya, mata Vio akan tetap mengeluarkan air mata, hatinya terasa sangat sakit saat ini. Vio tidak mengerti kenapa hatinya bisa sangat sesakit ini. Vio sudah sangat terbiasa saat Andra datang dan pergi dari hidup Vio. Andra akan pergi dari sisi Vio disaat dia mendapatkan main barunya dan Andra akan kembali ke sisi Vio jika dia sudah bosan dengan mainannya. Itulah yang selalu terjadi selama 5 tahun belakangan ini dan begitulah cara Andra menyakiti vio selama 5 tahun ini. Tetapi kali ini, rasa sakit yang diberikan Andra jauh lebih menyakitkan. “Setidakberharga itukah aku? Sampai kau terus saja menghujamku dengan kesakitan?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD