Bagian 3. (flashback)

997 Words
____________ A/n : Chapter ini mengisahkan flashback Zada-Nada, harusnya memang diitalic tapi sengaja nggak aku lakukan biar tablet yang buat ketik nggak ngeblank, makasih dan harap dimaklumi. ___________ "Bang, ada kertas sama bolpoin nggak?" tanya Zada kepada salah satu montir bengkel setelah ia berhasil menjauh dari Mario yang masih menunggu motornya diperbaiki. "Ada Mas, sebentar," sahut si montir yang baru saja meletakkan beberapa ban motor bagian dalam di selasar, dia mengambil buku pada sebuah rak di dekatnya lalu memberikan benda itu pada Zada. "Makasih, Bang. Pinjam bentar ya." Si montir hanya mengangguk dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda, Zada duduk pada di bangku panjang yang terbuat dari bambu. Dia membuka buku kosong itu dan mulai menuliskan sesu—sebelum merobek kertasnya setelah rangkaian kalimat puitis itu telah jadi, ternyata Zada membuat robekan kertas itu menjadi sebuah pesawat. Ia letakkan buku dan bolpoin di bangku sebelum beranjak keluar bengkel—mendapati Mario yang ternyata menyebrang jalan membuatnya tersenyum puas, tanpa diminta laki-laki itu sudah pergi lebih dulu dan kini Zada siap melancarkan aksinya. Melihat gadis itu masih berdiri di depan minimarket membuat Zada makin bersemangat, dia mulai menyebrang jalan dan bersembunyi di balik pohon rindang yang berada di sisi jalan, Zada memegang pesawat kertas itu dan bersiap menerbangkannya, dia terus mengintip Nada dari balik pohon hingga akhirnya pesawat kertas itu benar-benar Zada arahkan pada tujuannya. Tepat, pesawat kertas yang Zada buat jatuh di dekat kaki Nada dan menarik perhatian si gadis. Zada tersenyum puas, kini ia tak perlu lagi bersembunyi dan kembali menyebrang jalan. Nada meraih pesawat kertas itu dan membuang cup jus alpukat ke tong s****h di dekatnya, segera Nada membuka lipatan kertas yang melayang ke arahnya. _______ Ada banyak hal yang tak perlu dijelaskan, Salah satunya adalah ketertarikan. _______ Nada membacanya dalam hati, ia mengeryit setelah tahu isi kertas itu. Dia mengedar pandang ke sekitar, tapi tak menemukan siapa pun di dekatnya. Memang banyak orang, tapi berada di seberang jalan—yang kebanyakan diisi oleh toko onderdil dan bengkel motor. Dia tak bisa menebak dengan jelas siapa yang memberinya kertas itu. "Siapa sih? Lagian emangnya ini buat gue yah," gumamnya heran. Sedangkan si pemilik kertas mengulas senyumnya di depan bengkel, dia duduk bersama beberapa orang, jadi belum tentu Nada akan tahu jika dialah pelakunya. Jatuh hati itu nggak susah kok, cukup lihat dia dari awal, itu aja, batin Zada. ________ Setelah hari pertama kalinya Nada menerima surat berbentuk pesawat kertas itu, dia sering menemukan kertas yang sama pada loker miliknya di sekolah. Saat itu Nada masih kelas sepuluh, dia bahkan menyimpan semua kertas-kertas berisikan kalimat puitis itu pada sebuah kotak kecil biru muda di dalam almari kamarnya. Cukup lama Nada tak kunjung menemukan pelaku meski bukan peneror yang menakutkan, tapi Nada benar-benar penasaran pada siapa yang suka memberinya kalimat-kalimat puitis itu. Lantas, apa maksud serta tujuan si pengirim meski setiap kali ia mendapatkannya—Nada bisa menyimpulkan jika si pengirim menyukai dirinya. Seperti malam itu, dia kembali mengambil kotak biru muda di dalam almari besar kamarnya. Nada membawa kotak itu dan meletakannya di ranjang, dia baru mendapat satu lagi sebuah kertas saat pulang sekolah setelah membuka lokernya. Kadang dia merasa aneh, bukankah hanya dia dan pihak sekolah saja yang tahu kunci loker itu, lalu siapa lagi? Semuanya benat-benar membingungkan. __________ Padamu gadis berbandana warna abu, Maaf jika aku selalu merindu, Si pengecut yang hanya bersembunyi, Takut jika tiba-tiba kau pergi. _________ Ingin kukatakan pada sang merpati, Ada dia yang aku sukai, Biar pun jauh, ragu. Menyapamu butuh waktu. ________ Dunia takkan pernah memihak Jika kita tak mencoba beranjak Melangkah melewati kerikil-kerikil pada setapak Biar kuraih tanganmu agar kita serempak. ________ Jika aksara tak mampu buatmu percaya Harus kulakukan apa? Sudah kutangisi, merintih dan berdoa Semoga kelak dikau membuka mata ________ Itulah sebagian kata puitis yang sudah Nada terima dan sering kali ia baca ulang, bahkan membolak-baliknya berharap ada petunjuk atau minimal inisial si pengirim, tapi memang hanya ada kalimat puitis itu saja yang ia jumpai. Meskipun Nada datang lebih awal ke sekolah agar bisa menemukan si pelaku, tapi nyatanya tak semudah itu, karena kertas bisa saja ditemukan saat jam istirahat, pulang sekolah atau jam pelajaran. Si pengirim begitu pandai layaknya tupai, Nada begitu gemas pada orang yang selalu memberinya kalimat puitis itu. Sekali-kali tunjukan wujudnya agar dia bisa mengucapkan terima kasih atau mengungkap kekesalannya. Dia membuka lipatan kertas yang baru diterima hari ini, gadis itu membacanya lagi dalam hati. __________ Kau adalah sepotong kisah, Tertulis begitu rapi dengan tinta merah, Kau adalah setangkai mawar merah Meski penuh luka, tapi tetap merekah. _________ "Kok gue ngerasa jadi Wulan di Roman Picisan yah, apa si pengirim ini emang fans si Roman," ujar Nada seraya melipat kertas itu lagi sebelum ia campur bersama kertas lainnya. Nada tutup kotak biru muda itu dan beranjak menghampiri almari, tangan kanannya bergerak menarik laci paling bawah dan meletakkan kotak penuh makna yang kini tergeletak di sana. "Kalau suatu hari gue ketemu sama elo, gue akan bilang makasih karena udah bikin hari gue mulai berwarna," gumam Nada seraya mengulas senyum dan mendorong laci hingga tertutup rapat. ______________ Hingga tiba keesokkan paginya, gadis itu menemukan sebuah sticky notes menempel pada pintu lokernya ketika Nada akan menyimpan kaus olahraga. Dia menarik kertas itu hingga terlepas dan membacanya dalam hati. ___________ Telah hilang rasa meragu, Mari bertemu di belakang kelasmu. __________ "Belakang kelas? Maksudnya halaman belakang sekolah? Akhirnya dia muncul juga," gumam Nada lirih, tapi dia juga senang karena akhirnya si pengirim pesan mau menunjukan dirinya. "Nada!" seru Adela, gadis itu tengah berlari ke arah Nada. Buru-buru Nada memasukkan kertas merah muda itu ke saku seragamnya, dia tak ingin Adela tahu tentang hal itu—sebab sang sahabat tipikal orang yang suka sekali menggoda dan tak mau diam. "Gue tunggu di kelas kok lama, ada apa?" tanya Adela setelah sampai di depan Nada. Gadis itu menyelipkan surainya ke belakang telinga, "Nggak papa, bentar ya." Nada merogoh kunci loker dari saku seragamnya sebelum ia masukkan ke lubang kunci lalu memutarnya hingga terbuka, segera Nada memasukkan kaus olahraga yang sedari tadi dia pegang di dalam tote bag. ______________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD