BAB 2

807 Words
Arin menatap gedung hotel di hadapannya. Kembali menatap Rafa sedang membayar argo taxi kepada supir. Setelah itu taxi pergi dari hadapannya, Rafa menarik kopernya menuju lobby hotel. Arin mengikuti langkah Rafa menuju counter receptionis. Arin hanya menunggu Rafa berbicara kepada receptionis, setelah itu ia kembali mengikuti langkah Rafa menuju pintu lift yang tidak jauh darinya. Arin memperhatikan Rafa, ia menekan tombol 4. Arin tidak bersuara, ia hanya memperhatikan punggung Rafa. Dentingan lift berbunyi, dan ia terdiam ketika Rafa membuka pintu dengan kunci kombinasi. Arin mengerutkan dahi, Rafa hanya membuka satu kamar. "Kok hanya satu kamar? Kamar untuk saya yang mana?". Rafa membuka pintu kamar, dan mempersilakan Arin masuk. "Ini kamar kamu, kamar saya ada di sebelah". Arin kembali tersenyum, betapa senangnya hatinya mendapat tempat menginap geratis, di hotel bintang empat lagi. Tidak sia-sia ia bertemu Rafa di Bangkok. "Terima kasih ya". "Iya sama-sama" Rafa membalas senyuman itu. Arin menghentikan langkahnya, ia kembali menatap Rafa, "Setelah ini, kamu mau kemana?" Tanya Arin. "Tidur". "Jauh-jauh ke Bangkok hanya mau tidur? Ah, enggak asyik". Rafa melipat tanganya di d**a, "saya kesini hanya untuk kerja, bukan liburan seperti kamu". "Iya deh, yasudah, selamat istrahat". "Iya sama-sama. Oiya, kamu mau kemana?". "Mau jalan-jalan lah, mau kemana lagi". "Hati-hati kalau begitu, soal handphone kamu mungkin nanti sore saya akan mencarikannya" "Oke, terima kasih". "Iya". Rafa lalu masuk ke dalam kamarnya, ia meletakan koper miliknya, dan lalu di bukanya koper itu. Rafa menyusun beberapa pakaiaanya, dan disimpanya di dalam lemari. ****** Rafa mengerjapkan matanya, ia sudah terlelap beberapa jam yang lalu. Rafa menegakkan tubuhnya, dan ia berjalan menuangkan air mineral di dalam gelas, ia lalu meneguk air itu. Kembali ia teringat Arin calon adik iparnya, ia terdampar disini bersama Arin. Rafa mengambil handphone miliknya di nakas, dan mulai menghubungi kekasihnya Dea. "Halo sayang". "Iya, kamu kenapa baru hubungi saya, kamu ada dimana sekarang?" Tanya Dea, suara itu yang selalu ia rindukan. "Saya ada di hotel, tadi saya ketiduran". "Owh begitu, maaf saya baru hubungi kamu, kamu lagi apa?". "Lagi tiduran saja. Tadi saya sudah meeting dengan pihak wedding organizer, semua sudah di serahkan kepada mereka. Kita menunggu hasilnya saja". Rafa tersenyum mendengar penuturan Dea, sebulan lagi ia memang akan menikah, "Iya sayang, maaf tidak bisa menemani kamu. Kamu sudah makan?". "Sudah, sayang. Tadi mama kamu yang bawain kesini". Rafa lalu duduk di sofa mengahadap jendela. Ia menatap awan yang masih cerah. "Benarkah? Mama memang seperti itu. Mama masak apa sayang?". "Masak ayam goreng, ada cap cay nya juga, enak pokoknya. Mama kayaknya tahu bahwa saya tidak bisa masak". "Sepertinya begitu". "Kamu pasti kecewa, nanti mendapati istri yang tidak bisa masak seperti saya". Rafa tertawa, "Hey sayang, saya ini mencari calon istri, untuk menjadi ibu dari anak-anak saya. Bukan untuk membuka restoran". "Tapi, kamu sudah terbiasa makan masakan ibu kamu yang super enak ini". "Saya tidak memaksa kamu untuk masak sayang, kalau kamu berniat untuk belajar masak sama mama, silahkan mama pasti senang mendengarnya" ucap Rafa. "Iya, ya sudah kamu hati-hati ya disana. Jaga kesehatan". "Iya, saya mau mandi dulu, sebentar lagi saya menemui klien saya". "Iya". "Saya sayang kamu" ucap Rafa mengakhiri percakapannya. ******* Rafa menatap penampilannya, kemeja biru dan dipadukan dengan jas hitam menjadi pilihanya kali ini. Rafa lalu membawa tas yang telah ia siapkan. Ia lalu berjalan menuju pintu kamar, lalu di tutupnya kembali. Hari ini akan bertemu dengan mr. Sun. Ia sudah membuat janji beberapa bulan yang lalu. Semoga saja perjalananya ke Bangkok tidak sia-sia. Rafa sudah mempersiapkan bahan presentasi, semoga saja kali ini ia menang lagi. Seperti tender-tender sebelumnya. Rafa tahu apa yang ia lakukan karena inilah kerjaanya. Rafa menekan tombol lantai dasar, dan berjalan menuju lobby hotel. Rafa menghentikan taxi menuju kantor mr. Sun. Rafa memasuki bangunan gedung mr. Sun. Rafa tahu mr. Sun adalah orang terpenting disini. Receptionis menunjukkan arah ruangan itu. Sepertinya receptionis itu sudah tahu, bahwa ia akan bertemu dengan mr. Sun. Rafa memasuki ruangan yang di d******i estalase kaca, ruangan itu terlihat luas. Rafa menatap pria muda, mengenakan jas hitam seperti dirinya. Rafa memperkenalkan diri. Ia bersyukur menguasai beberapa bahasa, yaitu English dan Prancis, tapi tidak untuk bahasa Thai. Sejujurnya ia sama sekali tidak tertarik mempelajari bahasa Thai menurutnya tidak enak di dengar. Tapi setelah ini ia pastikan akan mempelajarinya, ia tidak ingin buta kayu seperti ini, sama sekali tidak mengerti apa yang mereka katakan. Untung saja ada penerjemah di hadapannya. Setelah presentasi selesai mr. Sun mengajaknya makan bersama di sebuah restoran. Ia terlihat segar di usianya yang tidak muda lagi. Rafa hanya bisa tersenyum, ia sejujurnya tidak enak jika berbicara lalu di terjemahkan lagi, rasanya seperti ada yang mengganjal dan tidak leluasa berbicara. Ia mengikuti mr. Sun dan menikmati hidangan yang ada dihadapnnya. Masakan Thai tidak lebih seperti masakan Indonesia, menyukai cita rasa pedas dan gurih. Setelah itu Rafa pamit kepada mr. Sun. Besok mr. Sun mengajaknya bertemu lagi. Membiacarakan kerja sama itu. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD