Part 7

1469 Words
Alvian murka mendapati Maharani tak berada di rumah. Menurut penuturan ART-nya, Maharani pergi selang beberapa menit setelah Alvian dan Susan meninggalkan rumah. Lelaki bermanik cokelat itu baru saja tiba di rumah bersama Lili dan pengasuhnya. Ia segera kembali kerumah, agar bisa mencegah Maharani pergi. Namun terlambat, wanita yang dicintainya itu sudah lebih dulu pergi sebelum dirinya sampai. "Rani!" Ia menggeram. Rahangnya mengeras mengingat Maharani yang tak menuruti kata-katanya lagi. Ia sudah berkali-kali meminta maaf atas kesalahannya, tapi seolah perasaan Mahani padanya sudah membatu. Pip pip pip. Sebuah pesan masuk dari nomor tak bernama. Dengan malas Alvian mengusap layar ponsel berlogo apel tergigit itu. Perlahan beberapa foto terpampang di layar, tidak begitu jelas karena di ambil dari jarak cukup jauh, tapi masih bisa dikenali siapa sosok yang berada di foto tersebut. Antara percaya dan tidak, dengan seksama Alvian mengamatinya. Pria yang menjabat sebagai Direktur di sebuah perusahaan tekstil itu terkesiap dengan siapa sosok di foto. Seketika darahnya mendidih bersamaan dengan gemuruh di d**a. Ia tak menyangka Maharani bertindak demikian. Tak ingin menunggu waktu lagi, Alvian segera meluncur ke hotel. Si pengirim foto memang menyertakan lokasi hotel di mana Maharani berada. "Berengsek kalian!" ••••• Di tempat lain, Maharani melangkah keluar kamar hendak mengunjungi butik. Ia berjalan sendirian di sepanjang lorong hotel dengan dekorasi minimalis itu. Kamarnya berada di lantai 10. Sesekali ia berpapasan dengan tamu hotel lain dan karyawan hotel yang hendak membersihkan kamar. Setelah menunggu sekitar dua menit, pintu lift terbuka. Dua orang keluar, dan dua orang bertahan di dalam. Maharani masuk, berdiri di sisi kiri sepasang muda-mudi yang tanpa malu saling memeluk dan sesekali mencium. 'Mungkin pengantin baru.' Maharani mencoba cuek meski sejujurnya ia merasa risih. Dilantai 5 akhirnya mereka turun, tinggallah Maharani sendiri di dalam lift. Namun lift belum tertutup sempurna, seseorang menahannya dari arah luar. Detik berikutnya, lift kembali terbuka menampilkan sosok yang coba dihindari Maharani. Andre, dengan wajah berbinar melangkah menjajarkan diri di samping Maharani. 'Dokter Andre lagi. Dunia apa memang sesempit ini?' Batinnya. Seketika air muka Maharani berubah masam. Ia hanya tak ingin orang lain salah paham melihat dirinya tengah bersama Andre. "Bu Rani, mau kemana?" "Bapak mengikuti saya?" tuduh Maharani, mengabaikan pertanyaan Andre. Andre tersenyum, "sudah saya jelaskan tadi, kalau saya bertemu rekan saya di sini. Bu Rani jangan berpikiran macam-macam tentang saya dong," tukasnya. Pria yang selalu berpenampilan necis itu memang baru saja bertemu rekan bisnisnya dan hendak pulang. Namun berkasnya tertinggal di sana, sehingga ia terpaksa kembali lagi. Dan tak disangka justru bertemu dengan wanita yang akhir-akhir ini mengusik hatinya. Maharani tak menghiraukan kata-kata Andre. Ia justru menggeser tubuhnya, sedikit menjauh. "Mau saya antar?" "Tidak perlu, terima kasih." "Tapi ...." Perkataan Andre menggantung begitu melihat Maharani melangkah meninggalkannya. Andre mengejarnya."Bu, dengarkan saya!" Diraihnya lengan Maharani. "Lepas, Pak." "Tidak, sampai Ibu mengizinkan saya mengantarkan Bu Rani." Tepat bersamaan Alvian muncul dengan bertepuk tangan dan senyum sinisnya. Seketika Andre melepaskan genggaman tangannya di lengan Maharani. "Jadi, di sini kalian rupanya!" "Mas, ini tidak seperti yang kamu pikir. Aku tidak sengaja bertemu Dokter Andre," kilah Maharani dengan wajah memucat. Alvian mendekat dengan sorot mata tajam. Wajahnya hanya berjarak sejengkal dari wajah Matahari yang kian menegang. "Jadi kamu meminta cerai karena ini! Hah! Sudah berapa kali kamu tidur dengannya? Jawab!" Hembusan napasnya yang terasa panas menyentuh kulit wajah Maharani, membuat wanita itu semakin ketakutan. "Pak Alvian, saya dan Bu Rani sama sekali tidak ada hubungan," ucap Andre berusaha menjelaskan. "Bapak salah paham." Alvian berbalik, matanya mendelik tajam pada Andre yang merasa bersalah. "Berhenti mengatakan omong kosong. Sudah tertangkap basah masih mau mengelak. Baji*ng*n!" Buugg! Tinjunya melayang di rahang Andre. Andre yang tak siap dengan gerakan tiba-tiba Alvian, seketika tersungkur dengan sudut bibir yang memerah. "Mas, cukup! Dengarkan penjelasan aku dulu." Beberapa karyawan hotel yang mendengar ada keributan mendekat. Seorang lelaki berbadan gempal membantu Andre untuk berdiri. "Pak, tolong jangan membuat keributan di sini. Ini mengganggu tamu hotel yang lain," ucap salah satu dari karyawan hotel. "Kalian membiarkan pasangan me*um menginap di sini?" "Maksud Bapak?" "Laki laki itu dan perempuan ini adalah pasangan selingkuh. Setahu saya hotel ini melarang pasangan yang bukan suami istri menyewa kamar di sini. Saya pastikan kalian berempat akan dipecat jika tak mengusir perempuan ini dari sini. Saya kenal baik dengan bos kalian." "Mas, kamu!" Maharani menatap tak percaya pada suaminya. "Dan kamu, kupastikan kita akan bercerai secepatnya. Dan jangan harap kamu akan menerima hartaku. Sepeser pun kamu tidak akan mendapatkannya." "Mas ...." Tak terasa kristal bening telah jatuh membasahi pipi tirus Maharani. Ia tak menyangka semuanya menjadi kacau balau. Alvian melangkah pergi. Emosi telah menguasainya hingga ia tak bisa berpikir jernih. "Mas, tunggu!" Maharani dengan derai air mata yang semakin deras mencoba mengejar Alvian. Alvian yang kalap tetap bergeming. Ia dengan langkah semakin lebar berjalan menuju pintu keluar. Hatinya begitu nyeri mendapati istrinya berada di hotel dengan pria lain. Ia memang sempat berselingkuh dengan Susan, tetapi ia tidak pernah berbuat lebih pada Susan sampai pernikahan siri itu terjadi. Alvian telah masuk ke mobilnya. Maharani masih tetap mengejar, ia kini berdiri persis di depan mobil Alvian. Hanya satu tujuannya, menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi. Sorot matanya begitu memohon meminta Alvian untuk turun dan berbicara padanya. Tetapi, Alvian yang sedang dikuasai emosi itu tetap diam. Ia justru menyalakan mesin, bersiap meninggalkan hotel yang membuatnya muak. Deru mesin mobil begitu menggaung, Alvian sama sekali tak tersentuh dengan tangis Maharani yang semakin menjadi. "Pergi!" Maharani menggeleng. Ke dua tangan ia tangkupkan di depan wajah, memohon. Hilang kesabaran, Alvian akhirnya turun menghampiri wanita yang kini terlihat kacau. "Kamu menginginkan kita bercerai, bukan?" Maharani mencoba meraih tangan Alvian namun segera ditepis oleh pria itu. "Aku tak sudi disentuh oleh wanita sepertimu!" "Aku tidak pernah selingkuh, Mas, tolong percayalah." Lirih, Maharani berkata. "Kamu bisa cek cctv kalau Dokter Andre tidak pernah masuk ke kamarku." Alvian tersenyum sinis, "apa itu bisa sebagai jaminan kalau kalian tak melakukannya di tempat lain? Aku tidak sebodoh itu, Rani." "Mas ...." "Jangan halangi jalanku!" Maharani menyerah, ia membiarkan Alvian meninggalkan pelataran hotel dengan segala kesalah pahaman di antara mereka. Ia memang menginginkan perceraian, tapi cerai karena dituduh telah selingkuh, sama sekali bukan inginnya. Maharani kembali hancur. Sedikit pun Alvian tak memercayainya lagi. "Bu." "Jangan pernah ganggu saya lagi, Dok. Saya sudah cukup menderita selama ini, kehadiran Dokter justru semakin membuat saya menderita." "Maafkan saya. Tapi pihak hotel sudah mengeluarkan semua barang-barang, Ibu. Sekarang mari kita pergi, biarkan saya mengantar Ibu." "Tidak perlu, saya bisa naik taksi." "Bu, saya tidak ingin terjadi apa-apa dengan Ibu. Tolong sekali ini saja saya mengantar Ibu, setelah ini saya janji tidak akan muncul di hadapan Ibu." "Saya pegang kata-kata Anda, Dok." Andre mengangguk, ia tidak yakin bisa menepati janjinya. Karena bagaimana pun, menatap wajah Maharani sudah menjadi candunya. Entah sejak kapan perasaan kagum pada wanita berstatus Nyonya Alvian hadir. Satu yang pasti. Andre hanya ingin melindungi Maharani. Dan memastikan tidak akan terjadi apa pun pada wanita itu. ••••• Begitu tiba di rumah, Alvian langsung menghubungi pengacara kenalannya. Ia tak ingin membuang waktu lagi, untuk mengurus perceraiannya dengan Maharani. Susan yang sengaja menyusul ke rumah Alvian hanya bisa menatap Alvian dengan iba. Ada perasaan bahagia sekaligus was-was. Hatinya bersorak mendengar Alvian akan menceraikan Maharani tapi di sisi lain ia merasa bahaya seolah tengah mengancamnya. Seseorang yang ia tahu sosoknya, mengirimkan foto Maharani dengan Andre di sebuah hotel. Ia yakin orang tersebut juga mengirimkannya pada Alvian. Hingga membuat Alvian mengambil keputusan sebesar itu. "Mas. Aku gak yakin kalau Mbak Rani selingkuh." Alvian menatap Susan tajam. "Bukan begitu, tapi memangnya Mas sudah punya buktinya?" Cepat, Alvian menyerahkan ponselnya pada Susan. Dengan hati-hati Susan membuka galeri foto. Terlihat di sana, foto yang sama persis dengan foto yang orang itu kirimkan padanya. Tapi ada juga beberapa foto yang memperlihatkan Andre tengah memegangi lengan Maharani. Ya, Alvian tadi sempat memotretnya sebelum muncul di hadapan mereka. "Mas, tapi ini belum tentu benar." "Bukannya kamu menginginkan aku dan Rani cerai? Kenapa kamu sekarang jadi banyak protes?" "Mas ...." "Aku harus mengurus sesuatu. Kamu jangan bertindak yang aneh-aneh kalau tidak ingin bernasib sama seperti Rani," ancamnya lalu melangkah pergi. Susan diam, ia hanya bisa memandangi punggung suaminya yang menghilang di balik pintu. Wanita beranak dua tetapi masih bertubuh ramping itu menuju kamar, di mana anak-anaknya tengah tertidur. Diambilnya ponsel dari dalam tas. Segera ia menekan nomor seseorang. "Halo, Sayang." Seorang pria menjawab dengan mesra setelah telepon tersambung. "Kamu jangan macam-macam!" Susan setengah berbisik, takut jika orang lain mendengarnya. "Aku tidak macam-macam, aku hanya membantumu agar kamu bisa memiliki Alvian dan hartanya seutuhnya." "Kamu gila!" "Terserah kamu mau mengataiku apa, yang pasti setelah mereka bercerai kamu harus memberiku uang setiap bulannya." "Sepeser pun, aku tidak akan memberimu uang." Pria itu terbahak. "Are you sure, baby? Kamu sudah siap kehilangan Alvian jika semuanya terbongkar?" "Berengsek kamu!" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD